Jika kita mengikuti Nicholas Saputra di Instagram atau menonton video klip “Adu Rayu” pasti familiar dengan tempat ini. Video klip tersebut diambil di Tangkahan, sebuah kawasan ekowisata yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Tangkahan sendiri dikenal sebagai tempat penangkaran gajah Sumatera dan merupakan habitat alami dari berbagai jenis satwa liar. Tidak hanya itu, lokasi ini juga merupakan pertemuan beberapa sungai yaitu Sungai Buluh, Sungai Batang Serang, dan Sungai Musam di bagian hilirnya. Selain sebagai tempat penangkaran satwa liar, masyarakat lokal juga mengelola wilayah ini sebagai tempat wisata alam dengan berbagai aktivitas seru di dalamnya.
Lokasi ekowisata Tangkahan bisa dicapai dengan 3 jam berkendara dari Kota Medan dengan membawa kendaraan pribadi. Kalau enggan membawa kendaraan sendiri, kamu bisa juga mencoba kendaraan umum seperti mobil travel dari Pinang Baris. Tarifnya cukup murah, sekitar Rp30.000-Rp50.000 untuk satu kali jalan Dengan menggunakan travel, kamu akan diantarkan langsung sampai ke lokasi penginapan yang kamu tuju. Beberapa penginapan seperti Terarrio Tangkahan bahkan menyediakan jasa penjemputan langsung dari Bandara Kualanamu, Medan.
Ada banyak penginapan yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat lokal yang bisa kamu pesan baik langsung melalui pemandu wisata atau marketplace perjalanan. Sebelum masa pandemi, mayoritas masyarakat mengandalkan sektor pariwisata sebagai mata pencaharian utama. Namun karena pandemi COVID-19, banyak masyarakat yang harus beralih mata pencaharian menjadi pekerja di perkebunan sawit yang lokasinya berdampingan dengan wilayah ekowisata Tangkahan. Perubahan mata pencaharian ini diakibatkan oleh turunnya angka wisatawan asing dan lokal akibat dari dilakukannya pembatasan wilayah dan penutupan alur masuk penerbangan luar negeri.
Salah satu aktivitas andalan di wilayah ekowisata ini adalah memandikan dan memberi makan gajah, serta rafting menyusuri sungai. Untuk memberikan makan dan memandikan gajah kamu perlu untuk merogoh kocek sebesar Rp100.000/orang. Kamu dapat berinteraksi langsung dengan beberapa gajah yang ada di penangkaran, memberi makan, berfoto bersama dan bisa pula ikut membantu para pawang memandikan gajah. Kegiatan memberi makan gajah ini dilakukan dua kali sehari di jam 08.00 dan jam 15.00, maka dari itu pastikan kamu datang tepat waktu ya. Semua kegiatan di sini tentunya dilakukan dibawah pengawasan, jadi kamu tidak perlu takut untuk berinteraksi langsung dengan para gajah di sini.
Tidak hanya memberi makan gajah, kamu juga bisa makan siang di tepi sungai sambil menikmati suasana hutan yang masih asri. Lengkap dengan gemericik air sungai, dan tentunya udara segar.
Masyarakat desa sekitar Tangkahan sangat peduli terhadap konsep pariwisata berkelanjutan. Pengelolaan dana retribusi lokasi ekowisata dimanfaatkan dengan sangat apik dan tentunya merata bagi setiap bagian masyarakat. Pengelolaan lokasi ekowisata dilakukan dengan memberdayakan setiap lapisan masyarakat yang ada. Para pemuda misalnya, tergabung dalam sebuah kelompok yang fokus terhadap penyediaan fasilitas ekowisata dan menjadi pemandu wisata bagi pelancong yang datang.
Kelompok perempuan, khususnya para ibu menjajakan makan siang dan jajanan ringan di sepanjang sungai khususnya pada spot yang ramai dengan wisatawan. Selain itu, beberapa pemuda dan kelompok ibu juga diberdayakan untuk melakukan kegiatan pembersihan di sepanjang sungai setiap sore hari untuk memastikan bahwa tidak ada sampah yang berserakan dan mengotori sungai. Selama perjalanan pula, para pemandu wisata tidak henti-hentinya mengingatkan para pengunjung untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Selain bertemu dengan gajah, kamu juga bisa mencoba beberapa kegiatan lain seperti rafting dan eksplorasi beberapa bagian sungai seperti air terjun, sumber air panas, hingga camping di tengah hutan. Dengan merogoh kocek sebesar Rp250.000/orang kamu akan dibawa menyusuri sungai dengan rafting, menuju beberapa spot pemandian yang indah serta makan siang di tepi sungai yang tentunya sangat instagramable.
Salah satu spot tersebut yakni Pantai Kupu-kupu. Sesuai dengan namanya, di kala siang hari akan ada banyak sekali kupu-kupu berterbangan di sekitar sungai. Menurut masyarakat sekitar, kupu-kupu ini tertarik dengan bau manusia jadi semakin ramai tempat tersebut maka akan semakin banyak pula kupu-kupu yang bertebangan di sekitar sungai. Oh iya, katanya juga spot ini menjadi tempat favorit Nicholas Saputra loh.
Berhubung lokasi ini ditempuh dengan melewati jalur sungai yang cukup berbatu dan berarus deras, pastikan bahwa kalian menggunakan pakaian dan sendal yang sesuai untuk mempermudah perjalanan. Perlu diingat pula bahwa untuk mengunjungi bagian ini kalian perlu untuk didampingi oleh para pemandu wisata yang paham betul akan kondisi alam. Maklum, kepercayaan lokal masih cukup kuat dipegang oleh masyarakat sekitar. Mereka akan membaca tanda-tanda alam yang menentukan apakah lokasi aman untuk dikunjungi. Jadi jangan sekali-kali iseng pergi sendiri ya.
Selain mengunjungi Pantai Kupu-kupu, kita juga bisa mengunjungi sumber air panas yang berada di tengah celah tebing batu. Tempat ini terbilang cukup unik sebab hanya muat untuk tiga orang dewasa. Menurut masyarakat, pasir yang berada di air panas ini ampuh untuk mengobati berbagai penyakit kulit dan jerawat, jadi jangan kaget kalau ketika kamu datang ada banyak orang rela mengantre untuk berendam.
Perjalanan selanjutnya akan membawa kamu ke air terjun di pinggir sungai. Meskipun air terjun ini tidak terlalu tinggi, namun spot ini menjadi lokasi favorit bagi anak-anak kecil. Menariknya, lokasi sungai ini tidak hanya ramai oleh wisatawan, tetapi juga ramai oleh masyarakat sekitar yang menjadikannya lokasi pemandian sehari-hari. Di lokasi ini pula, pemandu wisata telah menyediakan makan siang yang didesain layaknya piknik tepi sungai. Setelah mengunjungi air terjun, kita bisa melanjutkan aktivitas dengan rafting kembali sekitar 15-20 menit melewati aliran sungai yang tenang dan jernih.
Beberapa homestay milik masyarakat sengaja berlokasi di tengah hutan, masih berada dekat dengan aliran sungai. Tentunya menambah kesan asri. Pemandu wisata yang membawa saya dan keluarga mengatakan bahwa ada banyak sekali wisatawan asing yang memilih untuk menginap di Tangkahan selama berbulan-bulan. Mereka tidak hanya mencari tempat yang mungkin sulit didapatkan dari negara asal namun juga belajar mengenai konservasi hewan liar, hingga belajar budaya dan kultur masyarakat setempat. Tak sedikit yang akhirnya fasih bahasa Indonesia, bahkan bahasa masyarakat setempat setelah berbulan-bulan tinggal di sini.
Meski belum banyak terdengar, dan bahkan belum menjadi destinasi prioritas di Indonesia, Tangkahan memiliki potensi luar biasa yang menurut saya perlu terus dikembangkan. Wisata edukatif, berbasis pengelolaan masyarakat setempat masih menjadi tantangan tersendiri di Indonesia.
Walaupun para pemandu wisata sangat mengharapkan adanya lonjakan pengunjung yang dapat berkontribusi positif terhadap ekonomi masyarakat setempat, mereka sempat pula mengeluhkan adanya potensi dampak negatif terhadap kondisi alam jika terlalu banyak pengunjung datang. Dengan demikian, mereka sangat mengharapkan adanya bantuan dan perhatian lebih dari pemerintah guna menemukan mekanisme yang tepat dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan di Tangkahan. Setelah mengarungi sungai, pengunjung akan sampai di lokasi terakhir, bagian sungai yang cukup landai dan berbatu. Dari sini pengunjung mobil off-road akan mengantarkan pengunjung kembali ke penginapan.
Perjalanan kali ini sangat bermakna untuk saya. Selain menyusuri alam yang masih sangat terjaga, masyarakat lokal sudah sadar pariwisata sehingga saat berjumpa dengan wisatawan, mereka akan menyapa dengan ramah. Jadi, kapan kamu akan berkunjung ke sini?
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Senang mencari kedai kopi enak, destinasi wisata baru, dan kain tradisional. Sesekali menulis sebagai langkah mendokumentasikan berbagai perjalanan.