EVENTS

Sinergi Desa Kesongo: Harapan dari Pinggiran Rawa Pening

Nama Kesongo mencuat sejak ditunjuk Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai tuan rumah Kongres Sampah se-Indonesia tahun 2019. Suatu desa di pinggir rawa, tepatnya di sebelah timur Rawa Pening, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Desa yang terkenal akan budaya dan keberagamannya ini menjadi motor inovasi bagi wilayah sekitar. Pemprov yang kala itu dipimpin oleh Gubernur Ganjar Pranowo berhasil menanamkan rasa kepedulian bersama dalam pengelolaan sampah. 

Masyarakat Desa Kesongo berhasil menerapkan pemilahan sampah sejak dari rumah. Dua tempat sampah yang terbuat dari anyaman kulit bambu menjadi wadah sampah nonorganik (ora iso bosok) dan sampah organik (iso bosok). Penggunaan wadah dan bahasa yang sangat merakyat. Lima tahun berlalu, kini Desa Kesongo memiliki Tempat Pengelolaan Sampah Mandiri (TPSM). Didukung penuh oleh pemerintah desa, Kesongo bermetamorfosis menjadi desa riset dan wisata edukasi. Khususnya dalam hal ekonomi sirkular berbasis ketahanan pangan dan pengelolaan sampah terpadu.

Kultur Desa Agraris

Kehidupan masyarakat setempat mayoritas dari pertanian dan wirausaha. Budaya agraris ditopang kuat dengan keberadaan Rawa Pening. Keberadaan sumber daya air dari danau tersebut juga berdampak pada usaha perikanan, baik budi daya maupun perikanan tangkap. Masyarakat tani Kesongo memiliki anggota sekitar 700 orang yang terbagi dalam tujuh kelompok tani. Satu di antaranya adalah kelompok tani milenial, yang beranggotakan petani muda. 

Pertanian yang dikelola meliputi tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Komoditas tanam antara lain padi, jagung, cabai, sayuran, dan buah-buahan. Bagian buah, biji, dan sayur bisa langsung dikonsumsi warga, jika berlebih bisa dijual. Sedangkan batang, daun, dan limbahnya diolah lagi menjadi pupuk organik. Dengan demikian terbentuk jaringan sirkulasi ekonomi yang ramah lingkungan.

Kegiatan kelompok tani yang menarik adalah pertanian terpadu berbasis organik. Para petani milenial yang terwadahi dalam Kelompok Tani Senandika Cakrawala mengelola pertanian secara terintegrasi dengan peternakan, perikanan, dan pemanfaatan sampah organik. Secara berurutan, sampah dari warga desa masuk ke TPS3R (tempat pengelolaan sampah terpadu dan daur ulang—reduce, reuse, recycle). Sebagian sampah masih tercampur organik dan anorganik, kemudian dipisahkan dengan mesin pemilah “G-Break”. Sampah organik dicacah menjadi bubur sampah. Bubur sampah ini dicampur dengan kotoran hewan dan limbah ikan, selanjutnya difermentasi. Hasil fermentasi dimanfaatkan untuk pupuk dasar tanaman.

  • Sinergi Desa Kesongo: Harapan dari Pinggiran Rawa Pening
  • Sinergi Desa Kesongo: Harapan dari Pinggiran Rawa Pening
  • Sinergi Desa Kesongo: Harapan dari Pinggiran Rawa Pening

Melestarikan Seni Tradisional

Geliat seni dan budaya di tengah-tengah masyarakat Desa Kesongo maupun desa-desa sekitar Rawa Pening tumbuh menggembirakan. Keberagaman sosial budaya dan cara hidup yang berbeda menjadi keunikan khas Kesongo.

Satu sisi berwarna putih, ditandai dengan keberadaan empat pondok pesantren tradisional salaf. Sisi lainnya penuh warna menarik seperti ekspresi kelompok Turonggo Budoyo Putro. Masyarakat desa yang dinamis, rukun, dan harmonis berhasil dibangun dengan fondasi pemerintahan yang bijaksana dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

Ada kisah menarik dari pemuda pegiat seni, Deqi Novendra. Deqi bertutur, “Saya terlahir dari keluarga tak berada, hidup serba kekurangan, hanya dengan bekal semangat dan rasa cinta akan seni budaya yang mengantarkan kelompok kami sampai titik ini. Mandiri dan memiliki sanggar latihan sendiri. Turonggo Budoyo Putro kami wujudkan sejak tahun 2014 dengan niat tulus berbagi ruang ekspresi dan penghidupan.”

Deqi menambahkan, dengan anak muda (putro) pencinta seni budaya (budoyo) dan semangat tak kenal lelah seperti kuda (turonggo), ia percaya semua anak bisa tumbuh dengan segala potensinya. Kelompok ini menjadi wadah bagi anak-anak muda yang tidak bisa mengenyam pendidikan dan menjalani kehidupan normal. Sebagian besar anggotanya—bahkan lebih dari setengahnya—berlatar belakang korban dari keluarga broken home.

Penampilan seni tari warok oleh kelompok Turonggo Budoyo Putro, setelah pelatihan bersama Tim Pemberdayaan Masyarakat BEM Berdampak Unwahas (2/11/2025)/Tim Media BEM Unwahas Berdampak

Inovasi Teknologi

Saat wawancara sekilas dengan kepala desa, Supriyadi, perkembangan ekonomi semakin terasa dengan integrasi jalan dan penerapan teknologi. Dahulu masyarakat secara parsial melihat majunya desa dari pembangunan fisik. Namun, sekarang semua sadar bahwa keberhasilan pembangunan dan dampak ekonomi menjadi lebih terasa melalui sinergi dengan dunia pendidikan.

Berbagai potensi desa mulai tersentuh sejak peluncuran Kongres Sampah lima tahun yang lalu. Terutama di bidang tata kelola ekonomi sirkular berbasis limbah daur ulang. Semangat kemandirian ditunjukkan warga dari hulu ke hilir lewat gotong royong bersama perangkat dan segenap lapisan masyarakat.

Bangunan TPS3R di Dusun Ngentaksari, Desa Kesongo, merupakan wujud nyata keseriusan tersebut. Di dalam bangunan tersebut ada peralatan mesin dan produk untuk daur ulang sampah bosok maupun ora iso bosok. Dampaknya bisa menopang kebutuhan kelompok tani akan pupuk kompos dan tambahan penghasilan dari diversifikasi produk.

Hasil nyata dan terpenting dari upaya tersebut adalah berkurangnya residu atau timbunan sampah di Desa Kesongo. Namun, sampah anorganik yang terkumpul di TPS3R desa selama ini hanya dijual sesuai jenisnya. Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang dan Kementerian Lingkungan Hidup menyebut setidaknya 45% sampah yang terkumpul berjenis anorganik. Timbunan tersebut belum terolah menjadi produk yang lebih bernilai.

Oleh karena itu, Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang memiliki inovasi paten mesin injeksi limbah plastik. Alat produksi ini menjadi solusi pendukung kebutuhan mitra. Idenya berawal dari inisiatif dosen Teknik Mesin dalam menyelesaikan permasalahan laten dari sampah plastik. 

Sinergi Desa Kesongo: Harapan dari Pinggiran Rawa Pening
Kondisi TPS terpadu 3R di Desa Kesongo (25/7/2025). Tampak mesin pemilah dan keranjang berisi penuh sampah plastik/Tim Media BEM Unwahas Berdampak

Kolaborasi Multipihak

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi meluncurkan program unggulan untuk mempertemukan masyarakat kampus dengan kehidupan nyata. Program ini diberi nama Mahasiswa Berdampak. Sekelompok pegiat organisasi di tingkat perguruan tinggi (Badan Eksekutif Mahasiswa) bersama-sama dengan dosen pembimbingnya diberi kesempatan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada mitra masyarakat. Masyarakat Desa Kesongo memiliki perhatian dan semangat dalam mengelola dan mengolah limbah secara #berdampak.

Kepada tim BEM Unwahas Berdampak, Kepala Desa Kesongo Supriyadi menyambut baik kehadiran pemuda intelektual. “Kami sangat senang dengan kepedulian negara Indonesia melalui program mahasiswa berdampak oleh Kemdiktisaintek. Besar harapan kami, kelompok marjinal yang sebagian putus sekolah bisa mendapat pendampingan dan pemberdayaan untuk hidup yang lebih baik,” tegasnya saat survei dan kunjungan, Selasa (29/7/2025).

Budaya pilah sampah dari rumah, bangunan TPS terpadu, kelompok usaha tani, masyarakat marginal dan inovasi teknologi menjadi satu kesatuan yang kuat dan saling melengkapi. Gerakan bebas sampah di tepi Rawa Pening menjadi landasan semangat bagi seluruh anggota masyarakat.

Sinergi berdaya diusung secara gotong royong oleh Unwahas bersama Desa Kesongo. Seperti rekayasa pupuk kompos cetak yang digagas oleh Shofia Nur Awami, anggota dosen dari Fakultas Pertanian, untuk kebutuhan mitra, Kelompok Tani Senandika Cakrawala. Kelompok Turonggo Budoyo Putro juga mendapatkan perhatian penuh dalam pendampingan, pelatihan, dan edukasi. 

Program pemberdayaan tersebut dimotori oleh Ibu Ratih Pratiwi, anggota tim sekaligus pimpinan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, Hilirisasi, Kewirausahaan, Kerja Sama dan Internasionalisasi Unwahas. Teknologi mesin injeksi menjadi pelengkap dan jawaban Unwahas bagi upaya Desa Kesongo dalam gerakan bebas sampah. Tentunya semua ide dan giat program tidak berjalan baik tanpa kerja keras teman-teman mahasiswa lintas prodi yang tergabung dalam wadah #BEMUnwahasBerdampak.


Artikel ini adalah publikasi program Mahasiswa Berdampak: Pemberdayaan Masyarakat oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Wahid Hasyim dengan Hibah Kemdiktisaintek di Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang pada Juli–Desember 2025, dengan judul “Memperkuat Dampak Kemandirian Ekonomi dalam Bentuk Pengolahan Limbah Plastik dengan Inovasi TTG dan Sinergi BEM Unwahas bersama Masyarakat Marginal Desa Kesongo”.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Muhammad Dzulfikar

Muhammad Dzulfikar tinggal di Semarang. Sehari-hari menjadi staf pengajar di jurusan Teknik Mesin Universitas Wahid Hasyim. Hobi membaca dan menaruh minat dalam dunia organisasi, teknologi, inovasi, dan penerbangan.

Muhammad Dzulfikar

Muhammad Dzulfikar tinggal di Semarang. Sehari-hari menjadi staf pengajar di jurusan Teknik Mesin Universitas Wahid Hasyim. Hobi membaca dan menaruh minat dalam dunia organisasi, teknologi, inovasi, dan penerbangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Geliat Kuliner Wingko Pasar Ngasem