Pada Januari lalu kami, tim dari Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir & Laut (PKSPL) IPB, tiba di Maluku Barat Daya untuk menganalisis dampak lingkungan dari beberapa kegiatan di wilayah tersebut. Tujuannya memberikan rekomendasi untuk pengelolaan yang lebih.

Namun, siapa sangka bahwa kunjungan ini justru membawa kami pada pengalaman sosial budaya yang mendalam?

Perjalanan kami dari Jakarta tidak hanya disambut bentang alam yang memesona, tetapi juga masyarakat yang begitu hangat. Setiap kali kami menginjakkan kaki di Pulau Masela dan Pulau Babar, ada satu hal yang selalu hadir, yakni Tari Seka Besar.

Awalnya, kami mengira ini hanyalah bentuk penyambutan biasa. Namun, semakin kami melihat dan mendalaminya, semakin kami penasaran, apa sebenarnya makna dari tarian ini?

Bersama para penari setelah acara penyambutan Tari Seka Besar/Alin Rahma Yuliani & Hera Ledy Melindo

Sejarah Kelahiran Tari Seka Besar

Dalam esainya terkait kebudayaan, Wakim (2014) menyebut Tari Seka merupakan sebuah tarian yang merepresentasikan seni budaya tradisional dan menggambarkan kehidupan masyarakat Masela. Tari Seka Besar adalah warisan seni budaya yang menggema dari gerakan ritmis sambil mencerminkan cerita, nilai, dan sejarah yang terus hidup di tengah masyarakat.

Tari Seka Besar biasanya ditampilkan dalam acara-acara adat, seperti syukuran atau bahkan saat menyambut tamu penting. Lebih dari sekadar hiburan, Tari Seka Besar ternyata merupakan cara masyarakat Masela menyampaikan cerita kehidupan mereka, sekaligus menjaga tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Dibawakan oleh puluhan penari dengan pakaian adat berwarna cerah, Tari Seka Besar menjadi cerminan keramahtamahan serta kebersamaan masyarakat setempat. Gerakan mereka menyerupai tarian gelombang laut yang terus menari di pesisir pantai Masela. Gerakannya sederhana, tetapi penuh makna, mengingatkan kita akan hubungan erat antara manusia dan alam.

Di balai desa Masela, suasana terasa hangat meskipun terik panas matahari mulai menerjang. Sejumlah tetua adat dan kepala desa berkumpul, membentuk lingkaran. Di antara mereka, Pak Stevanus Tiwery membuka percakapan dengan suara tenang dan berwibawa. 

Beliau menjelaskan, secara etimologi istilah “Seka Besar” memiliki makna mendalam yang berasal dari beberapa istilah lokal. Ada “Ehe Lawn”, terdiri dari ehe yang berarti tari dan lawn  yang berarti besar. Ada pula “Nyilai Lewna” dengan makna serupa: nyilai (tari) dan lewna (besar). Selain itu, masyarakat Masela juga mengenal istilah lokal lainnya, yakni “Wneyseka” yang berarti menyanyi bergembira sambil menggerakkan kaki secara serentak.

“Tari Seka Besar lahir dari pengamatan seorang lelaki sederhana bernama Kowjer Penaonde, yang menemukan inspirasi dari kambing-kambingnya,” ujar Pak Stevanus Tiwery sembari mengingat kembali kisah lama yang diwariskan secara turun-temurun. 

Kisah yang Hidup dalam Tari Seka Besar
Forum Group Discussion di balai desa Masela dengan para tetua adat dan kepala desa/Hera Ledy Melindo

Sehari-harinya, Kowjer menggembalakan kambing di hutan yang disebut Amukryene, sebuah tempat subur yang sejak lama menjadi lokasi penggembalaan. Namun, pada suatu hari yang tampaknya biasa, sebuah peristiwa luar biasa mengubah hidupnya dan melahirkan salah satu tradisi paling berharga di daerah itu. 

Menurut cerita yang disampaikan oleh Pak Stevanus Tiwery, Kowjer seperti biasa membawa kambing-kambingnya ke hutan. Dalam penggembalaan itu, dia menyadari ada satu ekor kambing yang hilang dari kawanan. Dengan perasaan gelisah, ia masuk lebih jauh ke dalam hutan untuk mencarinya. Langkah-langkahnya membawa Kowjer ke sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Pipnukra, sebuah kawasan lokal yang sering digunakan untuk memelihara kambing.

Di sana, Kowjer menemukan pemandangan yang tak pernah ia bayangkan. Ketika berada di naungan pohon beringin yang rindang, ia melihat beberapa ekor kambing bermain dengan riangnya. Mereka melompat-lompat, saling mendorong, dan tampak menikmati permainan. Namun, yang paling mengejutkan adalah suara kambing-kambing itu terdengar seolah-olah sedang bernyanyi.

Rasa penasaran Kowjer membawanya bersembunyi di balik semak-semak. Ia ingin memastikan apa yang dilihat dan didengarnya bukanlah ilusi. Ternyata, kambing-kambing itu memang bergerak dan bersuara seirama, seperti sedang melakukan sebuah pertunjukan. 

Terinspirasi oleh pemandangan tersebut, Kowjer mulai mengikuti gerakan mereka, melompat, dan menyanyikan melodi yang muncul begitu saja dalam pikirannya. Dalam perjalanan pulang, Kowjer terus menyanyikan lagu yang ia ciptakan sambil menirukan gerakan kambing-kambing tadi. 

Orang-orang kampung yang melihat tingkahnya mengira ia sudah tidak waras. Mereka menyebutnya “kemasukan setan” bahkan “gila”, atau dalam bahasa lokalnya neploa, tetapi Kowjer tidak peduli. Baginya, momen di hutan itu adalah suatu pengalaman yang luar biasa.

Hari-hari berikutnya, Kowjer semakin sering menampilkan gerakan dan lagu yang ia ciptakan di Pipnukra. Rasa ingin tahu membuat warga kampung mendekatinya, mencoba memahami alasan di balik tingkah lakunya. 

Dari pertemuan itu, mereka akhirnya mengerti bahwa Kowjer tidak gila. Ia justru telah menemukan sesuatu yang luar biasa, sebuah gerakan tari yang terinspirasi oleh kambing-kambing di hutan. Lengkap dengan lagu yang ia beri judul Pipyo Mkyalimyese Wullyo atau Lihatlah Betapa Indahnya Buluh Kambing Itu.

Penemuan Kowjer berkembang menjadi tradisi yang lebih besar. Lagu dan tarian tersebut kemudian dikenal sebagai Tari Seka Besar. Sebuah seni yang juga bersifat sakral. 

Dalam sejarahnya, tari ini digunakan sebagai bagian dari upacara adat untuk para ksatria yang akan pergi berperang. Tari Seka Besar dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi dan memberikan keberanian kepada para pejuang yang membela negeri.

Tari Seka Besar kini menjadi simbol kebanggaan masyarakat Masela. Sebuah warisan budaya yang lahir dari kepekaan seorang peternak kambing terhadap alam sekitarnya. Kowjer Penaonde, dengan kreativitas dan keberaniannya, membuktikan bahwa inspirasi dapat datang dari mana saja, bahkan dari hewan-hewan yang digembalakan. Tarian ini bukan hanya seni gerak, tetapi juga sejarah hidup yang terus bercerita tentang hubungan erat antara manusia, alam, dan tradisi.

Tari Seka Besar dari jarak lebih dekat dengan puluhan penari lainnya/Alin Rahma Yuliani

Makna Filosofis dan Simbolisme Gerakan dalam Tari Seka Besar

Di depan kami, para penari berbaris, mengenakan kain basta merah yang melambangkan keberanian dan solidaritas. Berdiri di tengah lapangan terbuka, para penari bergerak dengan ritme yang teratur. Tidak ada yang bergerak sendiri. Semua kaki melangkah serempak, tangan saling bergandengan.

Gerakan mereka dimulai dengan Newtala, yang menyimbolkan penyatuan manusia dengan alam, refleksi dari kehidupan masyarakat pesisir yang erat dengan laut. Sementara Npeya adalah gerakan lembut yang dimainkan para penari perempuan, sebagai simbol dukungan dan semangat bagi penari yang berada di garis depan (Ayowane). Adapun gerakan Nweuk memiliki arti kaki yang tegas mengentak, melambangkan keberanian menghadapi tantangan hidup.

Kain basta merah yang digunakan para penari dalam upacara penyambutan Tari Seka Besar/Siti Erwina Youwikijaya & Hera Ledy Melindo

Sebagai penonton, momen paling mendalam adalah ketika salah satu penari Ayowane memimpin kelompok dengan gerakan penuh keyakinan. Penari terdepan menjadi simbol haluan perahu yang mengarungi lautan. “Kami hidup dari laut, dan tarian ini mengajarkan kami untuk terus maju, apa pun ombak yang mengadang,” ujar Pak Stevanus Tiwery.

Gemuruh tifa besar atau praya dimainkan dengan irama mengentak memenuhi udara. Alat seni musik tradisional ini memainkan peran penting dalam Tari Seka Besar. Berbentuk menyerupai tabung panjang, tifa besar menghasilkan suara yang dalam dan menggema, menciptakan ritme yang kuat dan dinamis.

Bunyi praya disebut-sebut menyerupai kokok ayam jantan di pagi hari. Simbol kesiapan dan semangat untuk memulai hari baru atau menghadapi tantangan. Dalam konteks Tari Seka Besar, praya tidak hanya menjadi pengiring musik, tetapi juga pengatur tempo bagi para penari.

Alat musik praya yang memainkan peran penting dalam Tari Seka Besar/Siti Erwina Youwikijaya

Tari Seka Besar memiliki makna sosial yang mendalam. Saat para penari bergandengan tangan dalam formasi melingkar, mereka menunjukkan solidaritas dan persatuan. Setiap lekukan gerak di tarian tersebut membuat kita seperti merasakan makna sosial dan kehidupan yang sederhana, tetapi kuat. Menandakan kita semua adalah bagian dari perjalanan yang dipandu oleh solidaritas dan saling mendukung.

Di balik keindahan gerakannya, Tari Seka Besar menjadi penghubung yang tak tergantikan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan masyarakat. Setiap langkah kaki yang bergerak serentak adalah jejak dari nilai-nilai luhur yang terus mereka rawat, seolah ingin berbisik kepada dunia, bahwa tradisi adalah cara terbaik untuk tetap mengenali diri sendiri.


Referensi:

Wakim, M. (2014, 29 Juli). Kesenian Tradisional Seka Besar (Ehe Lawn): Warisan Budaya Takbenda Di Pulau Masela Kini Diakui Sebagai Warisan Budaya Indonesia. Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XX. Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpkw20/wp-content/uploads/sites/70/2014/07/Artikel-ini-telah-di-cetak-dalam-Bruklet-WBTB-2013-untuk-mendapatkanya-silakan-download-di-sini..pdf.
Wakim, M. (2015, 12 Mei). Sejarah Tari Seka Di Pulau Masela. Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon. Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbmaluku/sejarah-tari-seka-di-pulau-masela/.
Wawancara dengan Bapak Stevanus Tiwery, tokoh adat Pulau Masela.

Foto sampul: Tari Seka Besar di Kepulauan Babar Timur/Alin Rahma Yuliani


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar