Persaudaraan di atas kemanusiaan. Ini motivasi Skygers berbagi pengetahuan evakuasi vertikal (vertical rescue). Terkhusus kepada relawan yang tergabung dalam Rinjani Squad.
Pascainsiden Juliana Marins di jurang menuju puncak Gunung Rinjani, personel Rinjani Squad merasa perlu mendalami vertical rescue. Skygers menjadi rujukan, karena kelompok besutan Harry Suliztiarto ini merupakan pionir pelatihan evakuasi vertikal di tanah air.
Harry mengungkapkan, sebulan sebelum musibah Juliana Marins, dia kenalan dengan Abdul Haris Agam. Waktu itu seorang rekan pendaki bernama Ira, mendaki Rinjani didampingi Agam.
“Ira cerita ke saya, ada guide Rinjani mau jual perlengkapan vertical rescue. Akhirnya saya dan Agam bincang via Zoom, saya cegah (jangan dijual),” kata Harry ketika dihubungi via telepon, Jumat (25/7/25).
“Main ke Bandung! Ayo, berlatih di sini, gratis untukmu,” lanjut Harry membesarkan hati Agam, supaya mempertahankan peralatan evakuasi vertikal miliknya. Ada tali karmantel, ascender-descender, dan lainnya.
Lalu, tak disangka ada kabar pendaki Brasil jatuh ke jurang. Agam turun gelanggang. Bahu-membahu bersama elemen lainnya (Basarnas, Unit SAR Lombok Timur, Brimob, Polhut dan relawan) melakukan evakuasi korban.
Perjuangan tim penyelamat mendapat sorotan luas (dalam dan luar negeri). Apresiasi datang dari warga Brasil dan pemerintah melalui Kementerian Kehutanan (Kemenhut) RI.
Rinjani Squad—relawan yang aktif dalam aksi sosial di Gunung Rinjani—memenuhi panggilan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Jakarta, 1 Juli 2025. Selepas pemberian penghargaan, tim yang digawangi Agam dan Tyo Survival itu berangkat menuju Bale Skygers di kawasan Punclut, Bandung. Mereka difasilitasi beberapa pihak untuk mempelajari teknik lanjutan evakuasi vertikal.
“Sepekan saya ajari mereka. Tapi untuk Agam, dia berganti hari (belajarnya). Karena banjir tawaran podcast (siniar). Termasuk Netflix Indonesia datang,” beber Harry lantas terkekeh.


Peserta pelatihan bersiap praktik evakuasi dari pinggir jurang (kiri) dan seutas jembatan tali dalam praktik lowering, hoisting dan tyrolean traverse/Dokumentasi Skygers
Skygers ke Rinjani
Guna memantapkan pelajaran yang sudah didapat di Bandung, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengundang Harry dan Skygers ke Lombok. Mereka diminta praktik penyelamatan korban jatuh dari ketinggian di area Gunung Rinjani.
“Saya bawa peralatan di bagasi pesawat (sampai) 200 kg,” ujar Harry. Menunjukkan keseriusan Skygers berbagi pengetahuan vertical rescue kepada sesama anak bangsa. “Apalagi Rinjani gunung internasional, malu kalau kita tidak cekatan,” imbuh lelaki 70 tahun itu.
Pada 17–20 Juli 2025, latihan intensif berlangsung di kawasan Bukit Tiga Sembalun. Kontur perbukitan dan jurang jadi medan pembuktian peserta bisa menerapkan materi kelas. Mereka dituntut terampil memakai alat dan aman dalam pergerakan.
“Pemasangan pulley (katrol tunggal) serta cincin kait (carabiner) jangan salah. Pakai body harness harus benar. Posisi tubuh ketika rappelling mesti tepat,” pesan Harry.
“Kalau besi segitiga yang dipakai sebagai tumpuan mengerek korban di bawah jurang itu apa?” tanya saya.
“Tripod vertical rescue.”
Benda itu dilengkapi katrol yang berfungsi menurunkan dan menaikkan penyelamat ke/dari titik survivor. Tanpa tripod, kata Harry, evakuasi tetap bisa dilakukan dengan memasang edge roller plus beberapa pad (karpet) serta rope protector di tepi jurang. Agar tali utama tidak friksi atau terjepit karena mendapat beban besar: rescuer, korban, dan tandu. “Ini biasa dipakai korps Zeni TNI,” sebutnya.

