Gunung Marapi, di Sumatra Barat, erupsi pada Minggu lalu (03/12/2023). Sekurangnya 75 pendaki dilaporkan terjebak saat erupsi terjadi. Berdasarkan keterangan resmi otoritas berwenang, yang dikutip sejumlah media nasional, hingga Rabu (60/12/2023) petang, sebanyak 23 pendaki tewas.

Sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia (06/12/2023), Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumatera Barat, Komisaris Besar Polisi Lisda Cancer, menyampaikan hampir semua korban erupsi Gunung Marapi yang meninggal maupun selamat mengalami luka bakar pada tubuhnya.

Pelajaran apa yang dapat kita petik dari tragedi erupsi Gunung Marapi ini?

Prioritas keamanan umum

Ditilik dari manfaat pribadi, melakukan aktivitas wisata sesungguhnya bukan sekadar bersenang-senang semata, tetapi juga berguna bagi pengembangan diri. Setidaknya dengan melakukan perjalanan wisata, termasuk wisata pendakian gunung, selain dapat semakin mengenal diri kita, menambah percaya diri, meningkatkan kemandirian serta tanggungjawab dan memperluas wawasan, juga membuat diri kita semakin toleran dan terbuka.

Sebagai warga Indonesia, tentu saja kita semestinya bersyukur telah dianugerahi negara yang memiliki ribuan pulau dengan beragam suku bangsa, panorama alam, serta aneka seni dan budaya yang sangat beragam. 

Di satu sisi, ini menjadi modal berharga bagi pengembangan industri pariwisata kita. Di sisi lain, ini juga menjadi peluang bagi kita untuk dapat mengenal lebih jauh lagi tentang negara kita tercinta sehingga dapat ikut meningkatkan wawasan kebangsaan diri kita.

Namun demikian, apapun jenis perjalanan wisata yang ditawarkan dan menjadi pilihan kita, aspek keamanan dan keselamatan harus selalu menjadi prioritas utama. Setiap pengelola destinasi wisata maupun wisatawan seyogianya senantiasa menempatkan aspek keamanan dan keselamatan di urutan pertama.

Khusus dalam konteks pengelolaan destinasi wisata, ada beberapa hal yang wajib menjadi perhatian para pengelola destinasi wisata terkait dengan aspek keamanan dan keselamatan ini.

Pertama, keamanan dan keselamatan umum. Ini adalah prosedur dan sistem yang secara umum dapat diandalkan untuk menjaga keamanan dan keselamatan publik, termasuk keamanan dan keselamatan para wisatawan. Elemen-elemen dari keamanan umum ini, antara lain penerangan yang memadai di sekitar area wisata, penyediaan papan petunjuk serta peringatan yang jelas dan mudah dimengerti, keberadaan perangkat kamera pengawas, adanya para petugas keamanan yang berpatroli secara teratur, baik dengan seragam resmi maupun dengan pakaian preman, dan penyediaan nomor layanan khusus (hotline) untuk pelaporan dengan pelayanan prima. 

Kedua, proteksi darurat bencana. Bencana, baik itu karena dipicu faktor alam maupun faktor manusia, dapat saja datang secara tiba-tiba. Setiap pengelola destinasi wisata sudah seharusnya memiliki prosedur baku terkait hal-hal paling buruk yang mungkin saja dapat menimpa kepada wisatawan yang berkunjung ke tempatnya.

Ketiga, asuransi. Adalah wajib hukumnya untuk para pengelola destinasi wisata mengasuransikan setiap wisatawan yang berkunjung dan/atau menggunakan jasa wisata mereka.

Keempat, informasi yang akurat dan andal. Wisatawan perlu diberi informasi yang akurat dan andal mengenai langkah dan prosedur kedaruratan yang perlu mereka ambil, tatkala terjadi hal-hal darurat saat sedang melakukan aktivitas wisata.

Kelima, perlindungan dan bantuan hukum. Pengelola destinasi wisata ada baiknya menyediakan pula bantuan serta perlindungan hukum yang memadai bagi para wisatawan. Tujuannya mengantisipasi kemungkinan masalah-masalah hukum, yang bisa saja menimpa para wisatawan saat mereka berwisata. 

Dengan lima prioritas tersebut, diharapkan para pengelola destinasi wisata dapat meminimalisasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Khususnya bagi para wisatawan tatkala sedang melakukan aktivitas wisata. 

Pelajaran dari erupsi Gunung Marapi

Tewasnya puluhan pendaki saat erupsi Gunung Marapi tentu sangat kita sesalkan. Peristiwa tragis ini semestinya dapat dihindari jika pengelola destinasi wisata pendakian, yaitu Taman Wisata Alam (TWA) Marapi, mengutamakan aspek keamanan dan keselamatan.

Sayangnya, aspek keamanan dan keselamatan ini tampaknya kurang dijadikan sebagai prioritas. Padahal, berdasarkan laporan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Marapi masih berstatus level II alias Waspada sejak 3 Agustus 2011. Dan status tersebut masih belum berubah saat Gunung Marapi meletus pada 3 Desember 2023 lalu. Dengan status tersebut, PVMBG memberikan rekomendasi pendakian tak mendekati kawasan kawah, yaitu sejauh tiga kilometer.

Ade Edward, Ahli Geologi Vulkanologi, sebagaimana dikutip Mongabay (05/12/2023) mengatakan semestinya pihak terkait tidak memberikan izin kepada pendaki. Akan tetapi, yang terjadi sebaliknya.

Menurutnya, pembukaan jalur TWA Gunung Marapi untuk pendakian mestinya dilarang karena status gunung level II sejak 2011. Artinya, kata Ade, gunung itu sewaktu-waktu dapat meletus. Maka radius tiga kilometer dari puncak itu tidak boleh ada wisatawan kecuali petugas.

Jatuhnya korban saat erupsi Gunung Marapi mesti menjadi pelajaran berharga bagi para pengelola wisata pendakian di negara kita. Sebagai negara yang berada di jalur Cincin Api, Indonesia memiliki sedikitnya 129 gunung api yang berstatus aktif. Gunung-gunung ini senantiasa menarik para wisatawan, baik itu lokal maupun mancanegara untuk melakukan pendakian.

Berkaca pada tragedi Gunung Marapi, para pengelola wisata pendakian gunung di Indonesia sudah saatnya mengutamakan keamanan dan keselamatan. Mereka harus lebih memperketat izin pendakian ketika otoritas berwenang telah mengeluarkan rekomendasi pendakian. Di sisi lain, para wisatawan pendakian perlu pula lebih menyadari keselamatan diri mereka. Caranya adalah memerhatikan secara saksama status gunung yang hendak didaki. Bagaimanapun, tak ada pendakian yang seharga nyawa.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar