Sekelompok musisi, kreator konten, dan pelaku budaya berkumpul di Bali baru-baru ini. Sebuah langkah kolaboratif sebagai pesan penting untuk Indonesia, bahwa seni bisa menginspirasi masyarakat beraksi mengatasi krisis iklim yang kian melanda bumi.
Sejak lama, Bali dikenal sebagai salah satu daerah pelopor gerakan lingkungan untuk kepedulian iklim di Indonesia. Hal ini timbul salah satunya karena berangkat dari keresahan terhadap masifnya turisme massal (overtourism), yang kemudian berdampak dan membebani keberadaan alam maupun budaya. Selain inisiatif musisi dan seniman lokal, salah satu kebijakan pemerintah yang patut diapresiasi adalah terbitnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018. Peraturan yang berlaku sejak 1 Juli 2019 ini memuat larangan penggunaan plastik sekali pakai, seperti kantung plastik, sedotan, dan polistirena (styrofoam).
Namun, aksi iklim tidak cukup semata bicara soal sains dan kebijakan, tetapi juga pentingnya membangun cerita yang menggugah. Di Pulau Dewata, sekelompok musisi, kreator konten, dan budayawan membuktikan pesan iklim yang paling kuat kerap datang melalui alunan lagu dan lirik musik, pengalaman hidup, dan budaya sehari-hari.
Di bulan Mei ini, jaringan Verified Champions1 di Indonesia berkolaborasi dengan IKLIM (Indonesia Climate Communications, Arts and Music Lab) untuk menggaungkan betapa musik dan storytelling bisa mempengaruhi pemahaman publik terhadap krisis iklim. Di ajang ini Robi Navicula dan para inisiator IKLIM berbagi pengalaman betapa gerakan budaya bisa meningkatkan kesadaran akan isu iklim dengan cara yang relevan secara emosional dan lokal.
“Seni dan musik itu masuk langsung ke hati. Ketika kita berbicara mengenai isu iklim dalam lirik dan pertunjukkan, itu bukan lagi edukasi—tetapi sudah jadi seruan untuk sadar dan beraksi,” ujar Gede Robi Supriyanto, vokalis dan gitaris Navicula yang juga aktivis lingkungan. Band beraliran musik grunge asal Bali tersebut dikenal karena kerap berkecimpung di dunia aktivisme sosial dan lingkungan.
“Kita tidak hanya menyanyikan lagi, kita membangun gerakan,” tambah pria yang akrab disapa Robi Navicula itu.


Para peserta Verified Champions mewawancarai Robi Naviculo di studio (kiri) dan foto bersama dengan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Klungkung Ni Made Sulistiawati/Dokumentasi Verified Champions Indonesia
Storytelling sebagai ruh gerakan sadar iklim
Alih-alih menggunakan bahasa-bahasa sains yang rumit, pendekatan dengan gaya bercerita atau storytelling justru lebih ampuh untuk membangun ikatan individu maupun kelompok sosial terhadap isu perubahan iklim. Menurut EcoAmerica, sebuah organisasi nonprofit yang berbasis di Washington dan San Fransisco, storytelling lebih memungkinkan fakta-fakta seputar iklim menjadi dekat dan relevan.2 Salah satunya melalui ekspresi seni, baik itu film, musik, atau pertunjukan kebudayaan lainnya.
Di sisi lain, cerita juga dianggap bisa menumbuhkan empati seseorang—bahkan masyarakat dalam skala luas—terhadap pentingnya kesadaran pada masalah global yang mendera bumi. Para pegiat seni selaku komunikator iklim bisa berbagi cerita, membangkitkan motivasi, hingga mendorong audiens mereka untuk ikut berperan mencari solusi dalam menghadapi perubahan iklim.
Begitu pun Verified for Climate dan IKLIM, yang mempunyai keyakinan serupa bahwa storytelling adalah kunci untuk menyambungkan masyarakat dengan fakta, dan menginspirasi aksi-aksi iklim. Lebih konkret, para Verified Champions menggunakan platform sosial media populer seperti TikTok untuk menceritakan isu iklim yang penuh harapan, bernuansa personal, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Sementara IKLIM menggunakan musik, seni, dan ritual budaya demi mendapatkan hubungan emosional yang kuat dengan alam.
“Kami percaya perubahan iklim tidak hanya isu lingkungan, tetapi juga isu budaya,” ujar Saraswati dari IKLIM, yang juga bekerja di Kopernik. “Tradisi, seni, dan nilai spiritual yang kita punya bisa memandu kita mengatasi krisis iklim. Tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara emosional dan kebersamaan.”
Pendekatan itu dibuktikan di Festival Semarapura yang berlangsung pada 28 April–1 Mei 2025 di Klungkung, Bali Timur. Festival tahunan ini menampilkan pertunjukan musik, pameran kreatif yang melibatkan UMKM kriya maupun kuliner, hingga narasi sadar iklim, yang semuanya berakar dari identitas Bali. Selain tarian pembuka Taksu Buana, sejumlah agenda seru lainnya juga memeriahkan festival, seperti Semarapura Run Ecotourism, atraksi budaya, tur desa wisata, hingga parade kesenian khas Klungkung.
Selain merayakan warisan budaya Bali, dalam festival yang dibuka di Monumen Ida Dewa Agung Jambe—dulu bernama Monumen Puputan Klungkung—para Verified Champions bergabung dengan masyarakat setempat untuk mengeksplorasi persinggungan antara budaya, pariwisata, dan keberlanjutan untuk menghadapi desakan tantangan ekologis. Tujuh kreator konten Tiktok terdaftar yang telah terverifikasi sebagai Verified Champions, yaitu Vania Herlambang (Puteri Indonesia Lingkungan 2018), Ikbal Alexander (pendiri Kertabumi Recycling Center), Cynthia Suci Lestari (pendiri Lyfe with Less), Vanessa Budihardja (instruktur fitness Bali), Rafael Deus (kreator pelawan misinformasi lingkungan), Widia Anggia Vicky (kreator konten zero waste dari rumah), dan Dheamyra Aysha (kreator advokasi tata kota).
Ni Made Sulistiawati, S.H., M.H., Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Klungkung, menyatakan Festival Semarapura merupakan contoh nyata bahwa tradisi dan inovasi dapat bersatu untuk membangkitkan kesadaran dan aksi iklim. Kolaborasi antara kreator muda dan tokoh budaya membawa energi baru dalam upaya keberlanjutan aksi iklim, khususnya di Bali. “Acara seperti ini mengingatkan kita bahwa menjaga lingkungan bukan hal yang terpisah dari budaya—justru menjadi bagian dari jati diri kita,” ujarnya.


Kegiatan produksi konten oleh salah satu kreator Verified Champions saat festival (kiri) dan kemeriahan pertunjukan musik sebagai bagian dari Festival Semarapura 2025/Dokumentasi Verified Champions
Suar optimisme dari para Verified Champions
Meski latar belakang masing-masing Verified Champions berbeda, tetapi visi aksi iklim tetap sama, yakni menyuarakan ajakan dan harapan tentang kepedulian iklim. Mereka mendokumentasikan dan memproduksi konten digital yang menyoroti solusi iklim lokal. Terutama berangkat dari ruang kreatif hingga inisiatif keberlanjutan berbasis komunitas.
Dalam kacamata ASEAN Community-based Climate Action, masyarakat atau komunitas lokal sebagai Non Party Stakeholders (NPS) dalam aksi iklim secara global. Peran dan partisipasi aktif komunitas sangat penting untuk melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim di tingkat tapak. Termasuk di antaranya aksi digital kolaboratif oleh para kreator konten tersebut.
Melalui platform media sosial, cerita-cerita yang diangkat pun kini dengan mudah tersebar bahkan viral—dalam artian positif. Ini membuktikan bahwa pesan iklim yang berakar pada kebanggaan budaya dan kearifan lokal mampu menjangkau dan menyentuh khalayak yang luas.
Vania Herlambang, yang konsisten aktif menyuarakan isu-isu lingkungan, menyampaikan impresinya terhadap program ini. “Sangat mengesankan melihat bagaimana musik dan cerita komunitas bisa membuka hati orang terhadap isu iklim,” ujar perempuan yang kini menetap di Bali itu. Ia menambahkan, hal terpenting dari sebuah konten digital adalah kejujurannya, sementara visual yang ‘wah’ hanya nomor kesekian.
- Verified for Climate adalah inisiatif global dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Purpose, yang didukung oleh TikTok, Fortescue, dan Rockefeller Foundation. Dari semula diluncurkan sebagai respons untuk menangkal pandemi COVID-19, kini meluas dengan memberdayakan para penyampai pesan terpercaya—mulai dari ilmuwan hingga musisi—untuk berbicara secara autentik tentang perubahan iklim melalui narasi yang kreatif dan relevan secara budaya. Verified for Climate bertujuan melawan misinformasi dan disinformasi, serta membangun gerakan aksi iklim yang inklusif. Dengan jaringan global yang mencakup Indonesia, Brasil, Spanyol, Uni Emirat Arab, dan Inggris, Verified Champions telah menjangkau lebih dari 875 juta penonton melalui narasi yang autentik berlandaskan budaya.Mulai dari tradisi keagamaan dan festival jalanan hingga kuliner dan musik, para champion mengubah pengalaman sehari-hari menjadi percakapan penting tentang perubahan iklim. ↩︎
- EcoAmerica, “Connecting on Climate: A Guide to Effective Climate Change Communication”, Center for Research on Environmental Decisions, Earth Institute of Columbia University (2014), 42. ↩︎
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.