Bu Dayang adalah seorang guru sekaligus Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Samiran. Terletak di Kecamatan Selo, Boyolali, Desa Samiran berhawa sejuk dan dipagari pegunungan. Desa ini berpotensi untuk dikemas sebagai tujuan wisata minat khusus.
Perlu waktu cukup panjang bagi Bu Dayang untuk meyakinkan masyarakat desa supaya mereka mau bergerak menyemarakkan pariwisata. Sebagai langkah awal, ia merangkul para tetua desa. Karena orang tua biasanya “susah” diajak bergerak, mereka diberikan tanggung jawab lebih besar, yakni sebagai ketua atau pengurus. Bu Dayang yakin bahwa melibatkan masyarakat akan membuat mereka bisa merasakan manfaat secara langsung. Akhirnya, mereka akan lebih bersemangat mengembangkan pariwisata desa.
Berbagai program dan metode dicoba Bu Dayang untuk mengemas paket wisata. Menariknya, ia tidak mengubah pekerjaan utama masyarakat desa menjadi pekerja pariwisata. Mereka yang bekerja sebagai petani tetap bertani setiap pagi. Ibu-ibu yang membuat sajian oleh-oleh seperti keripik, dodol, olahan jamur, dan sebagainya tetap berproduksi seperti biasa.
Pekerjaan masyarakat desa ini justru diolah menjadi paket wisata yang menarik. Wisatawan diajak memanen sayur di kebun, juga membuat sajian oleh-oleh di rumah warga.
Bu Dayang tentu bukan satu-satunya perempuan pekerja pariwisata. Baru-baru ini, sebuah program pelatihan daring yang diselenggarakan oleh Desa Wisata Institute dan Tripvologue mempertemukan para perempuan penggiat pariwisata lain yang berasal dari berbagai daerah.
Dari Raja Ampat, ada Bu Ursula dan Sherly. Keduanya adalah ASN yang mendampingi Geowisata Piaynemo di Distrik Waigeo Barat dan Kampung Wawiyai di Distrik Waigeo Selatan. Ada pula Dyah Anjely Wibowo, peserta paling muda yang usianya masih 15 tahun, yang menjadi bagian dari tim promosi digital Desa Wisata Bareng Berseri. Menjadi penggiat sekaligus pemimpin yang berada di garda depan ranah masing-masing, tentu mereka memegang peran penting dalam perkembangan pariwisata Indonesia.
Faktanya, sekitar 55,07% pekerja pariwisata di Indonesia adalah perempuan. Angka ini muncul dalam riset yang dipublikasikan oleh UNWTO (Global Report on Women in Tourism, Second Edition) tahun 2019. Meski tingkat partisipasi perempuan yang bekerja di sektor pariwisata lebih tinggi, upah/gaji mereka lebih kecil dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Sayangnya, tidak banyak organisasi atau komunitas bagi para pekerja pariwisata perempuan di Indonesia. Salah satu dari sedikit organisasi/komunitas itu adalah Women in Tourism Indonesia (WTID), yang lewat daring atau luring aktif mempromosikan kesetaraan gender di sektor pariwisata. Mereka mendorong keterlibatan perempuan agar bisa menjangkau ranah publik.
Salah satu upaya WTID adalah berkolaborasi dengan Conservation International Indonesia (CI)—sebuah organisasi yang melindungi keanekaragaman hayati bumi—dengan menghadirkan temu wicara (talkshow) yang mengangkat peran perempuan dalam menghadapi peluang dan tantangan pariwisata di Indonesia. Ide ini muncul karena hingga saat ini riset dan pembahasan praktis mengenai perempuan dan pariwisata di Indonesia masih sangat sedikit. Oleh karena itu, WTID dan CI ingin memperluas cakrawala pembahasan isu-isu gender dalam sektor pariwisata.
Temu wicara ini akan dilangsungkan secara daring melalui platform Zoom dan YouTube Streaming pada 1 Agustus 2020 mendatang, dengan menghadirkan 8 orang praktisi pariwisata perempuan dari berbagai latar belakang—organisasi nirlaba, industri, dan pelaku bisnis. Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi ruang bagi para perempuan untuk terus bergerak, berinovasi, dan berekspresi bersama di dalam wadah yang positif.
Kegiatan ini terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama akan mencoba mengidentifikasi peran perempuan dalam usaha dan organisasi pariwisata. Narasumber yang akan diajak berbincang pada sesi pertama adalah Ellys (Instruktur selam & Pemilik Alexa Scuba), Ranny Iriani Tumundo (Pemandu Wisata HPI Raja Ampat & Pemilik Travel Ethnic Journey), Sanawiyah (Manager BUMDES Labuhan Jambu, Sumbawa), dan Anindwitya Rizqi Monica (Founder Women Tourism Indonesia).
Sesi kedua menghadirkan Rani Bustar (Pemilik Kurabesi Explorer), Radempta Bato (Chairwoman Sumba Hospitality Foundation), Artin Wuriyani (Direktur Bisnis & Development HS Silver, Co-founder @coachcircle.id), dan Lita Hutapea (Elasmobranch Project Coordinator CI Indonesia) yang akan berbincang tentang peluang dan tantangan perempuan dalam pemanfaatan teknologi sebagai upaya inovasi pariwisata.
Dapatkan informasi selengkapnya mengenai temu wicara ini melalui akun Instagram @womentourism.id atau narahubung WITD (Lulu: +62-8213-357-8941).
Foto header: TEMPO/Johannes P. Christo
Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.