Beberapa waktu lalu aku mengikuti Sekolah TelusuRI yang diadakan oleh TelusuRI secara daring via Zoom dan disiarkan secara langsung melalui YouTube. Sekolah TelusuRI kali ini membuka kelas tentang “Aerial Videography 101” dengan mendatangkan seorang videografer, filmmaker, yang juga sekaligus founder dari Skygrapher, yakni Bram Aditya.
Selama berjalannya acara Bram Aditya berbicara seputar pengalamannya menerbangkan drone untuk kepentingan pembuatan video dokumentasi. Bagiku, acara yang berlangsung selama kurang lebih satu jam itu cukup memberikan bekal pengetahuan baru soal videografi dari sudut pandang pengambilan gambar lain menggunakan kamera udara.
Kelas dimulai dengan paparan Bram mengenai sejarah drone. Saya baru tahu, drone dibuat pertama kali tahun 1849 dengan kegunaan untuk membawa bom dalam situasi perang, dan masih terus berlanjut hingga tahun 1940 yakni saat perang dunia ke 2. Sampai akhirnya tahun 1970 drone berubah fungsi, tidak lagi untuk mengangkut bom melainkan sebagai pesawat pengintai saat perang. Hingga sekarang drone berfungsi untuk pengambilan gambar, pengecekan tambang, pemadam kebakaran, mapping, farming, delivery, bahkan taxi.
Makin kesini teknologi makin canggih ya? Bisa-bisa di masa mendatang udah nggak ada ‘tu yang pergi ke sawah, nggak ada yang jadi tukang ojek, antar makanan macam gofood, semua udah dilakuin sama teknologi ini.
Sebelum masuk ke materi lebih dalam Bram juga menjelaskan mengenai tipe-tipe drone sekaligus spesifikasinya meskipun tidak begitu lengkap. Ada Mavic air, Mavic Mini 2, Mavic Pro 2, Phantom Pro 2, Inspire 2, dan Matrice 600.
“Saat ketemu klien, semua aksesoris drone dipasang aja semua biar klien makin percaya dan yakin sama kita. Meskipun nanti aksesorisnya nggak kepakai semua bahkan ada yang dilepas”, pesan Bram.
Meski Bram seorang filmmaker, ia sendiri mengatakan kalau ngedrone atau pengambilan video menggunakan drone sangat jarang dilakukan dalam pembuatan sebuah film. Biasanya gambar dari drone hanya digunakan sebagai “insert” atau sisipan saja.
Lalu, langkah awal yang harus dipahami oleh seseorang yang baru belajar adalah cara mengoperasikannya. Nah, untuk pembelian drone tentu sudah satu set dengan remote-nya dong, lalu gimana cara kerjanya?
Di Sekolah TelusuRI kemarin dijelaskan bahwa di remote drone terdapat dua tombol yang ada di kanan dan kiri. Untuk tombol kiri berfungsi untuk memutar drone dan menaik turunkan drone, sedangkan tombol yang kanan berfungsi untuk mengarahkan drone maju mundur dan geser kanan kiri. Selain fitur dasar tersebut, kamu juga harus membaca manual fitur dan cara penggunaannya supaya drone dapat digunakan dengan lebih maksimal.
Selain cara pengoprasian Bram juga menjelaskan mengenai aturan-aturan dalam menerbangkan drone. Karena cara kerja drone harus diterbangakan, maka ketinggian yang dicapai tidak boleh lebih dari 120 meter di atas tanah atau bangunan untuk menghindari pertemuan dengan helikopter; tidak menerbangkan drone di area bandara dan objek vital (monas, istana negara, dubes, dll); pastikan drone selalu terlihat oleh mata, sehingga jika ingin mengambil gambar yang agak jauh lebih disarankan pilotnya yang pindah; hindari kerumunan dan terbang di atas tempat ibadah; pastikan drone berasa searah dan didepan kita menghadap, supaya tidak bingung saat mengoperasikannya; selalu terbang dengan observer, guna untuk memberitahu lingkungan sekitar drone; ikuti peraturan lokal, jika tidak diperbolehkan menggunakan drone jangan ngeyel, atau kamu harus mengurus surat izin terbang drone; dan tentunya pastikan drone terbang di tempang terbuka ya, supaya drone mendapatkan GPS.
Bram juga memberikan 5 tips ala dirinya kepada seluruh peserta Sekolah TelusuRI, yaitu:
- Tidak perlu terbang terlalu tinggi karena semakin tinggi maka semakin nggak kelihatan pergerakan drone tersebut. Bram juga menyarankan untuk selalu terbang rendah dan pelan supaya bisa memantau pergerakan drone.
Tidak perlu terbang terlalu kencang apalagi menggunakan mode speed karena jika drone sudah terbang kencang, maka agak susah dipelankan. Tapi, jika drone terbang pelan, kecepatannya bisa ditingkatkan. - Selalu menggunakan auto exposure biar nggak ribet dan hasil gambarnya bagus, kecuali jika video editornya yang meminta. Pahami juga semua fitur yang dipunyai oleh drone.
Jangan membuat pergerakan kamera dan drone secara tiba-tiba karena akan bisa-bisa harus mengulangi pengambilan gambar dari awal. Dalam pengambilan gambar, paling tidak berikan durasi minimal 10 detik dengan posisi yang sama supaya bisa dipilih mana yang akan digunakan. - Lakukan survei melalui Google Street, Google Maps, atau Instagram gunamelihat keadaan situasi lapangan dan menentukan ide konsep pengambilan gambar akan seperti apa. Pergerakan drone juga bisa direncanakan saat survei ini.
Sebelum terbang cek bangunan sekitar apakah terdapat pohon, tiang, gedung, benang layangan, dan kabel listrik karena jika ada hambatan yang tidak terlihat akan berakibat fatal misalnya saja tabrakan drone dengan bangunan-bangunan tersebut. - Banyak gunakan tripod mode, supaya pergerakan drone dapat lebih pelan dan hasil pengambilan gambar bisa smooth. Rubah RTH (Return To Home) menjadi remote jika take off dari perahu/pelabuhan karena mode RTH tidak berfungsi maksimal pada posisi ini.
Perhatikan medan magnet di lokasi terbang karena jika banyak medan magnet akan menyebabkan drone terbalik ketika take off. - Belok kanan jika bertemu dengan objek terbang (misalnya pesawat, drone, helikopter, dll). Tapi, jika diserang burung, jangan langsung turun, melainkan naikkan lalu ke kanan kiri sambil turun pelan-pelan.
Satu jam berlalu begitu cepat saat menyimak Bram di kelas “Aerial Videography 101”. Menurutku, materi-materi dasar pengambilan gambar menggunakan drone cukup bermanfaat bagi peserta yang sudah memiliki drone maupun yang belum.
Selain yang sudah kutulis, jika mau tau materi menarik dan lengkap yang dibagikan Bram Aditya, silahkan simak video yang sudah diunggah di kanal YouTube TelusuRI.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI. Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.