Bioskop Pasiar Menuju Flobamora Film Festival

Kamis kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Paling tidak, ini terlihat dari serangkaian aktivitas yang berlangsung di halaman Rusunawa Undana. Biasanya, sore hari seperti ini hanya terlihat aktivitas mahasiswa, bapak-bapak galon yang keluar masuk, lalu lalang Maxim dan Grab, atau para pegawai yang menyiram tanaman di halaman Rusunawa Undana.

Begitu tiba di Rusunawa, saya mendapati beberapa persiapan yang sedang teman-teman dari Komunitas Film Kupang (KFK) kerjakan, mulai dari memasang layar tancap, membentangkan terpal sebagai alas duduk penonton, menyiapkan lampu dan peralatan lain yang akan digunakan dalam pemutaran film kali ini. Ya, sebagaimana informasi yang telah saya terima sebelumnya, sore hingga malam hari ini memang akan diadakan pemutaran film.

Semula saya menduga bahwa pemutaran film ini hanyalah sebuah pemutaran film biasa. Ternyata dugaan saya meleset. Pemutaran film kali ini memang merupakan sebuah agenda resmi teman-teman KFK yang dilaksanakan di Rusunawa Undana bertajuk “Bioskop Pasiar”

Tepat ketika acara telah dimulai oleh pembawa acara, saya mendekati salah seorang panitia, Kak John Paulus. Beliau merupakan festival manager dalam pelaksanaan Flobamora Film Festival tahun ini. Rasa penasaran akan nama kegiatan bertajuk “Bioskop Pasiar” pun bertambah ketika mendengar Flobamora Film Festival. Tak menunggu lama, saya lantas menanyai beliau perihal kegiatan ini. 

Dengan nada bicaranya yang santai, Kak John menjelaskan beberapa hal kepada saya.

Bioskop Pasiar merupakan salah satu sub kegiatan menjelang perhelatan Flobamora Film Festival pada akhir Oktober lalu. “Flobamora Film Festival itu punya beberapa rangkaian kegiatan, salah satunya adalah Bioskop Pasiar. Bioskop Pasiar merupakan serangkaian kegiatan kami yang berkeliling di beberapa titik di Kupang untuk pemutaran film. Sebelumnya sudah dilaksanakan empat kali, ini rute kelima sekaligus yang terakhir,” jelas Kak John. 

Sebelumnya Bioskop Pasiar telah dilaksanakan di Rusunawa Fatubesi (Pasar Oeba, Kupang), Desa Atakowa (Lembata), Terminal Bolok (Kupang), dan di Kampung Nelayan Oesapa. Pelaksanaannya kali ini merupakan yang terakhir bertempat di Rusunawa Undana, Kota Kupang. 

Secara umum, pelaksanaan Bioskop Pasiar ditujukan untuk mendukung inklusivitas perfilman, di mana KFK meyakini bahwa film tidak hanya dapat diakses pada suatu ruangan berbayar, namun juga bisa di mana saja, termasuk di tempat-tempat umum, seperti pasar, taman kota, terminal, dan lain-lain. Selain itu, sebagai bagian dari Flobamora Film Festival, kegiatan ini juga ditujukan untuk  mempromosikan acara tersebut yang akan dihelat pada Oktober lalu.

Malam harinya, kami berkesempatan menyaksikan tiga film utama yang disiapkan teman-teman panitia, yakni Halaman Belakang karya Yusuf Radjamuda, Say Hello to Yellow karya BW Purbanegara, dan film The Apple and It’s Tree karya Gisela Levy. Pemutaran ketiga film ini pun mendapat sambutan hangat dari para penonton, yang umumnya didominasi teman-teman mahasiswa PMM. Selain ketiga film tersebut, panitia menayangkan dua film tambahan yakni Ilang karya Regian Syah dan Story of Aquarius, karya Bendrich Otanu. 

  • Flobamora Film Festival
  • Flombamora Film Festival

Flobamora Film Festival dan Harapan Baik Untuk Ekosistem Film NTT

Seusai pemutaran film, saat teman-teman yang lain larut dalam kebersamaan melantunkan beberapa lagu Hindia. Saya lalu menemui Kak Yedi Letedara, selaku festival director sekaligus ketua Komunitas Film Kupang (KFK) guna menggali beberapa informasi terkait festival ini. 

Flobamora Film Festival merupakan festival film berskala nasional pertama yang dilaksanakan di Nusa Tenggara Timur, dan akan dilaksanakan pada 27-29 Oktober 2022 lalu. Festival ini diharapkan dapat menjadi ruang apresiasi film dalam bentuk pemutaran karya film kepada penonton, menjadi sarana dan media penghubung karya film para sineas di Indonesia, khususnya di NTT dalam mengembangkan ekosistem film.

“Sebenarnya aktivitas Komunitas Film Kupang itu berhubungan dengan eksibisi dan distribusi film juga. Katong punya beberapa bioskop alternatif, namanya Bioskop di Garasi, kemudian katong juga punya Layar Merdeka, Screening For Healing. Jadi banyak aktivitas, salah satunya juga kemarin kita itu buat Parade Film NTT. Katong punya aktivitas itu tidak jauh dari eksibisi dan distribusi film. Kemudian katong berangkat dari situ, katong bercerita dengan filmmaker di NTT, di Kupang, katong berbagi kegelisahan bahwa katong butuh media apresiasi film  khususnya, dan ya untuk mengapresiasi dan merayakan film-film.”

“Nah, dari situ katong merasa bahwa katong bisa nih buat satu festival film, jadi film-filmnya bisa beragam, katong bisa membuat program-programnya juga. Jadi, tidak hanya pemutaran film, tidak hanya kita benar-benar merayakan film, kita mendorong juga ekosistem film, tidak hanya produksi film saja, tapi ada tempat apresiasi filmnya juga,” jelas Kak Yedi di tengah riuh suara teman-teman yang menyanyikan lagu “Secukupnya”. 

Dalam pelaksanaannya kali ini, Flobamora Film Festival mengusung tema Harmoni. Tema ini sendiri dijelaskan Kak Yedi sebagai satu semangat dasar untuk merangkul perbedaan di antara para sineas. “Harmoni itu katong lebih berusaha merangkul perbedaan, banyak sekali isu yang diangkat oleh teman-teman sineas di NTT. Jadi katong merasa, keberagaman itu bukan satu hal yang buruk, tapi bisa mengharmonisasikannya. Jadi katong mungkin berbeda, tetapi tetap harmoni dan berjalan bersama-sama”, jelasnya lagi. 

Ka Yedi juga menjelaskan harapannya agar festival ini dapat berdampak positif bagi munculnya sineas NTT yang lain, sineas muda, pembuat film yang baru, sehingga ekosistem film NTT dapat berjalan dan bertumbuh dengan baik. 

Lebih lanjut, Kak Yedi mengutarakan agar produksi film-film di NTT dan karya sineas di NTT dapat meningkat. Beliau juga berharap agar para sineas semakin terdorong untuk punya lebih banyak karya dan tidak merasa kalah saing dengan film-film dari luar. Seiring perjalanan waktu, Kak Yedi meyakini teman-teman sineas di NTT menemukan ciri khasnya, bisa menemukan isu yang penting untuk diangkat lewat film-film lokal karya anak NTT. 

Obrolan kami malam itu berakhir dengan beberapa perbincangan tentang realitas dan potensi perfilman di NTT, sedikit cerita tentang perkuliahan, dan beberapa topik lain yang kami bagi bersama sebelum akhirnya Kak Yedi dan teman-teman KFK beranjak pulang.

  • Flobamora Film Festival
  • Flobamora Film Festival
  • Flobamora Film Festival

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar