TRAVELOG

Mengunjungi Tebing Kawah Burung, Lokasi Jatuhnya Dua Pesawat Cessna (1)

Pada 2003 dan 2011, dua pesawat latih Cessna menabrak tebing dekat puncak Ciremai. Saya melihat langsung penampakan tebing itu tahun 2022/Mochamad Rona Anggie

Publik boleh jadi sudah melupakan kejadian nahas itu. Namun, tidak bagi keluarga yang ditinggalkan dan tim pencari titik jatuh pesawat pada tahun 2003 dan 2011 lalu.

Kini, akses ke lokasi kecelakaan terbuka untuk umum. Terutama bagi pendaki Gunung Ciremai via Trisakti Sadarehe yang secara administratif ada di Desa Payung, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) meresmikan rute Sadarehe pada 25 Agustus 2022. Melengkapi empat jalur yang sudah ada sebelumnya (Palutungan, Apuy, Linggarjati, dan Linggasana) untuk menggapai titik tertinggi Jawa Barat: 3.078 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Namun, sepertinya banyak pendaki tidak menyadari, kalau tebing cadas berwarna hitam di dekat puncak Ciremai itu, menjadi akhir perjalanan dua pesawat latih Cessna. Total enam awak pesawat tewas pada dua kejadian berselang delapan tahun tersebut. Pesawat mereka hancur setelah menabrak tebing.

Mengunjungi Tebing Kawah Burung, Lokasi Jatuhnya Dua Pesawat Cessna (1)
Kawah Burung terlihat dari bukit yang mengarah ke puncak/Mochamad Rona Anggie

Pemberitaan Pesawat Menabrak Tebing

Mengutip laman detikJabar (29/5/2024), serpihan pesawat yang ditemukan ternyata milik Cessna C-172 Skyhawk. Pesawat jatuh di Kawah Burung, kawasan Gunung Ciremai, Majalengka. Menewaskan tiga penumpangnya.

“Warga menemukan serpihan pesawat itu di Kawah Burung,” kata petugas Polsek Argapura, Briptu Akbar, seperti diwartakan detik.com (28 November 2011). Kabid Humas Polda Jabar AKBP Martinus Sitompul menguatkan keterangan ini sehari setelahnya, “Pesawat diduga menabrak tebing di sekitar Kawah Burung di Ciremai.”

Peristiwa serupa pernah pula menimpa pesawat latih Cessna 172 PK-DCM yang jatuh di Kawah Burung, 6 Februari 2003, sebagaimana diinfokan akun X @ciremai_gunung. Pesawat mengudara dari Semarang menuju Jakarta dengan tiga awak. Mereka dinyatakan meninggal setelah helikopter penolong mengamati puing-puingnya di sekitaran Kawah Burung pada 17 Februari 2003.

Warga Menyebut Kawah Burung Angker

Walau baru belakangan populer di kalangan pendaki, keberadaan Kawah Burung sudah diketahui warga lokal secara turun-temurun. Terutama penduduk Desa Payung, Kecamatan Rajagaluh, serta Desa Argalingga dan Desa Cikaracak, Kecamatan Argalingga, yang berada di kaki gunung. 

Kiriman berita radarmajalengka.com (2/7/2022) mengungkapkan, asal usul Kawah Burung kerap dikaitkan dengan beragam kejadian mistis. Termasuk penemuan bangkai pesawat Cessna 172 tahun 2011. 

Kawah Burung adalah istilah orang Sunda untuk menyebut kawah gunung yang sudah tidak aktif lagi. Kawah ini diprediksi sebagai puncak Gunung Ciremai purba. Di sekitar kawasan adalah hutan belantara yang disesaki pepohonan dan semak belukar. 

Warga setempat menceritakan kembali kejadian itu. “Berhari-hari petugas gabungan mencari titik jatuhnya pesawat. Tapi nihil,” kata Yono (55). Menurutnya, reruntuhan pesawat disembunyikan oleh “anu ngageugeuh” (yang bersemayam, red.) di Kawah Burung. Meski semua area telah disisir, secuil serpihan pun tak ditemukan. 

“Tim bermunajat kepada Allah, terbukalah lokasi jatuh pesawat. Anehnya, posisi bangkai pesawat tak jauh dari camp petugas gabungan. Padahal berhari-hari mereka hilir mudik di situ,” kenang Yono. 

Penduduk lokal masih ada yang meyakini Kawah Burung punya medan magnet dan gas beracun berbahaya bagi apa pun yang mendekat, termasuk pesawat terbang. Di sana terdapat hutan larangan yang terkenal angker, karena dulunya menjadi tempat pembuangan orang tak dikenal. Mereka yang dibuang itu diperkirakan tewas karena kelaparan atau dimangsa hewan buas. “Tak heran, arwahnya penasaran,” tambah Yono. 

Kenangan Mendaki Ciremai via Sadarehe

Kecelakaan dua pesawat latih Cessna tersebut membuat nama Kawah Burung dan tebing di atasnya lebih dikenal luas. Padahal sebelumnya tak pernah didengar pencinta alam yang sering mengunjungi Gunung Ciremai.

Saya dan tiga anak lanang menjajal rute ini, 5–6 November 2022. Selang 71 hari usai seremonial gunting pita penamaan jalur Trisakti Sadarehe oleh anggota DPR RI Sutrisno, yang juga mantan Bupati Majalengka dua periode (2008–2018).

Tak mudah mencapai basecamp pendakian di blok Kebon Raja. Dari arah Cirebon–Majalengka, pengendara diarahkan peta digital belok ke Terminal Rajagaluh lantas menanjak jauh menembus perkampungan penduduk. Kemudian melewati hutan hingga tiba di area perkebunan sayur nan luas serta beberapa peternakan domba. 

Jalannya rusak parah, tak beraspal. Medan bebatuan membuat penumpang terguncang-guncang. Sungguh, tidak nyaman! Hampir dua jam perjalanan dari kediaman kami di Kota Cirebon sampai ke sana. Tapi sekarang, pengunjung mengurus registrasi dan parkir kendaraan di balai desa terdekat. Selanjutnya mereka diangkut mobil pikap ke titik awal pendakian.

TNGC mempromosikan Sadarehe sebagai jalur pendakian premium. Tiket masuk lebih mahal dibanding empat rute resmi yang sudah terlebih dahulu ada. Pengelola “menjual” kecantikan padang edelweis dan savana Kawah Burung sebagai pembeda dari jalur lainnya. 

Pendaki dikenai tarif Rp150.000 untuk biaya Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI), sertifikat, cek kesehatan, makan sebelum dan setelah pendakian, air 10 liter di Pos 6, serta dua ranger pendamping. Info terbaru dari akun Instagram @ciremai_via_sadarehe, kini tiket masuk mengalami penyesuaian setelah ada ketentuan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kebutuhan porter dan pemandu dihitung terpisah. 

Mengunjungi Tebing Kawah Burung, Lokasi Jatuhnya Dua Pesawat Cessna (1)
Gelang ungu pendaki jalur Sadarehe/Mochamad Rona Anggie

Waktu kami ke sana, karena petugas medis absen dan makan belum tersedia, karcis dikorting menjadi Rp100.000. Saya membayar Rp400.000 untuk empat orang. Kami diberi gelang khusus berwarna ungu, penanda identitas pendaki legal.

Pendakian dimulai pukul 09.30 WIB. Dua pemuda yang mengurusi pendaftaran di base camp Kebon Raja, Ade (20) dan Arif (19), didaulat sebagai pendamping. Kami jalan duluan, mereka menyusul.

Pikir saya, “Hah? Naik gunung mesti dikawal ranger?” Ini pengalaman pertama. Entah bagaimana suasana perjalanan nanti. Atau anggap saja bertemu rekan pendaki lain, kemudian naik bareng. Ya, sudah, dinikmati saja. Toh, mereka juga menjalankan tugas resmi. Memastikan keselamatan pendaki yang sudah jauh-jauh datang.

(Bersambung)


Referensi:

Darmawan, E. D. (2024, 29 Mei). Mengenang Jatuhnya Pesawat Cessna Skyhawk di Atap Tertinggi Jabar. detikJabar, https://www.detik.com/jabar/cirebon-raya/d-7358008/mengenang-jatuhnya-pesawat-cessna-skyhawk-di-atap-tertinggi-jabar. Diakses pada 5 Mei 2025. 
Radar Majalengka. (2022, 2 Juli). Kawah Burung Gunung Ciremai yang Penuh Misteri dan Kisah Bangkai Pesawat Cessna. radarmajalengka, https://radarmajalengka.disway.id/read/584359/kawah-burung-gunung-ciremai-yang-penuh-misteri-dan-kisah-bangkai-pesawat-cessna. Diakses pada 5 Mei 2025.

Foto sampul: Pendaki memasuki area hutan mati mendekati tebing cadas, menjelang puncak Ciremai jalur Sadarehe, 6 November 2022 (Mochamad Rona Anggie)


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Mochamad Rona Anggie

Mochamad Rona Anggie tinggal di Kota Cirebon. Mendaki gunung sejak 2001. Tak bosan memanggul carrier. Ayah anak kembar dan tiga adiknya.

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Worth reading...
    Mendaki Ciremai di Akhir Pekan, Banyak Pendaki Wangi dan Tektok