Melakukan perjalanan berkemah tanpa menimbulkan tumpukan sampah ternyata bukan hal yang susah untuk dilakukan. Tapi, bukan berarti ini kemudian akan dilakukan semua orang. Karena, terus terang, masih banyak orang yang akan memilih cara gampang. 

Pelajaran soal berkemah tanpa sampah alias ‘zero waste camping’ ini saya dapatkan beberapa tahun lalu. Jauh sebelum pandemi menguasai kecemasan kita semua. Tepatnya di 2018 dalam sebuah kegiatan berkemah untuk keluarga pelaku (ataupun peminat) homeschooling

Disclaimer dulu ya. Saya tidak bisa dibilang sebagai penggiat berkemah. Kalau boleh memilih, saya lebih suka pantai daripada gunung. Meskipun, di sisi lain, saya lebih suka cuaca atau udara dingin daripada panas. 

Sebelum ikut kegiatan berkemah bersama pelaku pembelajar mandiri lainnya, pengalaman berkemah saya sungguh sangat minim dan cupu. Bahkan bisa dihitung dengan jari di satu tangan. 

Pengalaman berkemah

Coba saya runut mundur. Terakhir kali tidur di tenda adalah saat outing kantor bersama kompas.com. Tapi kala itu, tendanya didirikan oleh penyelenggara kegiatan. 

Sebelumnya, pernah berkemah di Sukamantri, Bogor. Bersama beberapa rekan dari detikcom. Lumayan lah, kalau yang ini tendanya kami yang dirikan mandiri. Tapi jangan ditanya seberapa besar kontribusi saya dalam memastikan tenda itu berdiri ya. Jangan lah, pokoknya.  

Lalu, lompat jauh ke masa-masa sekolah. Tepatnya di masa SMP, ketika kemah bersama kegiatan Palang Merah Remaja maupun ketika berangkat bersama-sama sekelompok teman untuk berkemah di Curug Nangka, Bogor. 

Cukup ya. Sudah jelas bahwa pengalaman berkemah saya bahkan tak cukup layak untuk jadi bahan tertawaan teman-teman pendaki, pencinta alam atau pegiat berkemah lainnya. 

Nah, bayangkan bahwa, dengan pengalaman sedangkal itu, tiba-tiba saya harus membawa keluarga untuk berkemah dengan konsep ‘zero waste’ alias minim (bahkan tanpa) sampah. 

Aduhai memang hidup ini kalau sedang memberi pelajaran. Tidak tanggung-tanggung!

Apa sih ‘Zero Waste Camping’ itu?

Soal berkemah tanpa sampah, sungguh sebuah tantangan. Konsep ‘zero waste’-nya saja saya masih harus belajar banyak. Nah, menerapkan konsep itu dalam sebuah kegiatan yang di luar zona nyaman adalah hal yang terasa sangat membuat gentar. 

Tapi, semua dimulai dari langkah pertama. Dan sebagai seorang newbie berkemah dan newbie zero waste, solusinya sangatlah sederhana: belanja! 

Ya. Sebagaimana lazimnya semua orang yang baru mulai, antusiasme menggebu bukannya diarahkan pada riset, belajar atau persiapan mental, tapi malah diarahkan pada belanja barang-barang keperluan camping

Mulai dari kompor parafin tahan angin, ceret air outdoor, plastic case untuk membawa telur hingga jaket, kupluk dan sarung tangan. 

Ternyata, semua itu sungguh sangat jauh dari apa yang seharusnya disiapkan dalam sebuah kegiatan ‘zero waste camping’. 

Jadi, apa saja yang perlu disiapkan sebelum pergi berkemah tanpa sampah? 

  1. Mental. Ini yang paling penting. Semua diawali dari niat dan diperkuat oleh komitmen untuk konsisten. 
  2. Tempat sampah. Wajib banget, supaya lokasi berkemah tak banyak sampah berserakan. Tempat sampah ini bisa berupa tempat sampah pada umumnya atau wadah plastik besar yang bisa digunakan kembali. Bekal kita yang tak bisa diurai alam (misalnya kemasan makanan ringan) juga harus dibawa pulang, dan dipilah.
  3. Peralatan makan. Gunakan botol minum, gelas dan alat makan yang bisa dipakai berulang kali. (Dalam camping yang kami ikuti, panitia berkoordinasi dengan menyiapkan galon isi ulang untuk digunakan bersama.) 
  4. Sabun atau pembersih organik, untuk mencuci alat makan dan alat masak yang digunakan selama berkemah.  
  5. Hindari minuman sachet atau makanan dalam kemasan, kalau tidak bisa hidup tanpa kopi sachet, ya setidaknya tak perlu membawa terlalu banyak lah. 
  6. Sapu tangan atau lap kain. Daripada tisu, lap atau sapu tangan bisa dipakai berulang-ulang. 
  7. Minimalkan kantong plastik. Ada dry bag yang bisa digunakan berkali-kali untuk mengakomodir barang bawaan yang mengandung air.
  8. Sekop kecil. Pastikan dengan pengelola camping ground, apakah boleh mengubur sampah organik di lokasi. Jika boleh, jangan lupa bawa peralatannya. (Dalam hal perkemahan yang kami ikuti, lubang sampah ini sudah disiapkan penyelenggara.) 

Seru dan mudah, tapi bukan yang paling gampang 

Saya bersyukur pengalaman berkemah di acara itu sangat menyenangkan. Kami pun bisa taat pada skema ‘zero waste’ yang dicanangkan penyelenggara. Kebanyakan peserta juga demikian. 

Walaupun, harus diakui, ada juga area abu-abu. Misalnya, ada warung mie instan di dekat area perkemahan. Begitu ada satu yang memesan, tentu saja banyak yang tergoda aroma luar biasa itu. Padahal bungkusnya, entah dibuang ke mana.

Di waktu yang sama, kebetulan ada rombongan lain yang melakukan kegiatan perkemahan. Mereka hanya berjarak sekitar 10-15 meter dari batas ujung area yang kami gunakan.

Keberadaan rombongan sebelah ini sungguh membuka mata kami pada berkemah minim sampah. Bukan bermaksud sombong atau sok suci, tapi tumpukan sampah bekas nasi boks di perkemahan sebelah begitu ‘menusuk mata’ kami. 

Di hari terakhir, saat kami hendak pulang, sampah rombongan sebelah makin menggunung, membuat pilu rasanya. Dalam hati saya berdoa, semoga penyelenggara rombongan sebelah punya rencana baik dalam membuang sampah mereka. Sedangkan saat melihat bekas area kemah kami, rasanya lebih lega karena sampah organik dikubur dengan baik dan sampah lain dibawa pulang oleh masing-masing keluarga. 

Meskipun sebenarnya terlihat mudah untuk dilaksanakan, tapi berkemah tanpa sampah ternyata butuh persiapan ekstra. Saya yakin banyak orang yang akan berkata, persiapan tersebut akan sangat merepotkan dan lain sebagainya. 

Sedangkan cara gampang sudah ada di ujung jari, yakni menyiapkan konsumsi dengan nasi boks, menyiapkan ‘tempat sampah’ yang kemudian akan ditinggal untuk jadi masalah pengelola camping ground. Apalagi dengan dalih: kan, sudah bayar uang kebersihan. 

Selalu ada cara gampang dan penggampangan yang bisa dipilih. Padahal, ada cara lain yang juga mudah. 

Upaya-upaya kecil seperti membawa pulang sampah seharusnya jadi hal paling minim yang bisa dilakukan dalam sebuah perjalanan. Ya, mungkin tidak akan tercapai “total zero waste” tapi setidaknya ada usahanya. 

Kutipan bijak ini sungguh mengena: cukup kenangan yang disimpan dan jejak yang ditinggalkan. 

Yuk, lebih bijak dengan sampah kita.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI. Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar