Jakarta punya segudang cerita. Sebagai kota metropolitan, beribu fenomena bisa ditemukan di Jakarta. Sayangnya, karena metropolisnya Jakarta pula, kehidupan Jakarta terasa membosankan dan menjemukan. Sudah sejak lama, citra negatif seperti macet dilekatkan pada Jakarta. Kenyataan ini sulit dibantah, apalagi jika melihat warga Jakarta yang berbondong-bondong keluar Jakarta tiap musim liburan. 

Tidak salah jika cara untuk mengisahkan keseharian dengan menarik adalah melalui karikatur. Wagiono Sunarto dalam buku Perang Karikatur: Mengangkat dan Menjatuhkan Soekarno Tinjauan Sejarah 1959-1967 (2013), mengartikan karikatur sebagai ungkapan visual tentang keadaan masyarakat yang melebih-lebihkan salah satu karakteristiknya dan umumnya untuk menyindir. Penggambaran Jakarta melalui karikatur ini dapat dilihat dari karya-karya Benny Rachmadi dan Muh. ”Mice” Misrad alias Benny dan Mice.

Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta
Sampul depan buku Roikan. Buku ini merupakan karya terpilih dalam program Akuisisi Pengetahuan Lokal BRIN/Karunia Haganta

Angkutan Umum dalam Karikatur

Buku Angkutan Umum dan Gaya Hidup: Etnografi Semiotika Kartun Lagak Jakarta Karya Benny Rachmadi Edisi Transportasi (2021) yang ditulis Roikan ini menganalisis penjelajahan yang dilakukan oleh Benny melalui karikaturnya, terutama dalam Lagak Jakarta: Transportasi (1997). Uniknya, Roikan menggunakan autoetnografi untuk menuliskan telaahnya. Autoetnografi adalah cara penulisan etnografi yang menggunakan pengalaman personal untuk memeriksa, mengkritisi fenomena kultural dalam lingkup yang lebih luas (hal. 18). 

Alhasil, kita dibawa menjelajahi pengalaman Roikan mengeksplorasi penjelajahan dalam karikatur Benny dan Mice. Penulisan ini diawali dengan pengalaman Roikan menumpangi bus-bus di Yogyakarta. Menurut Roikan, aspek keseharian ini adalah bagian dari proses kreatif, apalagi bagi seniman. Proses kreatif melalui perjalanan ini yang juga mendorong Roikan untuk melihat kreasi tentang perjalanan transportasi umum, seperti yang dibuat Benny Rachmadi.

Lagak Jakarta: Transportasi memang disusun sendiri oleh Benny, setelah Lagak Jakarta: Trend dan Perilaku (1997) disusun oleh Mice. Beberapa karakter yang ditampilkan di antaranya tukang bajaj, ibu dan anak, tukang tidur dalam bus, dan Benny sendiri. Benny menganggap bahwa karakternya hadir bukan sebagai bentuk narsisme, melainkan pelengkap penderita. Transportasi umum lain juga ada, kecuali KRL. Alasannya adalah KRL saat itu belum tersebar dengan jalur yang “di situ-situ aja” (hal. 40).

Walaupun judul edisinya “Transportasi”, Roikan melihat karikatur ini menggambarkan keseharian warga Jakarta bukan hanya di transportasi umum, melainkan aspek kehidupan lain yang berkaitan dengannya. Kutipan wawancara dengan informan bernama Rendra menggambarkannya secara tepat, “masuk jam delapan berangkat jam enam, artinya ada persiapan dua jam dan itu juga tercatat dalam kartun Lagak Jakarta itu, digambarkan macetnya Jakarta terus, dan kekerasan yang ada di sana” (hal. 51). 

Pasalnya, sebagai “kota yang tidak pernah mati”, mobilitas transportasi umumlah yang menghidupkan Jakarta. Pilihan transportasi umum di Jakarta juga sangat beragam dan terkadang untuk pergi ke suatu tempat, seseorang memang harus menggunakan beragam moda transportasi umum. Roikan menjelaskan bahwa Benny menggambarkan masing-masing jenis transportasi umum, seperti ojek, bajaj, maupun bus berdasarkan karakteristik kendaraannya, pengemudinya, penumpangnya, atau keluh kesah mereka. 

Masing-masing moda transportasi memiliki cerita uniknya. Contohnya, pengalaman salah antar yang dialami Roikan saat menggunakan jasa tukang ojek (hal. 64). Ini karena ojek tidak punya trayek, tetapi berdasarkan tujuan yang disebutkan penumpang. Alhasil, karena salah mendengar tujuan, tukang ojek jadi salah mengantarkan. 

Hal serupa bisa dialami juga ketika menaiki bajaj. Bukan karena bajaj tidak memiliki trayek atau salah dengar, melainkan karena supir bajaj kerap merupakan perantau yang baru sampai di Jakarta dan belum mengenali daerah sekitarnya (hal. 83). Setiap kisah unik transportasi umum ini oleh Roikan dipadukan antara pengalaman pribadi, wawancara informan, dan dengan karikatur Benny.

Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta
Beberapa contoh kreatif penggambaran karakter dalam komik Benny yang diulas oleh Roikan/Karunia Haganta

Angkutan yang Bergerak, Kisah yang Berserak

Ini membuktikan bahwa transportasi umum bukan hanya sarana mobilitas. Ada banyak cerita, termasuk interaksi orang-orang di dalamnya, mulai dari pengemudi dengan penumpang, antarpenumpang maupun antarpengemudi, yang telah dikemas dalam karikatur Benny. Terkadang interaksi ini terjadi tidak hanya dalam transportasi umum, tetapi juga lokasi lain, seperti pangkalan ojek. Sebab, transportasi umum tidak hanya berisikan orang-orang yang ingin bepergian, tetapi juga mencari nafkah dari transportasi umum itu. 

Tidak hanya sopir, tetapi juga kondektur dan kernet yang membantu sopir. Ada pula yang turut mencari nafkah di dalam transportasi umum, seperti pengamen, pedagang asongan, atau bahkan yang cenderung negatif seperti pengemis dan pencopet. Semuanya punya cerita masing-masing dan saling membentuk perjalanan setiap orang saat menggunakan transportasi umum.

Tidak salah jika Roikan akhirnya membedah masyarakat dan gaya hidup metropolitan setelah bercerita mengenai transportasi umum. Kutipan wawancara dari informan bernama Irmayanti berikut menjelaskan alasannya: “Mobilitas masyarakat metropolitan tinggi sekali… di situ kan digambarin dari anak-anak, ibu-ibu… ibu-ibunya pun mulai sing dandan rapi sampek sing gawe kebaya segala macem itu menggunakan transportasi Jakarta, jadi seandainya transportasi diilangin yo mati… mati wong Jakarta kebosanan gak bisa ke mana-mana,” (hal. 224). 

Tangkapan layar buku Roikan tentang taksonomi angkutan umum Kota Jakarta (kiri) dan dokumentasi pribadi Roikan saat memotret pengamen bus/Karunia Haganta

Transportasi umum adalah bagian penting gaya hidup metropolitan warganya. Namun, seperti karikatur Benny, transportasi umum juga menjadi tempat warga Jakarta menunjukkan gaya hidupnya, dari pakaian yang digunakan, moda transportasi yang dipilih, sampai dengan komunikasi yang terjadi.

Dalam pandangan saya, buku ini menarik karena mengangkat dua hal yang selama ini kurang diberi perhatian. Pertama, komik yang—sebagai media hiburan—dianggap kurang serius, apalagi untuk dikaji secara ilmiah. Kedua, keseharian warga Jakarta dan transportasi umum yang dianggap membosankan dan terlalu menjemukan untuk dibahas. Penyajian yang dilakukan Roikan dengan turut menuturkan pengalaman pribadinya membuat kedua hal tersebut jadi makin menarik.

Pembaca disuguhkan banyak lapis perjalanan yang mungkin bagi sebagian pembaca juga akan merasa dekat dengan apa yang dikisahkan. Apalagi, buku ini sebenarnya diangkat dari skripsi penulis yang disusun pada 2007. Alhasil, pembaca disuguhkan tidak hanya kisah tentang transportasi umum, tetapi juga nostalgia melalui cerita pengalaman, catatan lapangan, serta foto-foto dari masa itu.

Buku ini, akhirnya, menjadi “artefak” dari perjalanan sejarah transportasi umum di Jakarta itu sendiri, yang bisa pembaca nikmati sekian tahun berselang. Terlebih dengan banyaknya perubahan moda transportasi di Jakarta dan status Jakarta yang sudah tidak lagi menjadi ibu kota negara. Buku ini juga dapat diunduh gratis melalui situs penerbitnya di tautan LIPI Press (sekarang Penerbit BRIN).


Judul buku: Angkutan Umum dan Gaya Hidup: Etnografi Semiotika Kartun Lagak Jakarta Karya Benny Rachmadi Edisi Transportasi
Penulis: Roikan
Penerbit: LIPI Press
Cetakan: Pertama, Desember 2021
Tebal: xxviii + 264 hlm.
ISBN: 978-602-496-292-0

Foto sampul: Tangkapan layar salah satu potret karikatur karya Benny Rachmadi dengan judul “Derita Naik Ojek 1” dalam Lagak Jakarta: Transportasi


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar