Kota tua seakan memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka yang menggemari menjelajah kawasan yang mungkin dianggap sangat membosankan oleh sebagian orang. Namun kota tua dengan segala hiruk-pikuknya, sejak dulu hingga kini seakan-akan menolak untuk tergerus dengan roda zaman. Kemegahan bangunan-bangunan masa lampau yang menyimpan cerita dan rahasia di setiap bangunannya tentu menjadi daya pikat bagi sebagian orang yang sangat menggemari dunia sejarah, khususnya wisata sejarah yang mulai dilirik oleh sebagian kalangan.

Jika berbicara mengenai kota tua yang ada di kota-kota di Indonesia, Kota Surabaya merupakan salah satu kota dengan status metropolitan yang masih mempertahankan eksistensi kota tuanya untuk kepentingan wisata dan perekonomian.

Kawasan kota tua di kota yang dijuluki sebagai Kota Pahlawan ini terletak di sekitar pesisir seperti lazimnya beberapa kota lain di Pulau Jawa yang masih mempertahankan keberadaan kawasan tempo doeloe. Lebih tepatnya yakni di sekitar bekas Pelabuhan Kalimas di sepanjang muara Sungai Kalimas yang menjadi roda penggerak perekonomian Kota Surabaya di masa lampau.

Ramai Aktivitas Perekonomian Sejak Abad ke-14

Kawasan bekas Pelabuhan Kalimas di sepanjang muara Sungai Kalimas yang menuju ke Selat Madura diyakini sudah ramai dengan segala macam aktivitas perekonomian serta hiruk-pikuk penduduk sejak abad ke-14. Akan tetapi menurut beberapa sumber sejarah lainnya seperti dari Prasasti Canggu (1395) dan Prasasti Kamalagyan menyebutkan sebuah daerah yang menjadi pusat perekonomian yang lokasinya diperkirakan berada dekat dengan Mojokerto. Hal ini diyakini sudah ada sejak abad ke-11 yang saat itu memang ramai sebagai jalur pelayaran kuno.

Di masa kolonial Belanda, Pelabuhan Kalimas tumbuh menjadi sebuah kawasan yang cukup padat dengan aktivitas bongkar muat barang yang berasal dari Pelabuhan Oedjoeng (Tanjung Perak) maupun yang berasal dari kawasan hinterland (pedalaman) Surabaya. Bahkan di masa ini diperkirakan Pelabuhan Kalimas memasuki masa kejayaannya karena berperan cukup besar dalam perekonomian serta perkembangan Kota Surabaya.

Bangunan Pasar Pabean (Zahir)
Bangunan Pasar Pabean/Zahir

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya bangunan-bangunan megah yang dibangun di sekitar aliran sungai Kalimas baik di sisi timur maupun barat. Umumnya kegiatan perekonomian terpusat di sisi timur yang menjadi area bongkar muat barang. Bukti kegiatan perekonomian tersebut tercermin dari sebuah kawasan yang bernama Pasar Pabean. Pasar tua ini berdiri di sebuah gedung kolonial dan sudah ada sejak tahun 1849. Kawasan ini dulunya merupakan perbatasan antara kawasan pecinan yang terpusat di Jalan Kembangan Jepun dan juga daerah Kampementstraat (kini Jalan KH. Mas Mansyur) yang merupakan kawasan permukiman etnis arab.

Pasar ini menjual beragam rempah-rempah kualitas tinggi pada masa lampau, bahkan hingga kini pasar yang sudah berusia kurang lebih sekitar 150 tahun tersebut masih menjual beragam rempah-rempah seperti bawang merah, bawang putih, cengkeh, ketumbar, dan beragam rempah serta bumbu dapur lainnya. Selain itu pasar ini juga menjual beragam jenis ikan mulai dari ikan air tawar maupun ikan hasil tangkapan nelayan di laut.

Komplek Gedung Megah di Sisi Barat

Jika di kawasan sisi timur Sungai Kalimas didominasi oleh daerah perekonomian yang dikelola oleh etnis Arab maupun Tionghoa dan Bumiputera, lain hal dengan sisi barat Kalimas yang menjadi kawasan elit yang didominasi oleh etnis Eropa khususnya Belanda. Hal ini tidak terlepas dari politik ras di masa lalu yang diterapkan di Kota Surabaya yang dimana pembagian kawasan administrasi dan pemukiman berdasarkan etnis atau ras. Di sisi barat ini kamu dapat melihat banyak bangunan besar dengan gaya khas kolonial yang cukup kental.

Banyak bangunan di kawasan tersebut difungsikan sebagai perkantoran, gedung bank serta bangunan-bangunan lainnya yang dikelola oleh orang-orang Eropa. Kawasan tersebut tersebar di sekitar Jalan Kalisosok, Jalan Rajawali hingga menuju ke Jalan Veteran. Mungkin salah satu ikon di kawasan barat ini adalah keberadaan Gedung Singa yang cukup ikonik. 

Gedung Singa (zahir)
Gedung Singa/Zahir

Gedung yang terkenal dengan patung dua ekor macan bersayap tepat di pintunya ini dulunya merupakan sebuah gedung asuransi yang sudah ada sejak awal abad ke-20. Dahulu gedung ini dikenal dengan nama De Algemeene karena dimiliki oleh Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente te Amsterdam, yakni perusahaan asuransi asal Belanda.

Selain itu di kawasan ini juga banyak gedung-gedung besar lainnya seperti pabrik Siropen Telasih yang berada tepat di samping Gedung Singa, kemudian sedikit berjalan ke arah utara maka akan menemukan bekas Gedung AA Energy yang juga merupakan salah satu bangunan cagar budaya.

Kawasan di sepanjang sisi barat ini memiliki keindahan khas nuansa Eropa yang cukup kental, tidak heran lokasi ini banyak ditemukan beragam wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang sedang melakukan jelajah sejarah atau blusukan sembari mengabadikan momen dengan kamera. 

Jembatan Merah (zahir)
Jembatan Merah/Zahir

Kawasan ini juga dihubungkan dengan kawasan sisi timur melalui sebuah jembatan yang cukup ikonik di kawasan kota tua yakni Jembatan Merah atau Roode Brug.

Terdapat Teknologi Canggih di Sekitar Pelabuhan Kalimas

Untuk menunjang kegiatan bongkar muat barang dan juga arus lalu lintas pelayaran di kawasan Pelabuhan Kalimas, tentunya diperlukan sistem teknologi untuk mempermudah proses tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya situs bekas jembatan mekanik yang dapat dinaik turunkan diantara aliran sungai Kalimas.

Situs Bekas Jembatan Petekan (Zahir)
Situs Jembatan Petekan/Zahir

Jembatan tersebut dikenal dengan nama Jembatan Petekan karena pada masanya dulu dioperasikan dengan cara menekan tombol mekanisme atau “dipetek” yang merupakan bahasa lokal dari kata ditekan. Jembatan ini dibangun pada awal abad ke-20 dan diyakini merupakan jembatan mekanik paling canggih pada masanya di Hindia-Belanda.

Lanjut jika kita menyusuri sisi timur Pelabuhan Kalimas akan menemukan sebuah alat besar yang berbentuk seperti crane di era modern. Alat tersebut memanglah sebuah alat angkat atau crane kuno yang dulu dioperasikan di kawasan Pelabuhan Kalimas untuk memindahkan barang dari kapal-kapal ke area dermaga maupun sebaliknya. Crane ini diyakini dibangun pada abad ke-20 untuk mempermudah kegiatan bongkar muat barang pada kala itu.

Kawasan bekas Pelabuhan Kalimas sejatinya hingga kini masih difungsikan sebagai kawasan niaga meski kegiatan bandar pelabuhan sudah tidak beroperasi. Meskipun terkenal sebagai kawasan yang sedikit kumuh namun area ini tidak pernah kehilangan daya tarik nuansa kolonialnya yang seakan-akan terus hidup melewati zaman.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar