Sebaik apa kita membicarakan kelestarian lingkungan tanpa melibatkan masyarakat sekitar? Mungkin ide-ide cemerlang tentang pelestarian hanya akan menguap begitu saja di udara.
Pelibatan masyarakat sekitar dalam konservasi dihukumi wajib, sebab merekalah yang paling langsung bersentuhan dengan alam sekitar, mereka bisa menjadi penjaga yang paling tangguh apabila diberi pengetahuan dan pemahaman, dan sebaliknya; menjadi musuh yang berhadapan langsung dengan para penjaga hutan. Pemberdayaan masyarakat selalu menjadi topik hangat dalam isu-isu lingkungan.
Program-program pendukung pemberdayaan masyarakat sudah banyak yang diupayakan pemerintah mulai dari program Perum Perhutani, KLHK, maupun dari LSM. Pasang-surut program tersebut memang kerap terjadi, tetapi semangat para pembimbing dalam mendampingi masyarakat patut diacungi jempol.
Salah satu desa yang dirintis menjadi desa wisata sekaligus untuk pemulihan lingkungan adalah Desa Terong. Nama desa ini unik, seperti nama salah satu jenis sayur. Desa ini terdiri dari dua dusun yaitu Dusun I Terong dan Dusun II Bebute dan luas desa sekitar 16.000 Ha. Letaknya yang berada di pesisir pantai utara Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung membuatnya dikelilingi oleh mangrove dan pantai yang menjadi ekosistem daerah.
Pada mulanya Desa Terong sama seperti desa-desa lainnya, pekerjaan warganya terdiri dari petani dan nelayan. Berangkat dari keinginan untuk membangun ekonomi baru serta berkelanjutan, para pemuda bersama perangkat desa yang melihat Desa Terong mempunyai potensi wisata yang bagus. Bersama-sama warga, mereka mengembangkan wisata berbasis ekologi untuk menambah daya tarik Belitung. Iswandi, Ketua Desa Wisata Terong mengatakan bahwa perlu integrasi antar pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Desa Terong untuk memperkaya paket wisata yang ada.
Dari Degradasi, hingga Menjadi Konservasi
Hutan mangrove, sebuah ekosistem alami yang berada di daerah pesisir, menjadi rumah hidup bagi ikan serta biota laut lainnya. Keberadaannya seringkali diacuhkan dan kemudian hancur atas nama pembangunan. Padahal selain menjadi rumah bagi hewan, hutan mangrove juga bisa menahan penyusutan daratan akibat gelombang laut, selain itu juga menjadi pendingin suhu bumi. Belitung sempat mengalami degradasi hutan mangrove akibat penambangan timah yang berlebihan.
Hutan mangrove dikelola bersama dengan HKm dengan perangkat desa. Peran pemuda di Desa Terong tidak dapat dikucilkan, karena merekalah yang awal mula berinisiatif membersihkan semak belukar bekas tambang.
Inisiatif ini akhirnya melahirkan kelompok PNPA (Pemuda Nelayan Pecinta Alam) yang berhasil menghijaukan kembali lahan seluas 250 Ha. Teringat kata-kata Soekarno tentang pemuda “Aku lebih suka pemuda yang merokok dan minum kopi sambil berdiskusi tentang bangsa ini daripada pemuda kutu buku yang memikirkan diri sendiri.” Mereka sudah melebihi harapan Soekarno untuk bangsa ini, mereka tidak hanya berdiskusi, mereka juga melakukan aksi!
Egi Saputra, Ketua PNPA Mangrove Terong menuturkan awal mula kondisi mangrove sebelum direboisasi hanyalah semak belukar. Kemudian Iswandi sebagai ketua Desa Wisata Terong terus membimbing Egi hingga akhirnya ia bisa mengetuai para pemuda desa dan mendirikan PNPA untuk bersinergi membangun desa wisata.
Wisata Edukasi Mangrove
Pengunjung tidak hanya dimanjakan keindahan hutan mangrove, mereka juga diajarkan menanam mangrove. Pembelajaran seperti ini mungkin terlihat umum, namun untuk memupuk kecintaan pada alam perlu waktu dan pengenalan. Sesingkat menanam mangrove pada akhirnya bisa membuat sebuah ikatan; berujung cinta pada lingkungan.
Paket wisata pun tidak mahal. Harga paket per mangrove adalah 20 ribu rupiah dengan pemesanan minimal 2 orang. Sudah termasuk perlengkapan, air mineral, bibit, serta pemandu untuk penanaman mangrove. Keterampilan menanam mangrove lahir dari buah kecintaan, layaknya membesarkan anak yang perlu silih asih dan silih asuh, perlu ketelatenan dalam menjaga dan merawat; itulah ikatan cinta.
Tambang timah yang berlubang menyisakan cerita; tidak lagi digunakan selepas menjadi kolam-kolam penampungan air hujan. Berangkat dari kesadaran akan lingkungan, pengelola Desa Terong serta masyarakat sekitar menjadikan lubang-lubang bekas galian ini menjadi bermanfaat, menjadi tempat pemandian, pemancingan ikan air tawar, serta kuliner khas Belitung. Usaha ini tidak serta merta muncul ke permukaan, menurut Iswandi, sejak 2014 sudah digalakan dan akhirnya sukses menjadi destinasi wisata.
Wisata Bukit Tebalu Simpor Laki
Hutan Kemasyarakatan dalam pemanfaatannya adalah digunakan untuk kepentingan ekonomi lokal tanpa merubah bentuk dari hutan tersebut. Salah satu wilayah HKm yang masuk dalam wisata Desa Terong yang sukses dijadikan tempat wisata lainnya adalah Bukit Tebalu Simpor Laki. Wisata ini menawarkan pemandangan bukit dari batu-batu granit. Bukit ini juga ditumbuhi Pohon Belian, yang kayunya sering dipakai sebagai bahan utama bangunan-bangunan tradisional yang ada di Sumatra atau Kalimantan, atau sebutan lainnya kayu ulin.
Selain menjadi penyedia tempat wisata, Desa Terong juga menyediakan kerajinan khas mereka. Anyaman-anyaman yang dibuat dari lais, sejenis rumput yang tumbuh di rawa-rawa, diolah menjadi tas jinjing, tikar, tempat buah, tempat tisu, dan lain sebagainya. Kerajinan selain menjadi barang ekonomis juga meningkatkan kreativitas para pengrajin dalam membuat aksesoris harian.
Desa Terong punya pandangan jauh kedepan mengenai rencana pengembangan program.
“Rencana pengembangan kami kedepan adalah bagaimana kami ingin mengangkat potensi UMKM sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat yang bisa mengangkat ekonomi desa, termasuk penambahan fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan,” harap Iswandi. Tentunya semua tidak bisa dicapai tanpa dukungan semua pihak, termasuk harapan Iswandi kedepannya untuk desa ini. “Harapannya desa kami semakin maju seiring peningkatan kualitas SDM yang kami miliki.”