Gili Labak adalah salah satu destinasi yang direkomendasikan oleh teman saya selain Gili Ketapang dan Giligenting. Tempat wisata ini berada di daerah Jawa Timur dekat dengan Pulau Madura.
Dari hasil browsing di internet dan sosial media, nampaknya Gili Labak adalah tempat yang paling tepat untuk menghabiskan waktu libur kami kali ini. Pulau kecil dengan pantai pasir putihnya yang membentang, warna biru pada lautannya, dan terumbu karang yang masih terjaga.
Gili Labak merupakan sebuah pulau kecil yang lokasinya ada di sebelah Tenggara Pulau madura. Secara administrasi masuk dalam wilayah Kecamatan Talango, Sumenep, Madura. Luasnya hanya sekitar 5 hektar dan dihuni 35 kepala keluarga.
Perjalanan Menuju Gili Labak
Sebelumnya kami membuat janji dengan biro perjalanan untuk bertemu di Surabaya saat subuh (sekitar pukul 04.00 WIB) di Stasiun Gubeng. Oleh karena itu, kami pun berangkat menggunakan kereta dari Semarang Poncol ke Surabaya Gubeng pada jam 23.21 WIB. Waktu perjalanan membutuhkan waktu sekitar 5 jam perjalanan sehingga sampai di Stasiun Gubeng tepat di waktu kami membuat janji dengan biro perjalanan.
Dari Surabaya kami naik mobil yang disediakan oleh biro perjalanan selama 4 jam sebelum tiba di Sumenep. Lalu perjalanan berlanjut menggunakan perahu kayu sekitar 2 jam dari Pelabuhan Kalianget.
Menurut informasi dari biro perjalanan, sebetulnya dari Pelabuhan Tanjung dan dermaga Desa Lobuk juga ada perahu yang menuju ke Gili Labak. Namun karena biro perjalanan kami sudah berlangganan menggunakan perahu di Pelabuhan Kalianget ini maka titik inilah yang jadi tempat pemberangkatan kapal kami.
Harga Open Trip Gili Labak
Sekedar informasi, banyak biro travel yang menyediakan paket open trip untuk berkunjung ke Gili Labak dengan harga mulai dari Rp85 ribu sampai Rp290 ribu tergantung dari fasilitas yang dipilih. Lalu, yang kami pilih adalah paket open trip seharga Rp290 ribu per orang dengan meeting point di Surabaya.
Alasan untuk menggunakan paket open trip ke Gili Labak karena informasinya masih sangat sedikit dan angkutan umum menuju ke sana belum ada. Khawatirnya selama perjalanan nanti ada banyak kendala dan jatuhnya malah repot sendiri.
Selama dua jam perjalanan di atas kapal hanya terlihat warna biru lautan saja dan beberapa pulau kecil lain. Dari kejauhan kemudian mulai terlihat pulau tujuan kami, pengemudi kapalnya pun juga memastikan bahwa itu adalah pulau Gili Labak. Tak berselang lama, tibalah kami di dermaga atau bibir pantai Gili Labak.
Dibandingkan dengan pulau kecil lain yang pernah saya kunjungi, Gili Labak ini yang paling bersih. Pantai pasir putih yang membentang serta terumbu karangnya pun bisa terlihat jelas dari bibir pantai. Ah rasanya ingin segera terjun dan menjumpai ikan-ikan yang hidup di terumbu karang tersebut.
Oleh pemandu, kami dibekali sedikit briefing tentang apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan selama di sini. Pemandu juga menginformasikan untuk fasilitas yang ada di Gili Labak seperti tempat sholat, kamar mandi, area camping, area snorkeling, dan tempat lainnya.
Persoalan sampah di tempat ini memang sangat ketat, kami dipertegas untuk tidak nyampah sembarangan. Ini yang sebetulnya saya suka dari tempat ini, kondisinya bersih karena memang ada ketegasan dari pengelolanya.
Sebelumnya memang kami janjian untuk memilih open trip dua hari satu malam dengan tenda yang kami bawa sendiri. Perbekalan seperti peralatan dan bahan makanan kami persiapkan sebelum berangkat meski sebenarnya kami akan mendapatkan porsi makan dari biro perjalanan atau bisa juga jajan di warung-warung yang tersedia di sana. Setidaknya, keberadaan warung-warung ini bisa menjadi alternatif jika kami tergoda untuk mencicipi masakan masyarakat lokal.
Camping di Pulau Gili Labak
Setelah briefing dan makan siang usai, pemandu membebaskan kami untuk beraktivitas sesuai yang kami inginkan. Kami kemudian membongkar tas, mengeluarkan tenda, dan mendirikannya. Kami pilih mendirikan tenda di antara dua pohon yang agak besar supaya tetap teduh saat terik matahari menyengat dan tentu saja supaya mudah saat memasang hammock.
Tenda sudah berdiri, peralatan sudah ditata, kemudian kami mulai aktivitas selanjutnya yaitu snorkeling. Walaupun waktu menunjukkan pukul 11 siang dan saat itu sedang panas terik, kami tetap bersikeras untuk snorkeling karena justru visibilitas di dalam air sedang bagus-bagusnya. Gosong nggak masalah lah, ya!
Snorkeling Di Gili Labak
Ternyata seru juga snorkeling di Gili Labak. Tak jauh dari kapal bersandar, kami menemukan anemon laut yang dikenal sebagai rumah ikan badut. Benar saja, ada tiga ikan badut yang menyelinap ke dalam anemon laut tersebut.
Ada berbagai jenis ikan lain seperti ikan surgeonfish, ikan gerot-gerot, dan ikan lain yang berwarna-warni. Begitu mengesankan alam laut di Gili Labak ini sampai-sampai banyak jenis ikan diluar pengetahuan kami.
Selama kurang lebih dua jam kami menghabiskan waktu di laut. Beberapa kali pemandu kami memberikan informasi untuk berhati-hati selama snorkeling supaya tidak menyentuh karang. Kami juga dilarang memberikan makanan pada ikan-ikan di sana.
Usai snorkeling, kami kembali ke pantai untuk beristirahat sembari menikmati segarnya air kelapa muda yang baru diambil langsung dari pohonnya. Di sini, ada banyak kursi yang tersedia dan bisa digunakan untuk bersantai. Angin sepoi-sepoi terus menyapa kami, dan tak terasa waktu beranjak semakin sore. Kami pun harus segera membilas tubuh agar tidak lengket.
Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, kami mengumpulkan kayu yang berserakan di pinggir pantai. Kayu kering memang mudah ditemukan di sini. Instruksi dari pemandu kami, membuat api unggun di pantai memang diperbolehkan namun harus beralas seng supaya sisa kayu bakar dan abu tidak mengotori pantai.
Akhirnya setelah menahan lapar beberapa jam, datanglah makan sore kami yaitu aneka hidangan laut dengan aroma yang sangat hmmmm, sedap! Waktu makan selama berada di Gili Labak memang sengaja kami atur berbeda dengan itinerary utamanya, agar di waktu malam hari kami bisa memasak makanan yang kami bawa.
Menghabiskan Sore di Gili Labak
Sepanjang sore, kami menghabiskan waktu untuk berkeliling pulau. Gili Labak tidak terlalu luas, kurang dari satu jam kami bisa mengintarinya. Pulau yang didominasi oleh pohon kelapa dan pinus ini punya banyak sudut apik untuk diabadikan dalam jepretan kamera.
Ketika malam tiba, kami kembali merayakan kegirangan dengan menyalakan api unggun. Genjrengan ukulele yang kami bawa serta canda tawa teman serombongan membuat semakin malam semakin menyenangkan. Bahan makanan pun tak terasa sudah kami masak hingga habis tak tersisa.
Pada pagi harinya cuaca sedang tidak bersahabat, awan mendung terlihat dari kejauhan dan tak ada sunrise yang bisa kami lihat pagi ini. Kami menunggu hingga pukul 09.00 pagi namun tak ada pertanda cuaca akan lebih baik.
Pemandu menyarankan kami untuk segera bersiap mengemasi barang kami. Memang hari ini bisa dibilang mengecewakan karena kami sudah berekspektasi lebih. Namun apa daya, daripada ketinggalan kereta dan terjebak sehari lagi di pulau ini tentu kurang menyenangkan.
Benar saja, setelah kami sampai di Pelabuhan Kalianget, hujan deras tiba dan ombak laut semakin besar. Untung saja kami sudah sampai di pelabuhan dengan selamat dan segera naik mobil lagi untuk melanjutkan perjalanan ke Surabaya.
Mungkin memang kami harus kembali di lain hari untuk berkunjung lagi ke Gili Labak. Tunggu tahun depan untuk kami akan berkunjung lagi!
Nico Krisnanda seorang anak biasa yang punya mimpi besar, untuk tetap bernapas dan bisa membantu orang di sekitarnya menjadi tokoh-tokoh penting dunia!
Halo mas, boleh tanya ikut pemandu apa namanya? Atau mungkin ada nomor yg bisa dihubungi?
Silahkan kontak Jelajah Tour and Travel
https://www.instagram.com/jelajahtourungaran
ada nomer watsapnya juga