Wajib Rutin Berlatih
Pada latihan tahap akhir, peserta menjalani skenario evakuasi penuh. Meliputi penanganan korban, navigasi vertikal, hingga koordinasi tim di kondisi ekstrem.
Mereka mempelajari teknik lowering (korban dan rescuer diturunkan), hoisting (korban dan rescuer dinaikkan), dan tyrolean traverse (korban dan rescuer diseberangkan). Variasi lainnya menjemput atau mengangkat korban dari dasar tebing atau sungai, kemudian ditarik ke sisi lain.
Pelatih mensimulasikan ada dua korban jatuh ke dasar jurang sedalam 70–90 meter. Korban pertama dievakuasi langsung tanpa tripod. Korban kedua dengan teknik tyrolean traverse; diangkat tegak lurus, lalu ditarik ke samping kiri.
Di lapangan, jelas Harry, karena tidak ditemukan batuan besar yang dapat dibor, sistem angkur (anchor) tanam jadi pilihan. “Kami putuskan pakai dua buah angkur dilesakkan ke tanah,” bebernya.
Tim rescuer bergantian menjajal kemampuan operasional di jurang selebar seratus meter. Tercatat tiga sampai empat jam, siswa mampu membawa patung peraga (korban) ke atas.
Peserta juga berlatih membuat jalur tali gantung. Bertujuan memudahkan korban dan penyelamatnya ditarik ke kanan atau kiri, menuju tim medis dengan rute bebas hambatan.
Harry menerangkan latihan sengaja di jurang “pendek”, supaya lebih mudah terkontrol. Guna menghadapi situasi sebenarnya di jurang lebih dari lima ratus meter, tim mesti rutin berlatih. “Terus asah kemampuan dengan rajin berlatih,” pesannya.
Sebab di kejadian nyata, kata dia, tekanan bakal menuntut rescuer berpikir cerdas dan tangkas. Perhatikan keselamatan tim ketika meraih korban. “Hitungan detik sangat berharga dalam sebuah proses evakuasi,” tegasnya.
Terkait peralatan vertical rescue milik Pemprov NTB, Harry menyarankan dilengkapi sesuai perkembangan terkini. Dia membandingkan dengan perangkat lama Skygers. “Saya bilang ke Pak Gubernur, peralatan pemprov harus lebih komplet dan terbaru. Biarlah yang jadul punya Skygers,” tuturnya.
Tak lupa, Harry memberi masukan kepada Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) agar memasang rambu di titik rawan, tali berwarna pengingat kewaspadaan (safety line) atau angkur pengaman, andai terjadi kecelakaan yang memerlukan vertical rescue.

Tahu dari Buletin Wanadri
Sungguh girang bisa bincang dengan Kang Harry. Saya mengenalnya pertama kali dari Buletin Wanadri (BW) zaman SMA (2001–2003). Rubrik “Sosok” mengulas tokoh pegiat alam terbuka negeri ini, di antaranya Hendricus Mutter (Wanadri) dan Harry Suliztiarto (Skygers).
“Kang Harry muda foto sama istri dan dua putri jelita,” kata saya membuka memorinya tentang artikel tempo dulu, disambut tawa.
Dalam setahun, beber Harry, Skygers bisa memberi pelatihan skala besar sebanyak lima kali kepada pihak yang mengundang. Ketika dihubungi kemarin saja, pendiri Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) itu tengah menjadi narasumber di salah satu kementerian.
“Saya ingin ilmu ini (vertical rescue) bermanfaat bagi kemanusiaan,” tutup kakek dua cucu yang kesohor dengan aksi memanjat atap Planetarium Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, tahun 1979.


Kecapekan, Agam Makan Dulu
Susah-susah gampang ngontak Agam Rinjani. Awal Juli ketika saya hubungi pertama kali, dia ada di Bandung. Lagi sibuk-sibuknya. Ke sana dan kemari memenuhi undangan mereka yang ingin menggali cerita lelaki asli Makassar itu, tidur di jurang dekat jasad Juliana Marins.
“Nanti, ya, Bang,” sahutnya di ujung telepon.
Baru dua pekan kemudian, setelah dia agak “longgar”, kami mengobrol. Sekeliling terdengar suara bule. Rupanya sedang merubungi Agam yang familiar di kalangan pendaki asing.
“Kapan Rinjani Squad terbentuk, Bang?”
“Pas lagi kumpul waktu pembuatan toilet portabel. Bareng Tyo Survival juga,” ucapnya dengan logat Daeng nan kental.
Toilet portabel merupakan kerja bareng Arei Outdoor dan TNGR. Terletak di area camp Plawangan Sembalun dan danau Segara Anak. Kehadiran WC kering ini menunjang program Rinjani Zero Waste, yang diterapkan sejak 1 April 2025.
Agam mengungkapkan personel Rinjani Squad tak hanya terlibat dalam misi SAR, tetapi juga turut mengawasi kebersihan toilet. “Kami bukan penjaga WC, tapi berusaha peka. Ingin menumbuhkan kesadaran semua. Ayo, cintai Rinjani dengan kepedulian,” ujar penunggang motor klasik itu.
Soal pelatihan vertical rescue yang diikuti relawan Rinjani Squad, Agam berharap skill individu dan manajemen tim penyelamat kian meningkat. Dia bertekad terus bersinergi bareng potensi SAR lainnya, memberi pertolongan kepada sesama. “Kami dedikasikan perjuangan ini untuk kemanusiaan,” tegasnya.
Perbincangan semakin seru, tiba-tiba pendaki yang sudah sepuluh tahun menetap di Sembalun Lawang itu, meminta jeda. “Aku makan dulu, ya, Bang. Capek ini. Nanti aku hubungi lagi,” kata Agam seraya bertukar salam. Malam pun semakin larut.
Foto sampul: Relawan Rinjani Squad berlatih memasang instalasi vertical rescue di Bale Skygers, Punclut, Bandung, awal Juli 2025 (Dokumentasi Skygers)
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.