Tulisan ini kolaborasi antara Sahabat Ransel dan TelusuRI


Kasada adalah salah satu upacara adat suku Tengger yang bermukim di sekitar Bromo. Tengger sendiri konon akronim dari Rara Anteng dan Jaka Seger, dua tokoh legendaris yang menjadi simbol kekuatan cinta. Upacara Kasada atau Yajña Kasada (baca: yajnya kasada) yang dilaksanakan setiap bulan Kasada merupakan penghormatan untuk Raden Kusuma, anak dari dua tokoh tersebut yang rela jadi martir bagi rakyat Tengger agar jadi makmur seperti sekarang.

Yajña berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti pengorbanan suci, sementara Kasada merupakan nama salah satu bulan dalam penanggalan Hindu yang digunakan oleh masyarakat Tengger. Jadi Yajña Kasada adalah pengorbanan suci yang dilakukan di bulan Kasada.

Eksotika Bromo 2017, Acara Pra-Kasada Perdana

Yajña Kasada tahun 2017 ini berbeda. Biasanya hanya ada ritual adat saja. Sekarang ada acara pembukaan atau pra-Kasada. Acara yang diberi nama “Eksotika Bromo 2017” itu diadakan tanggal 7-8 Juli 2017 di Lautan Pasir Kasiah. Tema yang diangkat: “Penghargaan Akan Hidup, Penghargaan Akan Alam yang Menghidupi.” Meskipun baru terlaksana tahun ini, sebenarnya ide tentang pra-Kasada sudah lama digagas oleh masyarakat Tengger.

eksotika bromo 2017
Bupati Probolinggo Hj. Puput Tantriana Sari via sahabatransel.com

Eksotika Bromo 2017 dibuka dengan penampilan perkusi dari Ul Daul Madura yang riuh, dilanjutkan Jaranan Slining dari Lumajang, disambung semangatnya Jegog Suwar Agung dari Jembrana Bali, kemudian ada Tari Mahameru dari Lumajang.

Acara pembukaan ditutup dengan menakjubkan oleh Sendratari Kidung Tengger yang menceritakan kisah pengorbanan Raden Kusuma. Sendratari Kidung Tengger diikuti oleh berbagai kalangan: beberapa mahasiswa dari Surabaya, para wiyaga¹ kontemporer, siswa SD di Tengger, dan masih banyak lagi. Pertunjukan itu diselingi pembacaan puisi “Kusuma” oleh Ayushita, salah seorang aktris Ibukota.

Meski Eksotika Bromo baru pertama kali dilaksanakan, tamu-tamu undangan terlihat begitu antusias. Ada Bupati Probolinggo Hj. Puput Tantriana Sari, rombongan Kementerian Lingkungan Hidup RI, tokoh pendidikan RI Wardiman Djojonegoro, serta rombongan dari Bank Jatim sebagai sponsor utama acara.

Eksotika Bromo 2017 hari kedua juga dibuka oleh Ul Daul Madura. Setelahnya, kelompok penari dari Gowa membawakan tarian Pepe Pepe Bainea Ri yang sedikit menegangkan. Para penarinya membawa obor dan memainkan api dengan cara menjilatkannya tanpa ragu ke tubuh. Terakhir, mereka menyemburkan api dari mulut.

eksotika bromo 2017
Pertujukan kesenian tradisional di Eksotika Bromo 2017 via sahabatransel.com

Ketegangan ini diredakan oleh keriuhan Jegog Suwar Agung dan pertunjukan reog dari Sanggar Kridha Taruna SMAN 2 Ponorogo. Sendratari Kidung Tengger kali ini juga menjadi penutup. Namun, pada malam kedua puisi “Kusuma” dibacakan oleh pemain teater kondang, Ine Febriyanti, yang membacakannya dengan lebih mantap dan lebih hidup.

Acara di Agrowisata Stroberi Desa Jetak

Malam hari kedua Eksotika Bromo 2017 sebuah acara digelar di Agrowisata Stroberi Desa Jetak. Rangkaian acara itu dibuka dengan Singo Wulung dan Jaranan dari Desa Jetak yang berbeda dari Singo Wulung Bondowoso. Jika di Bondowoso Singo Wulung beraksi meloncat ke dalam lingkaran api, di sini hanya menari saja sesuai musik yang mengiringi.

