TRAVELOG

Kopi, Rumah, dan Perayaan Bernama Puspa L.A.B

Satu malam di tahun 2022, seorang teman mengajak untuk nongkrong di salah satu tempat ngopi di bilangan Wates, Yogyakarta. Tanpa basa-basi, ajakan itu langsung saya sanggupi, “Gas!”

Menempuh kurang lebih 15–20 menit dari kediaman, akhirnya sampai di sebuah rumah yang disulap sedemikian rupa menjadi kafe. Tempat itu bernama Puspa L.A.B. 

Kala menginjakkan kaki pertama kali di Puspa L.A.B, mata saya tertuju pada pernak-pernik berbau musik yang terpampang di setiap sudut. Tumpukan kaset pita, kaset CD, buku musik, dan poster band menjadi ornamen penghiasnya. Musik yang diputar pun belum pernah saya dengar di kafe lain yang pernah saya singgahi. Malam itu, kalau tidak keliru, A Message to You Rudy milik The Specials menyambut langkah memasuki Puspa L.A.B. 

Sesampainya di bar, mata saya lagi-lagi tertuju lalu terkejut dengan nama di daftar menu yang cukup berbeda dari kebanyakan kafe lain. Ada American Psycho, Pressure Drop, Beerkarat, Sally Brown, dan nama-nama lain yang disadur dari judul lagu. Akhirnya saya memesan Pressure Drop, kopi susu dengan campuran rasa pandan. Setelah memesan, saya menghampiri tumpukan kaset yang sedari tadi menarik perhatian. Puluhan keping kaset bermacam genre hadir di sana. Mulai dari ska, pop, metal, hingga hardcore. Dan hanyutlah saya dalam kepingan kaset itu. 

Kopi, Rumah, dan Perayaan Bernama Puspa L.A.B
Halaman depan Puspa L.A.B/Zhafran Naufal Hilmy

Rumah yang Yahud

Kunjungan pertama malam itu, membuat saya memasukkan Puspa L.A.B jadi salah satu tempat nongkrong favorit di Kulon Progo. Tempat yang kecil, tak terlalu ramai, varian kopinya beragam, dan tentu saja suguhan musiknya. Itulah alasannya. Belasan kali berkunjung ke Puspa L.A.B membuat saya berkenalan dan berteman dengan pemiliknya. Ia adalah Benny.

Anggep aja kayak rumah sendiri. Enjoy, ya!” ujarnya setelah tangan kami bersalaman dan berkenalan untuk pertama kalinya.  

Ucapannya menyiratkan bahwa Puspa L.A.B, tak hanya tempat jualan kopi, tetapi juga rumah untuk setiap orang yang berkunjung. Dengan tagline #rumahyangyahud dan #homeofyouranyscene, Puspa L.A.B mengajak setiap orang untuk merayakan apa pun layaknya di rumah sendiri. 

“Karena bangunan ini emang rumah yang dari turun-temurun dipake buat jualan. Jadi aku pengin ngasih sensasi kayak rumah. Bebas mau ngelakuin apa, cuek aja, yang penting tetep jaga sopan santun dan kebersihan,” terang Benny bercerita. 

Ketika ditanya perihal konsep yang memadukan musik dan kopi, ia bercerita tentang kunjungannya di salah satu kota. Ia singgah di kafe yang mempersilakan pengunjungnya memutar piringan hitam dan kaset yang disediakan. 

“Waktu itu, aku pergi ngerantau beberapa bulan ke luar kota, nongkrong di salah satu kafe tapi aku lupa namanya. Seneng banget aku sama konsepnya, kopi dan musik,” katanya. 

Beberapa bulan setelah kunjungannya, ia membawa konsep itu ke Wates. Menurutnya, kopi dan musik adalah dua hal cocok untuk dipadupadankan. Kopi sebagai medium nongkrong, dan musik sebagai latar suara berbarengan dengan riuh tawa di tengah obrolan.

Kopi, Rumah, dan Perayaan Bernama Puspa L.A.B
Koleksi zine musik di Puspa L.A.B/Zhafran Naufal Hilmy

Ruang untuk Merayakan Apa pun 

Kombinasi musik dan kopi menjadi ciri khas Puspa L.A.B. Musik di sini tidak hanya dimaknai tunggal sebagai sebuah karya. Akan tetapi, juga bagian dari produk kebudayaan dan hasil ekosistem kreatif yang melingkupinya.

Tak hanya berdiri sebagai tempat ngopi, Puspa L.A.B turut menyediakan bermacam program. Program yang lagi-lagi tak jauh dari musik dan ekosistem kreatif. Dalam satu minggu, ada dua program: #seninkaosband dan #kamisplaylist.

#seninkaosband itu sebagai upaya support untuk band. Jadi, kami ngajak orang-orang yang datang ke Puspa untuk pakai kaos band favoritnya. Nah, sebagai imbalan, ada diskon 10% untuk setiap pembelian produk. Kalo #kamisplaylist, kami tanya dan ngobrol sama orang yang mampir ke Puspa tentang playlist musiknya, nanti kami putar,” terang Benny kala menjelaskan kedua program itu. 

Selain itu, Puspa L.A.B juga terbuka dengan berbagai ragam kolaborasi apa pun. Sesuai tagline-nya, #homeofyouranyscene, menjadikan Puspa L.A.B sebagai ruang alternatif baru, khususnya di Wates, ibu kota kabupaten Kulon Progo. Kolaborasi pertamanya menggandeng komunitas grafiti asal Kulon Progo bernama Westsprayer

Acara kolaborasi tersebut bertajuk Sketch Jamming yang digelar pada 23 Oktober 2022. Belasan peserta hadir dalam helatan itu, tidak dikenai biaya, serta kertas untuk sketch sudah disediakan. Hasil dari karya setiap peserta kemudian dipamerkan dan beberapa ditempel di sudut-sudut Puspa L.A.B. 

Sketch Jamming menjadi pembuka agenda-agenda kolaborasi di Puspa L.A.B. Beberapa bulan setelahnya, diadakan sebuah gigs musik hip-hop yang dinamai Rima-Ritma-Warga. Rima-Ritma-Warga berkolaborasi dengan kolektif musik bernama Ragam Arena untuk menyambut kembalinya unit hip-hop asal Kulon Progo yang telah lama mati suri. 

Masih beririsan dengan musik, sebuah acara bernama Music Merch Fest (MMF) digelar di Puspa LAB. Gelaran itu adalah momentum perayaan merchandise musik yang digelar di puluhan kota di Indonesia, dan salah satunya di Wates. Puluhan cendera mata musik, mulai dari kaos, rilisan fisik, buku, dan poster tempampang di setiap sudut Puspa L.A.B kala MMF berlangsung.

Pamflet Sketch Jamming dari Westsprayer (kiri) dan dokumentasi Ragam Arena yang merekam momen hasil kolaborasi beberapa kolektif dalam Rima-Ritma-Warga dengan Puspa L.A.B

“Kegiatan-kegiatan seperti itu, masih jarang punya tempat di luar (ruang publik), makanya sebisa mungkin Puspa coba memfasilitasinya,” ujar Benny. 

Ia menambahkan, bahwa Puspa juga terbuka dengan bermacam agenda lain di luar musik dan seni, misalnya diskusi atau bedah buku. Pernyataannya itu kemudian dibuktikan dengan diadakannya Serial Literasi yang digarap kolektif Eureka

Serial Literasi memiliki acara yang berurutan. Dimulai dengan bedah buku, diskusi film, dan kelas menulis. Selepas serial tersebut, agenda Surah Buku yang digawangi Eureka juga berlangsung di Puspa L.A.B selama berminggu-minggu. 

Berangkat dari ungkapan Benny sebelumnya, bahwa di Kulon Progo masih minim ruang-ruang untuk merayakan dan membangun ekosistem kreatif, maka Puspa L.A.B menjadi satu bentuk oase di tengah keringnya kondisi ruang di Kulon Progo. 

“Mari bikin ruang di kota sendiri, biar nggak usah jauh-jauh pergi ke Kota Yogyakarta. Kita bikin ingar-bingar sendiri di sini,” tutup Benny dalam obrolan. 

Pada akhirnya, Puspa L.A.B tidak hanya tempat nongkrong dan menyeruput kopi sembari mengobrol bersama kawan. Namun, Puspa L.A.B adalah ruang alternatif untuk siapa pun dan merayakan apa pun. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Zhafran Naufal Hilmy

Saya adalah seorang muda yang tinggal di Kulon Progo. Sehari-hari bergelut dengan rasa malas-malasan, ingin tidur sepanjang hari, gairah membaca buku, dan menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik. Sapa saya instagram @zhafran.h.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Dari Kopi hingga Tradisi: Mengenal Perhutanan Sosial di Kampung-Kampung Bogor