TRAVELOG

Legenda Raden Panji Pulang Jiwo dan Sejarah Kota Kepanjen (2)

Pernikahan Raden Panji dan Roro Probo Retno berlangsung meriah. Dihadiri para petinggi kadipaten, kehidupan pernikahan mereka berjalan harmonis. Kebahagiaan Panji dan Probo Retno semakin sempurna dengan kehadiran seorang putra yang mereka beri nama Raden Panji Wulung atau Raden Panji Saputro.

Masalah besar muncul ketika pasukan Kesultanan Mataram menerapkan upeti yang tinggi. Adipati Malang menolaknya. Sultan Agung Mataram menganggap Ronggo Tohjiwo makar.  Diutuslah pasukan yang dipimpin oleh Senopati Surontani untuk memerangi Kadipaten Malang. Panji Pulang Jiwo dan Probo Retno dipercaya adipati memimpin pasukan untuk menghadapi pasukan Mataram.

Legenda Raden Pulang Jiwo dan Sejarah Kota Kepanjen (1)
Makam Probo Retno, Panji Wulung, dan Panji Sosro/Laily Nihayati

Tragedi dan Perlawanan Mataram

Kedua pasukan berhadapan di kaki Gunung Kendeng. Probo Retno melawan Surontani yang juga dikenal dengan nama Ki Joko Bodho. Surontani memiliki tombak pusaka ā€œKyai Pleredā€ yang pantang digunakan untuk melukai perempuan, karena kesaktiannya akan hilang. Namun, dalam keadaan terdesak, Surontani akhirnya melemparkan tombak saktinya dan mengenai dada Probo Retno.

Sang putri berhasil diselamatkan, tetapi meninggal dalam perjalanan menuju kadipaten. Mengetahui istrinya tewas, Raden Panji merasa sedih dan murka. Ia kejar pasukan musuh dengan menunggang kuda Sosro Bahu dan membabat habis pasukan Joko Bodho. Sisa-sisa pasukan Mataram bersembunyi di daerah hutan rimba di daerah Ngebruk yang kini dikenal dengan nama Mentaraman.

Akhirnya, sisa pasukan Mataram yang bersembunyi bisa diketahui, sehingga perang tanding antara Raden Panji dan Joko Bodho tak terelakkan lagi. Karena kesaktian tombak Kyai Plered sudah hilang, maka dengan mudah Joko Bodho dibunuh oleh Raden Panji.

Meski berhasil mengalahkan pasukan Mataram, batin Raden Panji tetap merana akibat kehilangan wanita yang ia cintai. Raden Panji merasa bersalah tidak mampu melindungi istrinya.

Raja Mataram yang mendengar kabar kekalahan pasukannya lantas mengirim pasukan lebih besar di bawah komando Tumenggung Alap-alap. Para perwira berembuk mengatur strategi untuk mengalahkan Raden Panji yang sakti. Mereka membuat jebakan di panggung dengan menghadirkan seorang putri Mataram yang wajahnya mirip dengan Probo Retno. Raden Panji yang melihat sosok istrinya tengah menari, langsung menghampiri panggung. Ketika naik ke atas panggung terperosoklah Raden Panji ke dalam jebakan lubang sumur maut.

Melihat Raden Panji telah terjebak, seketika puluhan prajurit Mataram yang dipimpin Tumenggung Alap-alap melepaskan anak panah serempak ke tubuh suami Probo Retno. Ia tersungkur tak berdaya, berlumur darah dan menemui ajalnya. 

Jasad Raden Panji diambil dari lubang sumur lalu dikebumikan di dekat makam Probo Retno. Seluruh petinggi, prajurit, dan punggawa Kadipaten Malang berkumpul di Kepatihan untuk memberikan penghormatan terakhir serta menyatakan rasa kehilangan atas wafatnya Patih Kadipaten Malang. 

Sejumlah benda bersejarah warisan Kadipaten Malang, seperti batu-bata koleksi Agung Cahyono Wibowo (paling kiri) serta sejumlah koleksi Museum Kepanjen/Laily Nihayati

Warisan Kadipaten Malang

Meski tidak banyak catatan tertulis tentang Raden Panji, kisahnya masih hidup di tengah masyarakat melalui dongeng, tradisi lisan, kesenian, dan berbagai situs lokal yang diyakini berkaitan dengan perjalanan hidupnya. Hingga kini masih banyak warga yang menziarahi makam Raden Panji dan keluarganya. Menurut penuturan Pardi, masih banyak peziarah yang datang, baik masyarakat Kabupaten Malang maupun dari kota lain. ā€œBahkan ada yang dari luar Jawa. Biasanya mereka berziarah pada hari Kamis, malam Jumat Legi,ā€ terangnya.

Legenda Raden Panji Pulang Jiwo menorehkan jejak pada nama-nama jalan dan daerah sekitar Kepanjen. Contohnya, tempat penjebakan Raden Panji yang dulu merupakan hutan belantara, kini menjadi wilayah administratif Kabupaten Malang dengan nama Desa Panggungharjo.

Sementara nama Panji Pulang Jiwo diabadikan menjadi nama jalan di daerah Kecamatan Pakisaji yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kepanjen. Di sekitar makam, jalan-jalannya juga menggunakan nama yang berhubungan dengan kisah Raden Panji Pulang Jiwo. Seperti Jalan Sawunggaling di sebelah barat rel kereta api dekat makam. “Dinamakan Sawunggaling karena saudara Raden Panji Pulang Jiwo, yakni Cakra Ningrat tinggal di wilayah tersebut,” ujar Pardi.

Sedangkan di sebelah timur rel kereta api, diberi nama Penarukan yang merupakan tempat untuk menaruh barang milik Raden Panji. Di sebelah selatan, diberi nama Jalan Panji. Konon tempat tersebut adalah jalan yang dilalui Raden Panji ketika menuju Keraton Jenggolo, yang kini menjadi Desa Jenggolo. Selanjutnya di area belakang dekat makam Raden Panji, dulunya diberi nama Kauman, yaitu tempat untuk berkumpulnya kaum atau pengikut Raden Panji. ā€œSekarang ini, tempat tersebut juga dijadikan tempat makam umum warga Kepanjen,” jelas Pardi.

Legenda Raden Pulang Jiwo dan Sejarah Kota Kepanjen (2)
Pendopo Panji, jejak arsitektur masa Kerajaan Sengguruh/Laily Nihayati

Toponimi dan Perkembangan Kota Kepanjen 

Toponimi Kepanjen yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Malang diyakini berasal dari kata ā€œpanjiā€. Mudzakir Dwi Cahyono, sejarawan dan arkeolog dari Malang, mengatakan bahwa nama Kepanjen sangat mungkin merupakan pengucapan dari istilah tekstual ka-Panji-an, yang lambat laun dilafalkan menjadi ke-Panji-an, dan lantas mengalami persandian ā€œa+i=eā€ menjadi Kepanjen.

Kata Panji adalah istilah dalam bahasa Jawa Kuna atau Tengahan, yang dalam bahasa Jawa Baru dan Indonesia secara harfiah berarti bendera atau pataka. Dalam konteks lain, Panji atau varian sebutannya (ma) panji atau (a) panji dipakai sebagai nama atau gelar, yang lazim ditempatkan sebelum nama diri. Para penyandang gelar panji adalah orang-orang yang berstrata sosial kesatria atau bangsawan. Hal ini menandakan bahwa wilayah ini dulunya merupakan hunian para bangsawan dan pusat pemerintahan kecil sebelum berkembang lebih lanjut.

Kepanjen memiliki sejarah panjang yang dimulai dari masa kerajaan hingga menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Malang saat ini. Pada masa kerajaan, wilayah Kepanjen termasuk dalam daerah kekuasaan Kerajaan Sengguruh, yang juga dikenal sebagai Kerajaan Supit Urang, yang terletak di Malang Selatan. Kerajaan ini muncul menjelang keruntuhan Kerajaan Majapahit dan wilayahnya kemudian berpindah kekuasaan ke Kesultanan Demak dan Mataram Islam.

Pada era pemerintahan Sultan Agung, sultan ke-3 di Kesultanan Mataram, Kepanjen yang menjadi bagian dari Pakis Harjo sempat dijadikan sebagai pusat pemerintahan Kadipaten Malang di era Ronggo Tohjiwo, setelah pusat kadipaten terdahulu di Kutha Raja yang berada di areal pertemuan tiga buah sungai (Brantas, Amprong, dan Bango) hancur mendapatkan serangan Mataram pada tahun 1615–1620. Selanjutnya, Kepanjen jadi pusat Kawedanan dalam sistem pemerintahan pribumi Kadipaten dan Kabupaten Malang.

Adapun Sengguruh, pada era VOC (setidaknya antara tahun 1838–1853) dijadikan pusat Distrik Senggoro, dengan Kepanjen sebagai salah satu onder district (distrik bawahan). Penempatan pusat distrik Senggoro dan Kawedanan Kepanjen di tempat yang sama, yaitu di pusat Kepanjen sekarang, barulah terjadi pada tahun 1853-an. Sejak itu hingga memasuki masa Kemerdekaan RI, Kepanjen menjadi pusat distrik, kawedanan, kecamatan, dan desa dengan nama arkais “Kepanjen”.

Momentum berikutnya terjadi pada tahun 2008, ketika Kepanjen secara resmi ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Malang, menggantikan ibu kota lama di wilayah Kota Malang. Saat ini, Kepanjen berkembang sebagai ibu kota kabupaten dengan sarana pendukung seperti Stadion Kanjuruhan dan fasilitas sektor jasa, meskipun ruang publik modern masih terus dikembangkan. Dengan banyak peninggalan bersejarah dan posisinya yang strategis, Kepanjen mencerminkan perpaduan antara kekayaan sejarah kerajaan dengan perkembangan kota masa kini.


Referensi: 

Erwin, M. (2019, 24 Maret). Asal-usul Nama Desa Kepanjen, Malang, Berawal dari Nama Raden Panji Pulang Jiwo asal Sumenep. Surya Malang, diakses pada 18 Oktober 2025 dari https://suryamalang.tribunnews.com/2019/03/24/asal-usul-nama-desa-kepanjen-malang-berawal-dari-nama-raden-panji-pulang-jiwo-asal-sumenep.
Malik, A. (2022, 6 September). Sejarah Kepanjen. KlikTimes, diakses pada 20 November 2025 dari https://www.kliktimes.com/sastra-budaya/pr-7294810851/sejarah-kepanjen.
Mustopo, Habib, dkk (Tim Hari Jadi Kabupaten Malang). (1984). Dari Pura Kanjuruhan Menuju Kabupaten Malang (Tinjauan Sejarah Hari Jadi Kabupaten Malang). Malang: Pemda Dati II Kabupaten Malang.
Olthof, W. L. (2014). Babad Tanah Jawi: Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647. Yogyakarta: Narasi.
Sulistyo, W. D., Nafi’ah, U., Agung, D. A. G., & Cahyono, M. D. (2020). Jejak Sejarah Malang Raya. Malang: Penerbit Bintang Sejahtera.
Wibowo, A. C. (2025). Putri Ayu Proboretno & Raden Panji Pulang Jiwo, Jejak Cinta, Politik, dan Kebudayaan dalam Ekspansi Islam ke Sengguruh. Banyumas: Penerbit Arta Media Nusantara.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Laily Nihayati

Mantan jurnalis yang masih suka nulis dan healing tipis-tipis .

Mantan jurnalis yang masih suka nulis dan healing tipis-tipis .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Masjid Mantingan, Potret Akulturasi Budaya dan Agama di Jepara