TRAVELOG

Serunya Nostalgia Permainan Jadul bersama Cirebon Traditional Game

Jalinan karet gelang sepanjang tujuh meter dibentangkan. Muda-mudi bergantian meloncatinya. Renyah tawa mereka. Tak lupa saling menggoda. Siapa paling jago menundukkan tiap ketinggian tali karet.  

Aturan permainan: yang gagal melewati rentangan karet, kena giliran memegang ujung tali. Banyak peserta kesulitan merampungkan ujian pamungkas saat ketinggian dalam posisi “merdeka”; tangan petugas jaga terkepal ke atas.

Beberapa pemain mencoba salto demi bisa melampauinya. Satu-dua orang berhasil, lainnya menyerah. Permainan pun dimulai dari awal: posisi karet semata kaki, lalu selutut, pinggang, dada, dagu, kepala sampai karet tergenggam ke langit.

Yeah!” teriak salah satu pemain yang sukses menaklukan posisi “merdeka”, disambut riuh tepuk tangan peserta lain. Pagi itu (7/9/2025), langit nan cerah berpadu dengan sengatan mentari kaya vitamin D. Suasana Alun-alun Kejaksan, Kota Cirebon, tampak semarak.

Anak Kecil sampai Lansia  

Selain lompat tali, di lapangan depan Masjid Raya At Taqwa itu juga ada permainan gobak sodor. Terbagi dalam dua regu. Sebuah tim harus menembus penjagaan kelompok lawan. 

Semua personel mesti berhasil melewati rintangan. Tak boleh tersentuh lawan. Pemain kudu lihai mengecoh para penghalang, agar lolos penjagaan terakhir. Kekompakan jadi kunci kemenangan.

Di sudut lainnya, pepohonan memayungi kelompok-kelompok kecil yang duduk melingkar. Mereka asyik bermain monopoli, halma, ludo, ular tangga, congklak, dan engklek. Usianya beragam, dari bocil sampai nenek.

“Pas main ke sini, eh, ada permainan jadul. Ikutan, ah,” kata Wiwin (63), mengungkap kehadirannya. Dia main halma lawan anaknya, Elis (46). “Kalau sengaja main di rumah, kurang greget. Tapi ini rame-rame, jadi lebih antusias,” tutur Elis.

Senada dikatakan Nur (20), generasinya kangen permainan tradisional yang sudah jarang diadakan. Kesibukan individu dan perkembangan teknologi, jadi alasan kuat permainan tradisional terlupakan.

“Saya tinggal di (kampung) pesisir, mau main sama siapa bingung. Aktivitas main bareng ini sangat menyenangkan,” ujar gadis yang tengah menanti giliran melempar “kojo” atau “patah” berupa batu pipih dalam permainan engklek.

  • Serunya Nostalgia Permainan Jadul bersama Cirebon Traditional Game
  • Serunya Nostalgia Permainan Jadul bersama Cirebon Traditional Game

Tak langsung membuat pola kotak-kotak di tanah—lazimnya media permainan engklek—adu tangkas melompat dengan satu kaki yang dimainkan Nur dan rekan lainnya, berlangsung di atas karpet putih digarisi spidol. Ini tak mengurangi keseruan dan atmosfer kompetisi antarmereka.

Seorang ayah, Riki (39), bergabung dengan peserta lainnya. Dia datang membawa istri dan anak. “Punya congklak di rumah, namun sudah lama tidak dimainkan. Pas lihat di sini ada, sekalian deh ikut main,” ucapnya di hadapan Ayumi (11), yang sibuk memindahkan biji-biji di papan “berlubang”. 

Menghidupkan kembali permainan tradisional, kata dia, merupakan edukasi penting untuk anak-anak, sekaligus memfasilitasi siapa yang mau nostalgia mengenang masa kecil.

Riki termasuk orang tua yang ingin buah hatinya intens beraktivitas di luar ruang. Karena menurutnya, kegiatan outdoor turut menumbuhkan kepekaan sosial anak. “Ini tidak bisa dengan teori, mesti diaplikasikan. Bermain bersama itu melatih kemandirian anak dan mengajarkan silaturahmi dengan sesama,” paparnya.

Warga Indramayu yang sedang liburan di Cirebon itu menegaskan, generasi anaknya beda dengan zaman dia kecil. Kehidupan modern dan perangkat digital telah melingkupi keseharian buah hatinya. “Mengenal permainan tradisional bakal menambah wawasan dan teman baru,” katanya.    

Dari kiri, searah jarum jam: Keceriaan anak-anak main ular tangga. Ibu muda versus remaja putri dalam permainan monopoli. Siapa paling banyak punya tanah dan rumah di atas kertas monopoli/Mochamad Rona Anggie

Inisiator: Komunitas Cirebon Traditional Game

Kiranya tulisan ini mengapresiasi ikhtiar Cirebon Traditional Game (CTG). Sebuah komunitas yang menginisiasi helatan permainan tradisional. Bermula dari main monopoli bareng, mereka coba menggagas acara lebih luas: menghadirkan permainan tempo dulu ke tengah publik.

“Terkhusus menarik minat anak dan remaja, biar tidak terkungkung gawai melulu,” kata Humas CTG, Agung Prasetya (28).

Walaupun, lanjut dia, kini beberapa permainan dapat diakses secara daring, suasana main bersama di ruang terbuka punya nilai lebih. Di antaranya menambah relasi dan mempererat pertemanan. “Tentu beda main bareng via ponsel, dengan bertemu langsung. Lebih seru yang tatap muka,” ucap ayah dua anak itu.

Ketua CTG, Muhammad Slamet Junedi menerangkan, komunitasnya aktif sejak Mei 2024. Awalnya sekadar main monopoli, lalu tergerak membangkitkan permainan tradisional lainnya.

Pihaknya rutin mengumumkan agenda main bersama di Instagram. Pilihan tempat diserahkan kepada khalayak. Namun, sejauh ini selalu di Alun-alun Kejaksan, karena letaknya yang strategis di jantung kota. “Warga luar Cirebon juga familiar dengan alun-alun ini,” beber Slamet. 

Agung menambahkan jika operasional kegiatan selama ini ditanggung urunan oleh tujuh pengurus CTG. Setiap pekannya, ada 50–100 peserta. Mereka mendapat snack dan air mineral. Ke depannya, CTG menyambut baik bila ada yang hendak mendukung kesinambungan acara tersebut.

“Sejauh ini publik merespons positif. Bisa saja kita coba skala lebih besar,” ucapnya. 

Perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Cirebon, Venggar Tri Laksono mengungkapkan, pihaknya turut menyokong aktivitas CTG. Di antaranya melalui surat rekomendasi pelaksanaan kegiatan di Alun-alun Kejaksan. “Supaya kegiatan berlangsung nyaman dan aman,” sahutnya.

Menurut Venggar, tidak menutup kemungkinan permainan tradisional ini nanti dilombakan dan berhadiah. Pihaknya mendukung tiap komunitas yang melestarikan budaya dan khazanah lokal. “Permainan tradisional jangan sampai hilang tergerus zaman,” pungkasnya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Mochamad Rona Anggie

Mochamad Rona Anggie tinggal di Kota Cirebon. Mendaki gunung sejak 2001. Tak bosan memanggul carrier. Ayah anak kembar dan tiga adiknya.

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Worth reading...
    Menjemput Senja di Kampung Pesisir Cirebon