Sekitar pukul enam pagi saya sudah berada di salah satu stasiun kereta Commuter Line di Jakarta Timur. Pagi itu saya dan satu teman saya berencana pergi ke salah satu destinasi wisata di daerah Merak, Banten. Dari Jakarta Timur, kami naik kereta KRL (Commuter Line) menuju Stasiun Tanah Abang. Entah apa yang dilakukan warga Jakarta di Minggu pagi, karena pagi itu kursi kereta sudah terisi penuh, sehingga memaksa beberapa orang untuk berdiri di lorong gerbong kereta, termasuk saya dan teman saya.
Sesampainya di Stasiun Tanah Abang, dari peron jalur 2 kami langsung menuju peron jalur 5 & 6 untuk menyambung kereta Commuter Line tujuan Stasiun Rangkasbitung. Karena menurut arahan petugas, kereta arah Stasiun Rangkasbitung akan berada di antara jalur 5 & 6. Saat kami baru turun eskalator stasiun, di peron jalur 6 datang kereta tujuan Stasiun Serpong dan tidak lama berselang di peron jalur 5 datang kereta tujuan Stasiun Rangkasbitung. Kedua kereta tersebut memiliki jalur perjalanan yang sama, hanya saja yang satu hanya sampai di Stasiun Serpong.
Saya dan teman saya langsung menaiki kereta rute tujuan akhir Stasiun Rangkasbitung. Situasi di dalam kereta terbilang sepi, hanya ada segelintir orang di dalamnya. Kami memilih duduk di gerbong dengan kursi-kursi yang tidak terlalu ramai penumpang, sehingga kami bisa rileks dengan menyandarkan punggung di kursi kereta.
Waktu hampir menunjukkan pukul 07.00 pagi, kereta menuju Stasiun Rangkasbitung berangkat dari Stasiun Tanah Abang. Total waktu yang ditempuh dari stasiun Tanah Abang ke Stasiun Rangkasbitung adalah hampir 2 jam perjalanan dengan melewati 17 stasiun. Dari mulai penumpang kereta masih sepi, kemudian kursi-kursi mulai penuh, bahkan ada beberapa penumpang yang harus berdiri karena tidak mendapat kursi, hingga saat memasuki beberapa stasiun terakhir kondisi penumpang mendadak sepi kembali. Begitu pula dengan pemandangan yang terlihat dari balik jendela sepanjang perjalanan lintas kota ini—Jakarta ke Tangerang—mulai dari gedung dan perkantoran, kemudian beralih pemandangan rumah-rumah warga sampai pemandangan kebun dan sawah.
Transit di Rangkasbitung
Sekitar pukul 08.45 kami tiba di Stasiun Rangkasbitung. Masih ada waktu kurang lebih 1 jam sebelum kereta Commuter Line Merak berangkat, jadi kami masih punya waktu untuk sarapan. Kami langsung bergegas menuju minimarket untuk membeli makanan yang dapat mengganjal rasa lapar sedari berangkat. Saat ingin masuk minimarket, terlihat ruang tunggu kereta Commuter Line tujuan Merak sudah lumayan ramai.
Untuk menuju ruang tunggu kereta Commuter Line Merak kami harus check out terlebih dahulu dari Commuter Line Jabodetabek. Situasi di ruang tunggu kereta tampak lumayan sesak, kursi-kursi tunggu semua terisi, ada penumpang yang akhirnya memilih duduk di lantai, ada pula yang berdiri di sekitarnya, dan pun cuaca semakin panas.
Karena masih ingin sarapan, jadi kami memutuskan untuk duduk dan menunggu kereta di luar area ruang tunggu. Di sini pun terbilang cukup ramai, mungkin di antara mereka ada yang memang bernasib sama seperti kami, ada pula mereka yang sedang mengantar teman atau saudaranya ke stasiun, dan ada pula yang sibuk mengantri tiket di loket.
Tidak lama berselang, petugas tiket menginformasikan melalui pengeras suara bahwa tiket kereta tujuan Stasiun Merak dengan pemberangkatan pukul 09.55—yaitu kereta kami—sudah habis, pemberangkatan selanjutnya baru ada pada pukul 13.50. Tak jadi masalah, karena kami sudah membeli tiket online sehari sebelum keberangkatan.
Tampak ada beberapa penumpang yang kecewa setelah mendengar informasi dari petugas. Di dekat kami ada beberapa ibu yang sibuk mondar-mandir sambil menelpon, sepertinya menelpon keluarganya. Terdengar bahwa mereka mencoba mencari opsi kendaraan lainnya untuk ke tujuan.
Meskipun sama berstatus Commuter Line, kereta rute Rangkasbitung–Merak ini berbeda dengan Commuter Line rute Jabodetabek. Commuter Line Merak merupakan jenis kereta api ekonomi lokal. Susunan kursi Commuter Line Merak menghadap searah dan berlawanan dengan lajunya kereta atau saling menghadap antar penumpang. Sedangkan kursi penumpang Commuter Line Jabodetabek memanjang mengikuti badan kereta, penumpang saling berhadapan dengan penumpang lainnya serta berdesain banyak pegangan tangan untuk penumpang yang tidak dapat kursi.
Selain itu, Commuter Line Merak mengharuskan penumpang untuk memesan tiket terlebih dahulu baik secara online atau di loket stasiun, penumpang juga dapat memilih nomor kursi sendiri. Namun jika kursi sudah penuh, penumpang tetap bisa mendapatkan tiket tanpa nomor kursi. Satu tiket perjalanan seharga Rp3.000 per orang. Berbeda dengan Commuter Line Jabodetabek, penumpang harus menggunakan kartu sebagai tiket, yang bisa dibeli di loket stasiun atau menggunakan kartu uang elektronik milik pribadi. Harga tiket perjalanannya berbeda tergantung jarak dari naik dan turunnya penumpang.
Keasyikan makan, tak terasa waktu menunjukkan pukul 09.10. Kami lihat situasi di ruang tunggu semakin padat dan tampak orang-orang mulai bersiap. Kami pikir kereta sudah hampir sampai dan kami bisa menunggu di dalam kereta sebelum kereta berangkat. Jadi, kami memutuskan berjalan menuju meja penjaga untuk memindai tiket, lalu masuk ke ruang tunggu. Namun, petugas berkata, kereta baru akan tiba pukul 09.18, sehingga penumpang belum bisa langsung naik ke kereta, karena harus menunggu penumpang kereta sebelumnya turun.
Pukul 09.12 kami berada di dalam area ruang tunggu kereta, berarti 5 menit lagi kereta tiba. Meskipun belum bisa langsung masuk ke kereta, penumpang di ruang tunggu sudah pada bersiap. Ada yang merapikan barang-barang, ada yang bergegas mempercepat menghabiskan makanannya, ada yang menelepon untuk memberikan kabar. Sedangkan saya dan teman saya sudah masuk dalam antrian pintu keluar ruang tunggu kereta.
Perjalanan dari kursi yang berubah
Ketika rantai pembatas antara ruang tunggu dan koridor stasiun dibuka, yang berarti tanda bahwa penumpang sudah dipersilahkan untuk menaiki kereta, saya dan teman saya langsung bergegas mencari gerbong 3. Kemudian kami mulai menyusuri lorong gerbong untuk mencari nomor kursi kami, yakni 18B dan 18C. Kami duduk di kursi yang bermuatan 3 orang, saya dan teman saya duduk bersebelahan. Tepat di ujung kursi kami, di nomor kursi 18A sudah diduduki oleh seorang lelaki. Selain itu, kursi yang berada di hadapan kami juga sudah ada satu penumpang, seorang anak muda laki-laki.
Tidak lama berselang datang lah sepasang suami istri dan dua anaknya, satu balita dan satu bayi. Sang ibu dengan dua orang anaknya duduk persis di hadapan kami, di samping anak muda laki-laki tadi. Setelah membantu merapikan barang bawaan, sang ayah duduk di kursi yang membelakangi kursi istri dan anak-anaknya. Rupanya nomor kursi mereka tidak berdekatan. Baru saja mereka duduk di kursi masing-masing, tidak lama anaknya yang bayi merengek minta susu. Sang ibu langsung meminta suaminya untuk membantu.
Kereta pun semakin ramai, mungkin sang suami merasa bahwa kursi kosong di sampingnya tidak berpenghuni sehingga ia meminta istri dan anak-anaknya untuk pindah ke sampingnya. Dibawa lah semua barang-barang mereka ikut berpindah. Dengan cepatnya kursi milik sang ibu dan anaknya sudah ditempati oleh penumpang lain yang tidak mendapatkan nomor kursi, satu orang bapak dan satu orang anak muda, yang akhirnya mereka duduk berhadapan dengan saya dan teman saya. Memang banyak penumpang yang tidak mendapatkan nomor kursi. Beberapa dari mereka ada yang berpindah-pindah tempat duduk karena sang pemilik kursi sudah datang, ada pula yang pasrah memilih berdiri di lorong kereta.
Tiba-tiba kesialan menimpa saya tepat ketika kereta baru saja berangkat dari Stasiun Rangkasbitung, sekitar pukul 09.55. AC (Air Conditioner) yang berada tepat di atas kepala saya mengeluarkan rintik-rintik air. “Waduh! Sial AC-nya bocor,” ucap saya berbisik. Penumpang-penumpang yang berada di kursi yang sama dengan saya dan kursi di hadapan saya langsung menoleh ke arah saya.
Bukan hanya kursi saya yang basah, baju dan celana saya mulai banyak bekas air berjatuhan. Saya bangun dari kursi dan mencoba membersihkan kursi, baju dan celana saya, sambil mencoba menahan rintik air dari AC. Bapak yang tadi baru saja menduduki kursi milik ibu sebelumnya, dengan baik hati mempersilahkan saya untuk berpindah ke kursi yang ia tempati. Setelah mengucapkan terima kasih, saya menduduki kursinya, yang akhirnya membuat saya dan teman saya tidak lagi bersebelahan melainkan kami saling berhadapan.
Saya sedikit kesal dengan kondisi yang terjadi, namun apa yang bisa saya perbuat. Ini merupakan perjalanan pertama saya menaiki kereta Commuter Line lokal Merak. Jadi saya mencoba kembali menikmati perjalanan dengan sibuk melihat pemandangan hamparan sawah, kebun, pepohonan dan rumah-rumah warga dari balik jendela sambil mendengarkan musik melalui earphone. Namun sesekali saya juga melepaskan earphone untuk berusaha mengamati apa yang sedang terjadi di dalam gerbong.
Misalnya, ada penumpang yang mendapat nomor kursi yang sama, namun mereka naik dari stasiun yang berbeda, hingga akhirnya perdebatan di antara mereka harus dilerai oleh petugas kereta. Ada pula para remaja yang bersenda gurau dengan teman-temannya. Tentunya ada pula suara yang paling sering terdengar, bahkan selalu terdengar dari awal perjalanan, yaitu suara ocehan dan tangisan bayi.
Dari Stasiun Rangkasbitung, kereta harus melewati 10 stasiun untuk sampai ke Stasiun Merak. Sependek ingatan dan penglihatan saya, penumpang kereta paling banyak turun dan naik di Stasiun Serang, Cilegon, dan Krenceng. Termasuk dua orang penumpang yang sudah lebih dulu duduk di kursi yang sama dengan saya dan teman saya, mereka turun di stasiun yang sama yakni Stasiun Krenceng.
Saat kereta hampir memasuki Stasiun Merak suara riuh penumpang semakin ramai. Penumpang sibuk menyiapkan diri dan barang bawaannya untuk segera dibawa turun. Namun di sela-sela itu saya lihat ada beberapa di antara mereka yang mencoba mengabadikan pemandangan laut dari balik jendela kereta dan ada pula yang menelepon sanak saudaranya untuk memberi kabar bahwa dirinya sudah hampir sampai.
Tepat pukul 11.40 sesuai jadwal yang tertera di tiket, kereta memberhentikan lajunya di Stasiun Merak. Saya dan teman saya tidak langsung tergesa-gesa untuk turun, kami menunggu sampai lorong dan pintu kereta lengang baru kami memutuskan untuk turun. Setelah turun dari kereta pun kami juga tidak langsung menuju pintu keluar yang masih ramai penumpang, kami memutuskan untuk pergi ke toilet terlebih dahulu sambil meregangkan otot.
Situasi di Stasiun Merak cukup ramai, penumpang yang baru turun kereta berusaha segera keluar stasiun dan ada pula penumpang yang baru datang untuk naik kereta selanjutnya.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Perempuan Jakarta yang tertarik dengan keindahan alam, budaya, dan cerita masyarakat Indonesia.