Pantai jadi salah satu tujuan manusia yang ingin melepas rasa letih dan lelah. Alunan suara ombak yang berlari menuju bibir pantai seakan bisa menjadi obat rindu pada sanak saudara bagi mereka yang diuji oleh perantauan, bagi mereka yang sekadar ingin bersantai dari kekejaman tekanan kota tempat mereka bekerja, atau bagi mereka yang menangis sesenggukan karena dicampakkan sang kekasih idaman .

Tahun 2018, saya mampir ke sebuah kafe pinggir laut di Banyuwangi. Tempat itu cocok sekali untuk bersantai. Namanya Basecamp Cafe. Namun, baru-baru ini saya mendapat kabar bahwa tempat itu ditutup. Sungguh berita yang menyedihkan.

Lewat tulisan ini, saya ingin mengabadikan tempat istimewa tersebut agar mereka-mereka yang belum sempat menikmati kesenduan di sana dapat merasakannya lewat kata-kata dan beberapa hasil jepretan kamera.


Basecamp Cafe ada di Pantai Ancol, Kampung Mandar, Banyuwangi. (Jangan kaget, Ancol tidak hanya ada di Jakarta.) Untuk ke sana, kita bisa lewat perkampungan nelayan di kawasan Pantai Boom.

Makanan dan minuman yang disediakan di Basecamp Cafe tidak perlu membuat kita merogoh kantong dalam-dalam, sebab kisaran harga hanya antara Rp3.000 dan Rp10.000 saja. Deretan makanannya meliputi tahu walik (makanan khas Banyuwangi), roti maryam, roti bakar, dan kentang goreng. Sementara itu, jajaran minumannya meliputi pelbagai kopi lokal, kopi kemasan, teh, dan jus buah-buahan.

Pengunjung duduk mengelilingi meja Basecamp Cafe, Banyuwangi/Akhmad Idris

Karena berada di pinggir Selat Bali, Basecamp Cafe adalah lokasi yang pas untuk menyaksikan keanggunan pesisir barat Pulau Dewata. Bangunan kafe itu sederhana dan bahan utamanya adalah bambu. Penghiasnya lampu warna-warni yang jadi penerang remang-remang ketika senja perlahan sirna. Semakin malam, suasana Basecamp Cafe kian sendu.

Menjelang matahari terbenam, ketika langit dihasi corak jingga, adalah momen favorit saya di Basecamp. Pemandangan dari sana akan mampu menghangatkan hati yang paling beku sekali pun, seolah-olah punya sihir yang mampu menawar luka, lara, dan amarah.

Tiga cangkir teh di meja bambu Basecamp Cafe/Akhmad Idris

Sambil menyeruput secangkir teh hangat, mustahil untuk tidak tertegun melihat siluet perahu yang semakin lama semakin mendekat ke darat. Atau siluet anak-anak berlarian dari kiri ke kanan menuju siluet ibunya yang sedang menunggu dengan tangan terbuka, lalu mereka saling memeluk suka. Atau siluet seorang gadis berambut panjang yang berjalan pelan-pelan di bibir pantai seolah menghitung pasir-pasir hitam yang berserakan, lalu ia tiba-tiba hilang begitu saja di ujung pantai.

Momen-momen seperti itu adalah waktu yang paling pas untuk mengungkapkan rasa kepada yang dicinta atau bahkan Sang Pemilik Semesta, mengungkapkan rasa bahwa setiap cinta harus bersiap luka; bahwa ada adalah sebuah ketiadaan yang fana; atau bahwa hamba adalah sosok manusia yang bukanlah apa-apa.

Sayangnya, semua tentang Basecamp Cafe hanya tinggal cerita. Semoga tulisan ini mampu mengobati rasa ingin tahu yang sepertinya akan terus membeku.

Tinggalkan Komentar