TRAVELOG

Menyusuri Taman Kehati Harjamukti Kota Cirebon

Wajah sebuah kota tercermin dari keasriannya. Semakin banyak pepohonan, menunjukkan identitas wilayah yang pro lingkungan dan udara bersih.

Tentu saja pembangunan sebuah daerah tak melulu urusan fisik, tetapi juga memikirkan kawasan minim polusi. Peduli pada kelestarian alam bukan hanya lewat omongan, melainkan juga mesti dengan langkah nyata. Keberadaan Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) di Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, merupakan contoh riil penghijauan di tengah permukiman dan lalu lintas nan padat.

Pemkot Cirebon patut diberi apresiasi. Bagaimana tidak, Taman Kehati yang mulanya rintisan hutan kota tahun 2008, hingga sekarang masih eksis. Pertama kali dikelola Dinas Kelautan, Pertanian, Peternakan dan Perikanan (DKP3). Kini beralih ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

Nama Kepala DKP3 Kota Cirebon masa itu, Ir. Odi Suryadi MSi, tak boleh dilupakan. Beliau inisiator program hutan kota yang luas awalnya dua hektare, sekarang nyaris lima hektare. Aneka tanaman tumbuh subur. Tutupan daunnya meneduhkan.   

Taman Kehati terletak sekitar 10 kilometer dari jantung kota ke arah selatan. Persis di sebelah Kantor Kecamatan Harjamukti. Pagar hitamnya selalu tertutup, tapi tak digembok. Kenapa tidak dibuka bebas untuk umum?

Koleksi Tanaman Lengkap

Pagi itu (16/9/25), saya mampir ke sana dan seketika takjub. Rindang pepohonan menyambut. Terang mentari langsung redup begitu menyusuri setapak berpaving yang dinaungi ketapang, mahoni, angsana, jati, cemara laut, dan randu. Tiap pohon diberi keterangan nama. Bertujuan mengedukasi pengunjung.

Sebuah bangunan tempat pengolahan kompos merupakan ujung setapak. Saya bertemu Tarda (48). Pegawai DLH itu hendak rehat sejenak, usai membabat rumput bersama rekannya, Rizky Hadi (21). Saya berbincang santai dengan keduanya di tengah rimbun tanaman jamblang, di antara pipa setinggi lutut orang dewasa, yang sebelumnya difungsikan sebagai sprinkler—sistem penyiraman melalui kincir putar. 

“Kalau pagi kami potong rumput, sore menyiram tanaman,” kata Tarda. 

Ditanam sejak 2008, beberapa pohon tumbuh besar, seperti mahoni, angsana, dan jamblang/Mochamad Rona Anggie

Metode penyiraman dilakukan manual menggunakan tangan. Mengambil air dalam gentong yang terisi lewat rangkaian pipa. “Ketika tanaman masih kecil, dibasahi pakai sprinkler. Tapi pas tumbuh besar, sudah tak efektif lagi,” paparnya. 

Taman Kehati mengoleksi 500 tumbuhan. Meliputi pepohonan besar, tanaman rumahan serta buah-buahan. Awal rintisannya disebar 100 batang manglid, 100 bibit glodokan, 90 batang jati, 80 mahoni, 75 ketapang, 50 pinisium, 50 tanjung, 25 jamaica, dan 25 sawo kecik.

Odi yang kini mendekati usia 70 tahun merasa bahagia. Hutan kota masih tegak. Terawat dengan baik. “Semoga menjadi amal jariah untuk semua yang berkontribusi,” ucap warga Perumnas Gunung Merbabu via telepon.

  • Menyusuri Taman Kehati Harjamukti Kota Cirebon
  • Menyusuri Taman Kehati Harjamukti Kota Cirebon
  • Menyusuri Taman Kehati Harjamukti Kota Cirebon

Pengembangan hutan kota zaman Odi, mengarah kepada objek wisata alam lokal yang menyuguhkan tanaman favorit. Dia ingat anggaran pengadaan pohon tak lebih dari 100 juta rupiah. Air tanah (sumur pantek) jadi andalan. 

“Bahkan saya koordinasi dengan unit pemadam kebakaran, antisipasi musim kemarau. Tanaman jangan sampai kering, biar disiram mobil damkar,” kenangnya. 

