Hanya punya waktu sebentar di Pariaman? Singgahlah ke Pulau Angso Duo! Salah satu pulau yang terhampar di kawasan Pantai Gandoriah, Kelurahan Pasir, Kecamatan Pariaman Tengah, Kota Pariaman, Sumatra Barat ini menawarkan wisata bahari dan sejarah unik yang bisa dinikmati dalam sehari.

Usai menghadiri acara di Kota Padang, saya menemui Ratih di Stasiun Simpang Haru. Sahabat semasa kuliah di Solo ini mengajak saya liburan ke Pariaman, kota kelahirannya. Rencananya kami akan mengunjungi Pulau Angso Duo yang terkenal dengan panorama alamnya itu. 

Perjalanan dari Kota Padang menuju Pariaman menggunakan kereta membutuhkan waktu sekitar dua jam. Tiba di Stasiun Pariaman, kami berjalan kaki menuju arah Pantai Gandoriah. Di pantai terdapat perahu-perahu yang menjadi moda transportasi menuju Pulau Angso Duo. Jarak antara kedua tempat ini hanya sekitar dua kilometer saja, sehingga keberadaan Pulau Angso Duo terlihat jelas dari bibir pantai.  

Perjalanan Sehari Keliling Pulau Angso Duo
Perahu-perahu yang bersandar di Pantai Gandoriah, siap mengantar wisatawan ke Pulau Angso Duo/Laily Nihayati

Menyeberang ke Angso Duo

Harga sewa perahu per penumpang Rp50.000 pergi-pulang, sudah termasuk tiket masuk Pulau Angso Duo. Satu perahu muat untuk enam orang penumpang.

Setelah membayar tiket, kami dan penumpang lainnya bergegas naik perahu. Saat mesin perahu dinyalakan, semua penumpang sudah duduk di bangku dan siap berangkat menuju Pulau Angso Duo.

Perahu pun bergerak pelan meninggalkan dermaga pantai. Musik Minangkabau mulai mengalun, iramanya yang rancak membuat hati semakin semarak. Sepanjang perjalanan kami terhibur dengan keindahan pemandangan laut yang biru, diiringi perahu-perahu kecil yang berlalu-lalang. 

Tanpa terasa 20 menit telah berlalu, perahu kami akhirnya merapat ke pulau cantik berhias pohon-pohon nyiur. Penumpang sudah tidak sabar turun dari perahu demi melihat pasir putih dan jernihnya air di Pulau Angso Duo. 

Saya pun turun. Begitu menjejakkan kaki di air laut yang dangkal, tampak ikan-ikan kecil menari kian kemari seolah menyambut kedatangan kami. Ratih langsung menggandeng tangan saya dan mengajak berlari menuju jembatan yang menghubungkan ke pintu gerbang Pulau Angso Duo. 

Kami berfoto sejenak di bawah tulisan Angso Duo, sebelum melangkahkan kaki memasuki areal pulau. Ratih menginformasikan, pulau ini memiliki luas keseluruhan sekitar 5,13 hektare, dengan 1,25 hektar di antaranya berupa hamparan pasir putih yang lembut. Angso Duo juga sering dijuluki Pulau Harapan. Mitosnya, siapa pun yang berhasil mengelilingi pulau ini bakal terkabul harapannya. Saya semakin tidak sabar untuk segera menjelajahinya. 

  • Perjalanan Sehari Keliling Pulau Angso Duo
  • Perjalanan Sehari Keliling Pulau Angso Duo

Jejak Ulama Syekh Katik Sangko di Pulau Angso Duo

Kami berjalan menelusuri jalan setapak. Di kanan dan kiri terdapat pohon-pohon yang meneduhi perjalanan. Sekitar 50 meter, langkah kami terhenti di depan makam yang panjangnya mencapai 4,5 meter. Saya bertanya-tanya dalam hati, berapakah tinggi orang yang dimakamkan di sini hingga makamnya begitu panjang? 

Petugas penjaga Pulau Angso Duo, Samsul Bahri, menjawab rasa penasaran saya. Dia bilang, makam panjang tersebut adalah tempat peristirahatan terakhir Syekh Katik Sangko dan istrinya. 

Samsul Bahri lalu menceritakan sosok Syekh Katik Sangko, yang merupakan kerabat sekaligus pengawal dari Syekh Burhanuddin Ulakan, seorang ulama legendaris asal Pariaman. Nama Syekh Burhanuddin dikenal sebagai penyebar tarekat Syattariyah yang sangat berpengaruh di daerah Minangkabau. Mengutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Syekh Burhanuddin lahir pada 1646 dengan nama Pono. Ibunya bernama Nili, bersuku Guci, sedangkan ayahnya bernama Pampak dari suku Koto. Ia lahir di wilayah Pariangan, dekat Kota Padang Panjang, dan besar di wilayah Sintuk, Lubuk Alung, pesisir Sumatra Barat.

Masa kecil Pono belum banyak mengenal ajaran Islam, lantaran mayoritas masyarakat pesisir Sumatra Barat saat itu masih menganut agama Hindu dan Buddha. Ketertarikan Pono pada agama Islam bermula ketika ia diajak ayahnya berniaga dengan pedagang muslim Gujarat.

Ketika beranjak dewasa, Pono memutuskan untuk menjadi mualaf dan berniat mendalami agama Islam. Pedagang Gujarat tersebut menyarankan dia untuk merantau dan berguru  kepada Syekh Abdurrauf Singkil, seorang mufti berpengaruh di Kerajaan Aceh. 

Pono lantas mengajak Katik Sangko berlayar menuju Aceh dan bertemu dengan Syekh Abdurrauf Singkil. Di sanalah mereka diajarkan tentang Alquran,  hadis, bahasa Arab, tafsir,  fikih, tauhid, akhlak, dan tasawuf. Mereka juga mempelajari tarekat Syattariyah dari Syekh Abdurrauf Singkil. Ulama inilah yang kemudian memberikan gelar Syekh Burhanuddin pada Pono.

Perjalanan Sehari Keliling Pulau Angso Duo
Cungkup makam Syekh Katik Sangko/Laily Nihayati

Setelah 10 tahun menuntut ilmu, Syekh Burhanuddin dan Katik Sangko memutuskan kembali ke Minangkabau untuk berdakwah, menyebarkan apa yang mereka pelajari selama di Aceh kepada masyarakat. Selain menjadi ulama, mereka juga turut berjuang melawan penjajahan Belanda (VOC). Syekh Burhanuddin dan Katik Sangko bahu-membahu membantu Kerajaan Pagaruyung yang terlibat konflik dengan Belanda. 

Semasa hidup mereka, Pulau Angso Duo kerap menjadi markas, tempat berteduh, dan bermusyawarah dalam menyebarkan ajaran Islam serta mengatur siasat menghadapi penjajah Belanda. Konon penamaan pulau ini juga terinspirasi dari kedua tokoh tersebut. Saat berdakwah, Syekh Katik Sangko dan Syekh Burhanuddin kerap mengenakan jubah putih panjang, yang apabila tertiup angin akan melambai serupa kepak angsa dari kejauhan. Gambaran dua angsa atau “angso duo” dalam bahasa Minang inilah yang dijadikan nama pulau. Jika Syekh Katik Sangko dimakamkan di Angso Duo, Syekh Burhanuddin yang meninggal pada 20 Juni 1704 (usia 58 tahun) dimakamkan di daerah Ulakan, dekat dengan surau miliknya.

Hingga kini, banyak orang dari berbagai kota yang datang untuk berziarah ke makam Syekh Katik Sangko sekaligus rekreasi. Terlebih, sejak tahun 2022, gubernur dan wakil gubernur Sumatra Barat menetapkan Pulau Angso Duo sebagai Daya Tarik Wisata Unggulan (DTWU). Penetapan ini menjadi bagian program dari pencanangan Visit Beautiful West Sumatra 2023, sehingga Pulau Angso Duo terus dikembangkan agar lebih menarik dengan fasilitas yang lebih lengkap. Contohnya, pembangunan penginapan.

Perjalanan Sehari Keliling Pulau Angso Duo
Surau yang dibangun untuk mengenang jasa ulama sekaligus panglima perang Katik Sangko/Laily Nihayati

Sumur Bertuah Berusia Ratusan Tahun

Tak jauh dari makam, terdapat surau yang didirikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pariaman untuk tempat beribadah bagi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Angso Duo. Kami pun menyempatkan salat Zuhur di surau Katik Sangko yang berbentuk rumah panggung itu.

Selepas salat, Ratih mengajak saya menengok sumur tua yang disebut-sebut bertuah oleh masyarakat setempat. Sumur yang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda ini memiliki kedalaman sekitar dua meter. Demi keamanan dan keselamatan pengunjung, di sekeliling sumur diberi pagar.

Air dari sumur tua tersebut dipercaya bisa mengobati berbagai penyakit. Meskipun belum ada penelitian mengenai kandungan air sumur dan kemanjuran khasiatnya, banyak peziarah yang penasaran mencobanya. Samsul Bahri menceritakan, pernah ada pengunjung dari Sumatra Utara yang mengambil air sumur untuk membantu pengobatan lumpuh dan rematik. 

“Apakah benar-benar mujarab, saya juga tidak tahu,” ungkapnya.

Perjalanan Sehari Keliling Pulau Angso Duo
Sumur tua yang dipercaya bertuah oleh masyarakat/Laily Nihayati

Menikmati Keseruan Wisata Bahari

Kami meneruskan perjalanan menyigi sisi-sisi lain Pulau Angso Duo. Karena perut sudah keroncongan, saya dan Ratih memutuskan untuk mencari kedai. Ada banyak pilihan makanan. Kami memilih menu hidangan laut dan segelas kelapa muda yang menyegarkan. Usai urusan perut beres, kami mengabadikan momen liburan di studio foto alam yang menyediakan lokasi-lokasi menarik.

Hari pun beranjak senja. Sembari menunggu perahu menjemput, kami menjajal keseruan bermain banana boat dan jet-ski. Tidak hanya wahana itu saja yang bisa dinikmati. Beberapa wisatawan ada juga yang asyik snorkeling, berenang, berkeliling pulau, atau sekadar bermain ayunan di tepi pantai. Segala aktivitas bisa dilakukan selama jam operasional pulau, yaitu pada pukul 08.00 sampai dengan 17.00 WIB.

Tatkala mentari perlahan menuju peraduannya, kami bergegas pulang. Kembali ke Pariaman membawa kenangan berkesan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar