Seperti yang kita tahu, Indonesia adalah negara yang kaya akan perbedaan, dari mulai suku, agama, sampai bahasa yang beragam dari Sabang hingga Merauke. Maka, hidup bermasyarakat tidak luput dari yang namanya perbedaan dan penerimaan. Namun sayangnya perbedaan dan intoleransi masih tetap menjadi masalah yang meresahkan di Indonesia.

Arumdriya Murwani Putri dan teman-temannya adalah sekelompok perempuan yang peduli akan masalah intoleransi dan mencoba membuat sebuah perubahan. Pada tahun terakhir kuliah, Arum, Adey, dan Nia membentuk sebuah organisasi non-profit, Kawan Bhinneka, untuk memperkenalkan perbedaan dan penerimaan kepada anak-anak Indonesia.

Berangkat dari keresahan atas intoleransi yang mulai masuk ke institusi pendidikan, Kawan Bhinneka memulai pergerakannya dengan membuat buku cerita anak-anak. Acara peluncuran buku itu juga dibarengi sesi bermain dan berbagi agar anak-anak memiliki ruang untuk belajar tentang penerimaan dan toleransi.

Tim TelusuRI diberi kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Arum tentang Kawan Bhinneka dan pandangannya tentang pemberdayaan perempuan.

Arum dan pemberdayaan perempuan

Dari kacamata Arum, pemberdayaan perempuan adalah ketika setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk memilih. Ketika seorang perempuan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga, wanita karir, ibu rumah tangga yang berkarir, atau tidak memilih sama sekali, pilihannya tersebut tidak harus menjadi masalah bagi orang lain.

“Pemberdayaan perempuan adalah ketika perempuan merasa aman menentukan pilihan hidupnya sendiri,” tutur Arum.

Ia juga sempat bercerita masa-masa ketika ia sering dinasihati atas keinginannya mengambil jurusan Hubungan Internasional. Oleh karena jurusan itu kerap kali dikaitkan dengan profesi diplomat, orang terdekatnya khawatir bahwa mobilitas karier seperti itu akan menghalangi perannya mengurus anak kelak. 

“[S]eakan sejak kecil sudah disuruh memilih antara kerja atau berumah tangga … tapi sebenarnya ya tidak perlu juga [memilih],” ungkap Arum. 

Menurutnya, saat ini sudah banyak sekali pilihan bagi perempuan. “[J]ika memilih menjadi ibu rumah tangga sekarang bukan berarti tidak bisa berkarir nanti,” imbuhnya.

Pandangannya tentang patriarki

Patriarki oleh Arum dikaitkan erat dengan konteks budaya. Setiap negara memiliki konteks budaya yang berbeda, di mana relasi antara perempuan dan laki-laki juga berbeda. 

Konsep pemberdayaan perempuan oleh budaya Barat tentunya berbeda dari Indonesia. Ketika konsep Barat diambil dan diterapkan mentah-mentah pada budaya Indonesia, hasilnya pun akan bertabrakan.

“Ya mungkin konsepsi pemberdayaan perempuan yang mereka pahami berbeda, mungkin mereka memiliki latar belakang pemikirannya sendiri … [M]enurutku orang-orang patriarkis itu bukan untuk dimusuhi, bagiku, kita butuh aliansi, mengingat bagaimana laki-laki mendominasi di masyarakat kita, kita butuh aliansi, caranya adalah dengan tidak mengalienasi mereka,” Arum berpendapat.

Arum juga menyebutkan bahwa contoh pemberdayaan perempuan di Indonesia bisa terlihat dari berkembangnya kelompok ibu-ibu UKM dan PKK yang memiliki caranya sendiri untuk mencari pendapatan. 

Pesannya untuk para perempuan muda

“Jangan takut [berkarya], maju aja, kegagalan itu bukan masalah,” pesan Arum. Menurutnya perempuan zaman sekarang sudah jarang sekali kekurangan dorongan. Mereka lebih sering diajak untuk maju, dan berhasil.


Dalam rangka Hari Perempuan Sedunia 8 Maret 2020, TelusuRI mempersembahkan #TelusuRIHariPerempuan, sebuah kampanye untuk menceritakan perempuan-perempuan inspiratif dari berbagai bidang yang berkarya dan memberikan inspirasi bagi masyarakat.

1 komentar

Jojo 6 Maret 2020 - 08:41

??

Reply

Tinggalkan Komentar