Sementara itu demi membudayakan penghijauan di banyak rumah tangga, DLH mempersilakan jika ada yang berminat membesarkan bibit tanaman dari Taman Kehati. “Kami beri gratis. Tinggal ajukan surat permohonan ke DLH,” sahut Tarda lantas menawarkan bibit cempedak, aneka cabai, alpukat, nanas, salam, dan bunga kertas. 

Menyusuri Taman Kehati Harjamukti Kota Cirebon
Bibit tanaman gratis dari Taman Kehati bisa menghijaukan rumah, sekolah atau kantor/Mochamad Rona Anggie

Kawasan Terbatas, Menghindari Tanaman Rusak

Rizky tak menyangka begitu lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), diterima sebagai tenaga honor DLH. Begitu Kepala DLH Kota Cirebon dr. Yuni Darti SpGK menugaskannya ke Taman Kehati, ayah satu anak itu siap sedia. Padahal latar pendidikannya soal permesinan. 

“Saya tidak punya basic botani, belajar otodidak. Setidaknya saya hafal nama pohon di sini,” ucapnya.

Rizky berbagi beban kerja dengan empat petugas lainnya yang lebih sepuh. Karena paling muda, dia didaulat menempati rumah tinggal yang menempel gudang pengolahan kompos. “Saya senang suasana alam, jadi betah,” ujarnya.

Penuturan Rizky, awalnya akses ke Taman Kehati bebas untuk publik. Apalagi waktu itu belum dipagari. Semua bisa datang kapan saja. Namun, imbasnya sampah mengotori kawasan dan tanaman rusak. Akhirnya dibuatlah pagar keliling, membatasi pengunjung.

Sampah PKL Mengganggu

Ada jarak lima meter antara sisi depan Taman Kehati dengan jalan raya. Saluran drainase melintasinya. Ruang terbuka yang sejatinya tak boleh ditempati, kini malah dikuasai pedagang kaki lima (PKL). Padahal sudah ada plang peringatan dilarang berjualan di sekitar hutan kota, berdasarkan Perda Kota Cirebon Nomor 9 Tahun 2003 tentang Ketertiban Umum. Tapi banyak yang tidak peduli. 

“Aktivitas jual beli menghasilkan sampah. Pedagang seolah tutup mata sudah mengotori Taman Kehati. Kamilah yang membersihkan,” keluh Rizky. 

Kawasan Taman Kehati menyatu pula dengan Bumi Perkemahan (buper) Kebon Pelok. Bagian belakangnya belum berpagar. Terhubung dengan perumahan. Akhirnya penduduk bebas keluar masuk. Walau jauh dari zona inti Taman Kehati.

Menyusuri Taman Kehati Harjamukti Kota Cirebon
Pohon trembesi ampuh menurunkan suhu sekitar/Mochamad Rona Anggie

Area buper didominasi pohon mangga, trembesi, angsana, bintaro, dan mindi. Sebagian tanah datarnya dijadikan lapangan tempat bocah main bola. “Yang miris, kalau ada buah matang di pohon, misal nangka dan nanas, eh, ada yang ngambil duluan. Kami yang memeliharanya gigit jari,” kata Rizky kecewa.

Tantangan lainnya selama dia menjadi petugas Taman Kehati, adalah mengusir para pemburu yang seenaknya menjaring burung di kerimbunan hutan kota. “Satwa liar di area Taman Kehati kami lindungi,” tegasnya. 

Pengalaman menarik lainnya ketika dia berada di tengah barisan pohon trembesi. Cuaca panas seakan dinetralisasi, berganti kesejukan. “Nyes, kaya kena AC. Adem,” beber Rizki kagum.  

Kiranya nikmat tak terkira, menjalani keseharian di tengah kelebatan hutan. Paru-paru menyerap oksigen segar. Mata teduh memandangi dedaunan hijau. Ke depannya, Rizky berharap pegawai di sana bisa ditambah, guna memaksimalkan pemeliharaan dan pengawasan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Mochamad Rona Anggie

Mochamad Rona Anggie tinggal di Kota Cirebon. Mendaki gunung sejak 2001. Tak bosan memanggul carrier. Ayah anak kembar dan tiga adiknya.

Mochamad Rona Anggie

Mochamad Rona Anggie

Mochamad Rona Anggie tinggal di Kota Cirebon. Mendaki gunung sejak 2001. Tak bosan memanggul carrier. Ayah anak kembar dan tiga adiknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Serunya Cirebon Festival 2025