TRAVELOG

Jalan Pagi di Desa Kaduela

Persawahan dan kolam ikan jadi pemandangan indah di Kaduela. Bagi warga kota seperti saya, melihat sawah hijau membentang dan aliran air jernih depan rumah penduduk desa, menjadi obat penenang pikiran.

Tentu, kita juga bersyukur punya tempat berteduh di kota. Hanya saja situasi dan lingkungannya beda dengan di desa. Selain lokasinya di dataran tinggi dan membuat udara cenderung sejuk bahkan dingin, suasana desa jauh dari ingar-bingar deru kendaraan. Lain di kota, baru keluar jalan kompleks, kemacetan mengadang. Polusi udara nyata terasa.

Pagi itu (20/2/2025), agenda para santri hiking keliling desa. Ini bagian dari kegiatan alam terbuka pelajar Ponpes Dhiya’us Sunnah Cirebon menjelang bulan Ramadan 1446 H. Semalam acara camping dan api unggun berjalan lancar. Beberapa lomba seperti cerdas-tangkas dan hafalan Al-Qur’an, antusias diikuti peserta. 

Agar kebugaran tubuh tetap terjaga, sebelum berenang kami luangkan waktu melatih otot kaki dengan jalan santai. Pemuda setempat memandu kami keliling desa. Dari lokasi perkemahan Side Land, saya dan rombongan santri bergerak ke selatan. Menuruni jalan beraspal selebar lima meter. Permukaan aspalnya sudah mengelupas di sana-sini. Bahkan di beberapa titik, jalan berlubang. Perlu perhatian pemerintah daerah, kalau memang serius mendukung pariwisata di sana.

Kami menikmati panorama hamparan sawah hijau nan luas. Karena Kaduela ada di ketinggian—sebagaimana lazimnya perdesaan di kaki Gunung Ciremai—posisi petak-petak sawah tersusun berundak. Mirip di Ubud, Bali. Sementara sebelah kanan dan kiri jalan, kali berair bening mengalir deras. Suara gemericik air sepanjang perjalanan menambah daya pikat Kaduela sebagai salah satu desa wisata unggulan di Kuningan, Jawa Barat. 

Jalan Pagi di Desa Kaduela
Santri mengitari jalan di sisi persawahan hijau yang menyejukkan mata/Mochamad Rona Anggie

Tiap Rumah Punya Kolam Ikan

Nah, yang juga menarik di Kaduela adalah hampir setiap rumah punya kolam ikan dengan luas bervariasi. Ada yang ukuran 3×3 meter, 3×5 meter, 5×5 meter dan lebih dari itu. Ada kolam di halaman depan, samping pekarangan serta tanah belakang yang menyatu dengan kebun. Wah, waktu berjalan lambat sepertinya, kalau kita tinggal di sana. Pagi hari leluasa ngasih makan ikan dulu sebelum berangkat aktivitas. Secangkir teh atau kopi menemani, sambil menyantap serabi. Ini mungkin slow living yang didambakan orang kota.  

Salah satu warga yang saya temui, Enda Rohmana mengungkapkan, keberadaan kolam ikan di kediaman penduduk Desa Kaduela merupakan bagian dari kehidupan yang sudah turun-temurun. “Sejak zaman orang tua kami, ya, sudah memelihara ikan air tawar,” katanya.

Ibaratnya rumah pusaka, lanjut Enda, tempat tinggal kakek dan nenek dulu, sudah memiliki kolam ikan. Bersambung ke ayah-ibu hingga cucu dan cicit. Generasi penerus seperti dirinya dan anak-anaknya, mewarisi peninggalan tersebut agar senantiasa ada. 

Enda menerangkan dari 800 kepala keluarga yang tinggal di Kaduela, sebanyak 80 persen punya kolam ikan. Umumnya mereka memelihara ikan untuk dinikmati sendiri. Sementara warga yang menjual ikannya hanya 10-15 persen.  

Ketersediaan air yang melimpah dari sumber mata air Telaga Cicerem, berperan vital dalam keberadaan kolam ikan di sana. Sisa makanan yang tak habis juga bisa diberikan kepada ikan, sehingga tidak membusuk begitu saja.

“Di desa kami air melimpah, cocok sekali untuk budidaya ikan. Tapi tidak semua dibisniskan,” ucap Enda yang juga Sekretaris Desa (Sekdes) Kaduela.

  • Jalan Pagi di Desa Kaduela
  • Jalan Pagi di Desa Kaduela
  • Jalan Pagi di Desa Kaduela

Pilih Pakan Organik

Kendala pakan yang mahal, jadi alasan utama kebanyakan warga memilih tak memasarkan ikan peliharaannya. Mereka cenderung mengurus ikan sebatas kesenangan atau lebih khusus “menabung” guna kebutuhan tertentu. Misal, untuk keperluan pesta pernikahan. Pemilik ikan akan nguras kolam, demi menyiapkan masakan terbaik.

“Menjadi terpandang kalau di sebuah hajatan ada ikan gurame. Keluarga yang hajat biasanya sudah punya tabungan peliharaan ikan itu sejak jauh hari,” tutur Enda diamini koleganya sesama perangkat desa: Romy Romanza (Kaur Umum), Mahmudin (Kaur Ekbang) dan Aep Saefulloh (Kaur Perencanaan).

Warga yang memelihara ikan untuk kepentingan keluarga, biasanya memilih pakan alami (organik) seperti potongan daun talas dan singkong. Tambahan lainnya adalah dari sisa makanan rumah tangga. Kalau pakai pakan anorganik, mereka tidak sanggup. Tak sebanding antara hasil ikan yang dipanen dengan biaya pakan. 

“Kami berharap pemerintah turun tangan menstabilkan (menurunkan) harga pakan. Sayang potensi pengembangan ikan air tawar di Kaduela yang terhambat masalah pakan,” tegas Enda.   

Sementara dalam ekosistem bisnis, komoditas ikan dari Kaduela banyak diserap restoran wisata kuliner Cikalahang, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Menu gurame bakar, pepes ikan mas, dan nila goreng, jadi menu andalan yang sudah kesohor seantero Jawa Barat.

Romy menambahkan, ikan di kolam-kolam kawasan hilir Telaga Cicerem lebih diminati pasar. Sebab, ukurannya lebih besar dan rasa daging tidak amis (Sunda: hanyir), sedangkan ikan yang berada di kolam dekat sumber mata air sebaliknya.

Dia menjelaskan, ikan di Dusun Bina Warga dan Bina Karya yang terletak di bawah (hilir), banyak diincar pengepul. Kalau yang di hulu, Dusun Bina Bakti dan Bina Loka mayoritas untuk konsumsi pribadi. “Air di hilir lebih hangat, ikan berpotensi tumbuh lebih besar dan tidak berasa hanyir. Sementara air di bagian hulu lebih dingin,” ujar Romy.

Dari kiri ke kanan: Sumber mata air Telaga Cicerem menjadi tumpuan budi daya ikan di Desa Kaduela. Pipa-pipa mengalirkan air untuk keperluan rumah tangga dan kolam ikan warga. Kolam-kolam ikan milik warga yang menambah daya tarik Kaduela/Mochamad Rona Anggie

Berkah Desa Wisata

Menurut Enda, walau komoditas ikan air tawar Kaduela belum maksimal dikembangkan secara komersial, pihaknya bersyukur predikat desa wisata yang melekat cukup membantu perekonomian warga. Memiliki objek wisata seperti Telaga Cicerem, Telaga Nilem, Telaga Remis, dan Side Land, menjadi berkah tersendiri bagi penduduk Kaduela. Pelancong banyak datang dari wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning). 

“Tren kunjungan orang kota ke desa cenderung meningkat. Kami punya keindahan alam yang jadi daya tarik. Pemdes Kaduela dan BUMDes Arya Kamuning berupaya sinergi menggerakkan peran aktif masyarakat dalam sektor pariwisata,” tuturnya.

Sejauh ini apa yang diikhtiarkan menunjukkan hasil positif. Empat destinasi wisata Desa Kaduela mendapat perhatian luas. Pelancong berdatangan. Pendapatan warga lokal terdongkrak, terutama mereka yang terlibat di BUMDes. Belum lagi yang menawarkan rumahnya sebagai homestay. Bisa ditinggali turis dengan harga sewa terjangkau.

Saya lanjutkan jalan kaki. Menghirup udara pagi di tengah hamparan sawah menghijau. Air jernih mengalir sepanjang saluran depan rumah warga. Pipa-pipa menyedot sumber air alami ke kolam ikan. Kecipak ikan terdengar saat muncul ke permukaan. Mereka lapar, tapi harga pakan menggila.

Kaduela senantiasa berdaya, tak menyerah pada keadaan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Mochamad Rona Anggie

Mochamad Rona Anggie tinggal di Kota Cirebon. Mendaki gunung sejak 2001. Tak bosan memanggul carrier. Ayah anak kembar dan tiga adiknya.

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Worth reading...
    Berenang di Kiara Danu Majalengka, Menikmati Sumber Air Alami