PHOTO ESSAY

Di Antara Waktu yang Berpapasan

Manusia, alam, dan budaya hidup berdampingan dalam kontras. Satu sisi menggambarkan gerak modernitas dan kebebasan individu; sisi lain mempertahankan napas lama—warisan, kebersahajaan, dan nilai-nilai yang tak lekang. Mereka tak saling menghapus, hanya saling menegaskan bahwa kehidupan selalu tumbuh dalam perbedaan. Mereka berpapasan, lalu terus berjalan dalam arah masing-masing—namun tetap di jalan yang sama, menjaga yang lama tanpa menolak yang baru. Dalam kontras inilah, kehidupan menemukan bentuknya: tidak sempurna, tapi nyata.

Oleh: Riza Lis Hartanto


Di Antara Waktu yang Berpapasan
Dua arah di jalan yang sama. Di jalan yang padat, dua kehidupan berjalan berdampingan—yang satu perlahan, yang satu cepat. Keduanya menempuh arah yang sama, tapi dengan cara yang berbeda. Modernitas memberi ruang bagi kebebasan, tapi juga memperlihatkan batas-batasnya.
Di Antara Waktu yang Berpapasan
Sisa waktu di balik tirai. Dari balik jendela kusam, seorang ibu tua memandang dunia yang terus berubah. Tirai yang robek menjadi batas antara masa lalu dan kini—antara dunia yang pernah ia jalani dan yang kini hanya bisa ia saksikan.
Di Antara Waktu yang Berpapasan
Di antara dua dinding waktu. Dua bangunan berdiri saling berhadapan—satu warisan masa lalu, satu lagi rumah biru muda dengan atap seng. Dalam ruang kecil kampung ini, tradisi dan modernitas tak saling menyingkirkan, hanya belajar berdampingan dalam batas yang tipis namun nyata.
Di Antara Waktu yang Berpapasan
Dialog dari dinding kota. Punokawan menatap kita dari dinding pudar, membawa napas dari masa silam. Mereka adalah perwakilan nilai, moral, dan humor budaya Jawa yang kini berdialog dengan beton dan kabel listrik. Dalam diamnya, mereka masih berbicara—tentang identitas yang tak boleh hilang.
Di Antara Waktu yang Berpapasan
Fragmen modernitas. Di atas pagar berlumut, dua boneka plastik telanjang berbaring tanpa ekspresi. Di sekitarnya, bunga plastik meniru keindahan alam, sementara rumah tua tetap memegang bentuk aslinya. Antara budaya pop dan tradisi rumah lama, terjalin percakapan sunyi tentang perubahan yang tak bisa dihindari.
Di Antara Waktu yang Berpapasan
Ritme yang tak pernah padam. Di pasar yang tak pernah tidur, sepasang suami istri bekerja dengan ritme tangan dan tawa. Mesin-mesin tua berdengung, tepung bertebaran, dan seekor kucing tidur di bawah meja—kehidupan berjalan tanpa tergesa.

Cerita foto ini merupakan hasil karya peserta lokakarya dan tur fotografi “Mengasah Jelinya Mata dan Pekanya Rasa dalam Bercerita” bersama Anggertimur (Creative Storyteller) dalam rangkaian Pameran Ekspedisi Arah Singgah: Makan Key Almig di Kota Yogyakarta, 8 November 2025.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Riza Lis Hartanto

Riza tinggal di Jogja. Di sela-sela kesibukannya menjadi entrepreneur ia menekuni hobi fotografi, menjadi pengamat senyap dipersimpangan antara manusia, ruang, dan waktu. Lewat fotografi dokumenter, ia mencoba menangkap denyut kecil kehidupan yang sering terlewat, menghadirkan cerita dari jarak yang intim.

Riza Lis Hartanto

Riza Lis Hartanto

Riza tinggal di Jogja. Di sela-sela kesibukannya menjadi entrepreneur ia menekuni hobi fotografi, menjadi pengamat senyap dipersimpangan antara manusia, ruang, dan waktu. Lewat fotografi dokumenter, ia mencoba menangkap denyut kecil kehidupan yang sering terlewat, menghadirkan cerita dari jarak yang intim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *