ItineraryPerjalanan Lestari

Karena Gunung Bukan Tempat Sampah

Sebuah cerita dari Arnas.


Aku memunggungi Izal, kesal, sesekali ku lirik teman pendakianku ini tampak mulai merasa bersalah setelah kupergoki Ia membuang puntung rokoknya sembarangan.

Aku tidak percaya Ia masih menjalani kebiasaan menghisap rokok sambil mendaki gunung. Padahal kami sudah sepakat, bahwa pendakian ini merupakan langkah awal agar ia mau mulai mengurangi kebiasaan merokoknya, yang menurutku, cukup meresahkan. Beberapa kali bahkan aku resah mendengar suara batuknya sepanjang perjalanan, atau disela-sela break di pos pendakian.

Izal dan Aku merupakan teman lama, sejak SMA kami sudah terbiasa berdebat tentang hal-hal kecil, dan merokok bukan salah satunya. Namun untuk kasus ini, aku memutuskan tegas, bahkan Ibunya sudah berulang kali meneleponku untuk membantu mengurangi kebiasaannya tersebut.

“Nas, gue minta maaf deh, lagian cuma sebatang doang yang tadi gue buang” sahut Izal dari tempatnya.

“Itu.. Yang itu tuh, cuma sebatang.” Ku pasang wajah seseram mungkin, semoga ia belajar, bahwa itu yang menjadi pikiran orang yang membuang sampah berupa puntung rokok di jalur pendakian, atau di pos campground.“ Cuma sebatang menurutmu, dan itu juga menurut mereka yang seenaknya buang sampah puntung rokok di sekitar sini” aku ketus.

Menyalakan rokok/Lulhas (Flickr)

Sebagai sebuah catatan besar, bagi kalian yang sering melakukan pendakian, pasti paham apa yang membuatku kesal, bahwa dengan mudahnya membuang benda kecil berupa filter rokok atau sobekan kemasan di tanah-tanah yang masih berpotensi untuk ditumbuhi rerumputan, apalagi mereka yang meninggalkan puntung rokok dalam keadaan masih menyala baranya.

Untuk puntung yang padam, proses penguraian filter rokok membutuhkan waktu hingga 10 Tahun lamanya. Dalam kurun waktu tersebut, tanah tempat terkuburnya puntung-puntung rokok tersebut tidak akan bisa melakukan tugasnya dalam ekosistem hutan. Apalagi jika puntung tersebut masih menyisakan bara, yang berpotensi membuat kebakaran hutan bila area rerumputan tempatnya terbuang sedang kering.

Kerugian besar akan dialami oleh semua makhluk hidup yang menjadi rantai ekosistem penting di hutan tersebut. Sebagai pribadi yang cukup sering mengunjungi gunung sebagai tempat menyepi, aku sangat menghargai alam dengan selalu berhati-hati dalam memilih logistik perjalanan, bahkan sebisa mungkin mengurangi produksi sampah sebelum, selama, atau setelah pendakian.

Selain sampah puntung, dalam beberapa pendakian, aku bisa menemukan sampah kecil seperti bekas tutup air mineral, yang terlewat atau terjatuh dari packingan sampah menuju perjalanan pulang ke basecamp. Hal sekecil ini kadang luput dari perhatian, namun ada beberapa kelompok pendaki yang tidak segan memungut sampah seperti ini dan memasukannya kedalam kemasan sampah mereka, dan dikumpulkan di basecamp area.

Di beberapa lokasi pendakian, bahkan ranger atau penjaga gunung ada yang sengaja memasukan agenda sapu jalur untuk menemukan sampah-sampah kecil setiap minggu atau setiap bulan, untuk tetap menjaga area campground dan lajur pendakian tetap bersih, dengan begitu pendaki akan tetap nyaman melakukan aktivitas luar ruangnya. Seperti yang dilakukan oleh Ranger Basecamp Mawar, di kaki Gunung Ungaran.

Mereka memberikan sebuah contoh pengolahan sampah dari para pendaki yang pernah berkunjung ke sana. Sampah-sampah botol kemasan plastik diolah sedemikian rupa menjadi berbagai macam hiasan yang bisa memberikan manfaat, atau setidaknya mempercantik area basecamp.

Sedikit tips bagi kalian yang tidak ingin merasakan apa yang dialami Izal, saat melakukan pendakian gunung agar mengurangi produksi sampah. 

Pertama, usahakan untuk mencatat kebutuhan logistik, sebisa mungkin kurangi pembelian logistik dalam kemasan plastik. Untuk air mineral, kita bisa menggunakan botol water bladder yang terbuat dari silikon. Selain kuat, botol minum ini bisa dilipat menjadi ukuran yang lebih kecil dan bisa menghemat ruang penyimpanan di tas kita saat tidak digunakan.

Kedua, sediakan plastik ziplock atau plastik yang bisa membuat udara kedap. Plastik ini cukup bisa diandalkan untuk menyimpan beberapa jenis makanan kering. Setelah dikonsumsi, kita bisa memanfaatkan plastik tersebut untuk tempat menyimpan makanan selama beristirahat di campground. Bahkan plastik ini bisa digunakan untuk mengemas pakaian ganti kalian yang sudah kotor, agar tidak menimbulkan bau tidak sedap ke seluruh isi tas carrier.

Ketiga, akan lebih baik saat selesai beraktivitas di gunung, mengumpulkan sampah secara seksama. Usahakan agar tidak meninggalkan sampah plastik atau sampah berupa puntung rokok dimanapun, kalian bisa mengemas puntung rokok dalam botol sisa minuman mineral atau botol plastik bekas. Dan membuangnya ke tempat yang sudah disediakan oleh pengelola secara terpisah, sampah organik untuk yang mudah di daur ulang, dan sampah anorganik untuk sampah yang tidak bisa didaur ulang. 

Menjaga lingkungan terutama di daerah aktivitas luar ruang seperti gunung adalah tanggung jawab kita bersama, Aku tidak bermasalah bagi mereka yang mau sadar untuk menyimpan sampahnya secara sadar demi kepentingan menjaga kelangsungan ekosistem yang alami, tidak seperti yang dilakukan oleh Izal.

Dengan begitu, kita sudah ikut serta merawat kehidupan untuk kemudian bisa kita wariskan kepada anak cucu kita kelak. Ingat selalu, gunung bukan tempat sampah.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *