Selain Sop Pak Min, The Jeblogs dan slogannya yang berbunyi “Klaten Bersinar”, Klaten juga dikenal memiliki banyak umbul. Salah duanya adalah Sigedang dan Kapilaler.
Kedua umbul yang bersebelahan ini terletak di Umbulsari, Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Jaraknya sekitar 14 km dari Alun-alun Klaten, atau setara dengan 24 menit perjalanan menggunakan sepeda motor. Rumornya, kedua umbul ini memiliki mata air yang sungguh jernih, hingga seperti kita melihat pantulan diri kita di cermin.
Tak hanya dikenal akan kejernihan kedua umbul tersebut, Kabupaten Klaten juga dikenal dengan melimpahnya mata air. Sampai orang-orang menjulukinya sebagai “Kota 1000 Umbul”. Banyaknya umbul di sana bisa ditelusuri lewat data Pemerintah Kabupaten Klaten. Mereka menulis terdapat sedikitnya sebanyak 206 sumber mata air dengan pemanfaatan yang berbeda-beda pada tahun 2007. Kemudian di tahun 2023 sumber air yang dapat dimanfaatkan bertambah menjadi 53 objek wisata


Umbul Sigedang dan Kapilaler
Pukul 10.00 WIB saya tiba di Umbul Sigadang dan Kapilaler. Untuk masuk ke lokasi wisata cukup dikenai biaya sebesar Rp10.000 per orang. Selain biaya masuk, pengunjung akan diberi sebuah air mineral bermerek Aqua 220 ml. Begitu masuk, ucapan sambutan bertuliskan “Selamat datang di Umbul Sigedang dan Kapilaler” jelas terpampang di tembok. Namun, tak hanya spanduk besar itu yang menyita perhatian, air yang begitu jernih juga sungguh memanjakan mata untuk segera masuk ke dalamnya.
Dalam satu kompleks, terdapat tiga kolam yang bisa digunakan untuk berenang, yaitu Umbul Sigedang, Umbul Kapilaler, dan kolam anak anak. Wisatawan pun bebas memilih kolam mana yang cocok untuk digunakan berenang. Tidak ada batasan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Umbul Kapilaler memiliki kecenderungan berbentuk bundar. Yang spesial dari tempat ini adalah airnya yang berasal dari sumber mata air permukaan. Bersentuhan pertama kali dengan air membuat bulu kuduk terangkat naik. Tubuh ini perlu untuk menyesuaikan suhu yang terlalu sering terpapar teriknya matahari kemarau dengan mata air yang begitu dingin. Tak hanya dingin, airnya juga begitu jernih sehingga siapa pun dapat melihat begitu jelas lantai dasar kolam.
Kejernihan airnya memancarkan cahaya bersinar bagi ikan koi yang berenang lambat. Seolah sudah akrab dengan para manusia. Untuk melihat corak warnanya yang khas di dalam air, disarankan menggunakan kacamata renang. Tak perlu khawatir bila tidak punya, terdapat tempat penyewaan ban, pelampung, juga kacamata renang di sana.
Kolam Kapilaler terhubung langsung dengan kolam Sigedang. Terdapat semacam jalan air yang memungkinkan setiap orang untuk menyusuri satu kolam dengan kolam lain. Kolam Sigedang juga tak kalah dingin. Secara ukuran Sigandang lebih luas ketimbang Kapilaler. Namun, air di Sigedang lebih gelap. Terdapat lumut-lumut yang menempel di dinding kolam. Berbeda dengan Kapilaler yang dipenuhi batu-batu tanpa lumut.
Mata air di Umbul Kapilaler menyembul deras dari dasar kolam. Setiap orang dapat melihatnya dengan mata telanjang. Air yang disemburkan lebih dingin ketimbang yang lain. Kedalaman air sekitar 150 cm, sedangkan kolam Sigedang relatif lebih rendah ketimbang Kapilaler.


Dua pohon beringin yang memayungi Umbul Kapilaler (kiri) dan dasar kolam Umbul Kapilaler dapat dilihat dengan mata telanjang karena kejernihan airnya/Aldino Jalu Seto
Pohon Beringin dan Warung Menyatu di Umbul Kapilaler
Salah satu hal yang membuat mata air ini tetap terawat adalah fungsi dari pohon beringin. Pohon ini hidup tepat di atas Umbul Kapilaler. Menjulang tinggi sekitar 15–20 meter di atas permukaan air. Hampir setiap bagian dari pohon besar ini berguna bagi ekosistem. Akarnya panjang hingga menyentuh air yang biasa digunakan ikan-ikan untuk mencari makan. Daunnya yang rimbun berfungsi sebagai atap untuk memayungi para pengunjung yang berenang di bawahnya.
Dalam tradisi masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta, ada pandangan bahwa pohon beringin merupakan makhluk yang disakralkan. Bahkan di alun-alunnya yang terkenal dengan dua pohon beringin kembarnya memiliki nama masing-masing dan ceritanya sendiri.
Terlepas dari mitos tersebut, pohon beringin sendiri memang merupakan tanaman konservasi air sehingga sangat cocok untuk ditanam di tempat yang banyak air. Ia memiliki karakteristik mengikat air dan mendekatkannya ke permukaan tanah. Maka tak heran bila air yang digunakan untuk berenang di Umbul Kapilaler berasal dari mata air. Hal ini berkat kemampuan dari pohon beringin.
Selain itu, ada hal yang tak bisa dilepaskan dari tempat wisata air, yaitu warung gorengan. Di banyak tempat wisata air yang saya jumpai, hampir pasti ada seorang ibu yang sibuk dengan wajan dan minyak gorengnya. Di banyak tempat tempe, tahu, dan bakwan hangat, seolah telah menjadi penawar bagi raga-raga yang kedinginan. Begitu pula yang terjadi di tempat wisata ini, warung-warung menjual aneka gorengan dan teh, kopi, atau jeruk panas adalah sebaik-baiknya minuman.
Air, burung, ikan, manusia, pohon hingga warung bersatu membentuk ekosistem yang saling bermanfaat. Mereka disatukan atas ekosistem lain yang menopang elemen-elemen tadi, agar tetap ada tentunya.


Air sebagai Anugerah “Emas Biru” di Klaten
Menukil Kompas.com (20/3/2025), berdasarkan penelusuran menggunakan berbagai metode, air yang muncul sebagai umbul dan mata air di Klaten berasal dari daerah resapan atau recharge area di lereng timur Gunung Merapi, di ketinggian sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl).
“Namun, jalurnya berbeda-beda, ada yang di dekat permukaan, ada juga yang di kedalaman. Masing–masing aliran dibatasi oleh batuan impermeable atau lapisan kedap air,” ujar Profesor Heru Hendrayana, Senior Hydrogeologist di bidang Teknik dan Manajemen Sumber Daya Air Tanah dan pengajar di Jurusan Geologi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada kepada Kompas.com, Kamis (20/2/2025).
Sekarang dapat dipahami dengan rasional. Mata air yang menyembul dari permukaan sendang ini tak lantas hidup atas baiknya ekosistem yang terdapat di Polanharjo saja, tetapi juga terdapat kontribusi dari baiknya ekosistem hutan lereng gunung yang dapat menyerap air hingga mengalirkannya ke hilir.
Sebagai kabupaten medioker, Klaten mesti banyak bersyukur karena dianugerahi “emas biru” yang melimpah ruah. Di tengah kekeringan yang melanda berbagai kota di Jawa Tengah, Klaten masih memiliki cadangan air yang bisa dikonsumsi sewaktu-waktu. “Emas biru” itu mengilhami semboyan “Klaten Bersinar”. Bersinar bukan hanya slogan moral Bersih, Sehat, Indah, Nyaman, Aman, Rapi, tetapi bersinar lewat emas birunya.
Mata air Klaten bak warisan turun-temurun. Dari kakek, hingga ke cucu. Dari dataran tinggi pegunungan, hingga sawah di dataran rendah pedesaan. Tapi, sejak tahun 2004 hingga sekarang, mata air Klaten terus ditambang untuk dijadikan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Berbagai penolakan muncul oleh masyarakat Klaten dikarenakan debit air yang menurun, sehingga menyebabkan kekeringan di dataran yang lebih rendah.
Pertanyaannya, sampai kapan emas biru dari Klaten akan bertahan?
Referensi
Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. (2018, 22 Januari). Pohon Beringin di Keraton Yogyakarta. Kratonjogja.id, https://www.kratonjogja.id/tata-rakiting/9-pohon-beringin-di-keraton-yogyakarta/. Diakses secara daring pada Minggu, 25 Mei 2025.
Wisnubrata. (2025, 3 Maret). Umbul Sigedhang-Kapilaler dan Mitos yang Harus Diketahui Faktanya. Ekspedisi Nusatirta Kompas.com, https://www.kompas.com/sains/read/2025/03/20/153807123/umbul-sigedhang-kapilaler-dan-mitos-yang-harus-diketahui-faktanya?page=2. Diakses secara daring pada Minggu, 25 Mei 2025.
Zain, Q. (2015). Collaboration Strategy dalam Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR): Studi Kasus Aqua Danone Klaten. Jurnal Hubungan Internasional, Tahun VIII, No. 2, Juli–Desember 2015. https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jhi8835eaa814full.pdf.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.