Kemudian Jatiswara Surabaya tampil membawakan musik bernuansa Jawa lengkap dengan tetabuhan, yang ternyata merupakan selawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Jawa. Perpaduan yang apik sekali. Mau tak mau pikiran kita terbang ke Sunan Kalijaga yang menyebarkan agama Islam di Jawa dengan cara memasukkan napas-napas Islam ke dalam tradisi turun-temurun masyarakat Jawa—bukan dengan kekerasan dan penolakan. Jatiswara sendiri merupakan nama lain dari Syekh Ibrahim Asmoroqondi, salah satu wali penyebar Islam di daerah Surabaya.

event bulan juni 2018
Tari “Pepe Pepe Bainea Ri” dari Gowa via sahabatransel.com

Acara ini diakhiri dengan penampilan Jaranan Campursari oleh para pemuda dari Desa Jetak. Uniknya, mereka menjaran dengan gagah namun gemulai. Jaranan Desa Jetak juga berbeda dari jaranan biasanya. Penarinya tidak terlalu menghentak-hentak, lebih mirip permainan tradisional. Di tengah-tengah penampilan, penonton dikagetkan oleh kemunculan kerbau hitam besar yang sedang mengamuk. Tapi, jangan khawatir, sebab itu bukan kerbau sungguhan melainkan kerbau-kerbauan yang dikendalikan oleh dua orang.

Puncak Upacara Yajña Kasada

Upacara Yajña Kasada dimulai sekitar pukul 3 dini hari di Mandala Utama atau bagian paling dalam dan paling utama dari Pura Luhur Poten. Kasada dibuka dengan pembacaan sejarah suku Tengger menggunakan bahasa Tengger di Bangunan Sakepat (bangunan tiang empat), diikuti dengan pembacaan doa oleh para dukun pandita selama beberapa menit, kemudian disambung dengan pembacaan mantra.

Sebenarnya setiap Yajña Kasada juga diadakan pengangkatan dukun pandita baru yang sebelumnya sudah diuji. Salah satu ujiannya adalah menghafalkan dua bait mantra dengan tidak boleh salah maupun terputus. Tapi, karena di Kasada kali ini tidak ada dukun pandita baru yang diangkat, mantra hanya dibacakan oleh salah seorang dukun pandita yang sudah lama berkarya.

Ritual ini juga berfungsi untuk mendoakan sesaji yang akan dilarungkan ke kawah Gunung Bromo supaya diterima oleh Dewa sehingga masyarakat Tengger diberikan kemakmuran. Sesaji ini disebut ongkek karena dibentuk dari bambu yang dilengkungkan layaknya pikulan penjaja sate.

eksotika bromo 2017
Salah seorang dukun pandita sedang membacakan sejarah Tengger via sahabatransel.com

Sesaji ongkek dibuat oleh sesepuh desa. Isinya sudah diatur oleh adat: bunga kumitir, bunga tanalayu, bunga waluh, kentang 10 biji, kubis 2 bungkul, kacang-kacangan, daun pakis, daun beringin, daun telotok, daun tebu 2 pucuk, jantung pisang 2 biji, buah pare 2 biji, dan buah pisang 2 sisir. Sesaji juga ada yang berasal dari perorangan, biasanya berupa kemenyan, kembang rampai, hewan ternak, dan hasil bumi.

Di ritual adat Yajña Kasada turis dan pendatang tidak dilarang untuk ikut serta. Bahkan, para awak media dan fotografer diperbolehkan untuk mengabadikan momen-momen Kasada. Namun, ada beberapa titik yang memang harus steril, yakni bangunan pemujaan atau padmasana. Daerah tersebut diberi batas jelas menggunakan kain putih panjang supaya tidak ada yang salah masuk sehingga mengganggu pelaksanaan upacara.

Melarung Sesaji ke Kawah Bromo

Ritual di Pura Luhur Poten selesai menjelang subuh. Dipimpin oleh para dukun pandita, masyarakat Tengger yang membawa sesaji serta para pengunjung segera menuju ke kawah Gunung Bromo. Setiba di titik tertinggi di bibir kawah, sesaji-sesaji dipersembahkan dengan cara dilempar ke tengah kaldera. Masyarakat Tengger biasa menyebut ritual ini sebagai larung sesaji.

eksotika bromo 2017
Menanti sesaji yang dilarung via sahabatransel.com

Bibir kawah Bromo jadi penuh manusia. Jadi, kamu harus berhati-hati supaya tidak terperosok ke kawah atau ke lereng gunung karena pijakan hanya selebar 2-3 meter. Uniknya, ternyata sesaji yang dilempar ke kawah tidak nyemplung begitu saja karena di bawah sana sudah ada yang stand by untuk menangkapnya. Mereka rela turun hingga sisi dalam kawah yang mengepulkan solfatara demi menangkap sesaji-sesaji itu untuk dibawa pulang. Pelarungan sesaji akan berlangsung sehari penuh.

Kasada 2017 ini memberikan beberapa pelajaran berharga. Pertama, “keramahan” alam sesungguhnya bergantung pada manusia. Alam memberikan timbal-balik dari apa yang mereka terima. Jika kita ingin alam bermurah hati, kita juga mesti bermurah hati pada alam. Kedua, Bhinneka Tunggal Ika sebenarnya sudah lama hidup dalam alam pikir masyarakat Indonesia jauh sebelum diformulasikan oleh para pendiri bangsa. Toleransi dan harmoni adalah pengejawantahan dari Bhinneka Tunggal Ika.


[1] Wiyaga adalah penabuh gamelan—ed.

Tinggalkan Komentar