Sabtu (09/12) kemarin TelusuRI diundang jadi pembicara pada eksebisi petualangan terbesar di Yogyakarta, Jogja Outdoor Show. Bersama Danis, co-founder Muncak, Syukron Makmun yang mewakili TelusuRI berbincang tentang komunitas petualang Indonesia dalam talkshow berjudul “Menyoroti Komunitas Adventure Indonesia.”
Petualangan yang kian hari semakin digemari membentuk pangsa pasar yang cukup potensial. Bukti paling nyata dapat dilihat dari menjamurnya komunitas-komunitas petualang, dari mulai kelompok pendaki gunung sampai backpacker. Dengan memanfaatkan teknologi, mereka terhubung, berjejaring, saling membantu, dan membentuk komunitas-komunitas di berbagai wilayah.
Untuk merebut pangsa pasar petualang tanpa komunitas, penyedia jasa open trip kegiatan alam bebas juga mulai bermunculan. Berbeda dari agen-agen perjalanan konvensional, mereka tampil sebagai penyedia jasa alternatif yang berani menawarkan layanan berharga miring.
Saluran untuk menawarkan barang dan jasa pun sekarang sudah sangat beragam, dari mulai eksebisi di dunia nyata seperti Jogja Outdoor Show sampai dunia maya seperti website, forum, akun media sosial, sampai aplikasi ponsel pintar, seperti yang dilakukan oleh startup Muncak.
Muncak adalah media komunitas online untuk tur, acara, dan aktivitas berbasis aplikasi. Melalui aplikasi Muncak, para petualang lepas bisa bergabung untuk berkegiatan di alam bebas, seperti hiking, diving, caving, climbing, dan lainnya. Serunya, aplikasi Muncak juga memungkinkan seseorang mencari teman untuk bertualang bersama. Mencari teman untuk ke alam bebas semakin mudah. Muncak membuat seorang petualang terkoneksi dengan komunitas.
TelusuRI, mengajak pengunjung Jogja Outdoor Show berkolaborasi lewat teknologi
Menurut Syukron, TelusuRI menggabungkan antara “tourism, community, technology.” Gerakan yang dilakukan oleh TelusuRI adalah menstimulus terjadinya kolaborasi antarpenggiat pariwisata, terutama mereka yang bergerak di bidang pendokumentasian perjalanan, seperti penulis, fotografer, dan videografer.
Ia memberi contoh buku “Merbabu, Pendakian Bertabur Bintang” yang ditulis oleh Widhi Bek dari landscapeindonesia.com. Menurut Syukron buku itu adalah sebuah bentuk nyata kolaborasi dengan teknologi. Ketika sang penulis pertama kali memperlihatkan bukunya, Syukron berpikir, “Fotonya bagus, ceritanya menarik.” Karena itu ia pun tak ragu-ragu mengumpulkan kawan-kawan untuk berkolaborasi “memoles” buku itu.
“Uniknya, ketiga orang (yang terlibat dalam proses penyuntingan buku Merbabu) ini nggak pernah ketemu,” ungkap Syukron sambil tersenyum kepada penonton talkshow Jogja Outdoor Show. Mereka yang berkolaborasi dalam proses penyuntingan berasal dari landscapeindonesia.com (penulis), TelusuRI (editor), dan Kreavi (desainer grafis). Meskipun terhalang jarak geografis, dengan mengoptimalkan teknologi, pada paruh pertama tahun 2017 kemarin buku “Merbabu, Pendakian Bertabur Bintang” itu pun akhirnya diterbitkan dan disebarkan ke komunitas-komunitas petualang.
Menurut Syukron kolaborasi itu, “Kayak saya suka jalan. Saya ga bisa foto, saya ajak fotografer. Saya ga bisa video, saya ajak videografer.”
Berjejaring, berkomunitas, dan mengoptimalkan penggunaan teknologi membuat semua orang lebih leluasa untuk berkolaborasi. Sesi bincang-bincang itu ditutup oleh moderator dengan mengatakan bahwa kerjasama makin mudah karena keberadaan internet. (FA)
Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.