
Es batu dari pabrik di pesisir pantai ini mendinginkan minuman noni dan tuan kompeni, ketika mereka tinggal di Cirebon—yang sejak dulu kesohor dengan udara panasnya. Menenggak minuman es, tentu menyegarkan dahaga orang-orang Belanda itu.
Letak pabrik es tak jauh dari pelabuhan. Memudahkan kru kapal jika memerlukan es batu segar untuk mengawetkan hasil tangkapan, atau keperluan lain penunjang logistik selama berlayar. Tak terkecuali membuat minuman dingin setelah mandi keringat dibakar matahari dermaga.
Masyarakat mengenalnya Pabrik Es Kasepuhan. Padahal nama aslinya: Saripetojo. Dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1933, Saripetojo Cirebon merupakan anak perusahaan Saripetojo Bandung yang beroperasi sejak 19 November 1931 di Jalan Deendelsweeg No. 24. Keduanya cabang dari NV Verenigde YS Fabrieken, Surabaya.
“Saripetojo Cirebon ada sejak 1933, bersamaan dengan kelahiran Persib Bandung,” kata Irwan Hidayat, pekerja Bagian Umum pabrik es dekat Alun-alun Sangkala Buana itu kepada penulis beberapa waktu lalu.
Sayang, ketika mengunjungi Saripetojo untuk ketiga kalinya pada Rabu (12/2/2025), Irwan sudah tak di sana. Beruntung, Hendrarto R. selaku pimpinan yang baru, berkenan saya temui. Kami ngobrol di samping ruang kantor sementara, dekat tiga cooling tower yang menumpahkan air serupa hujan.
“Air dari cooling tower itu untuk mendinginkan amonia, yang berperan semisal ‘freon’ bagi pabrik es,” ujar pria yang akrab disapa Hengki.
Bagunan kantor utama sedang direnovasi. Hengki menyebutnya bukan bagian dari cagar budaya, sehingga boleh direhab sesuai kebutuhan. Dia menjelaskan bagian yang termasuk cagar budaya mulai tembok depan pabrik sampai ke dalam. Termasuk rangka besi penopang atap masih asli zaman Belanda.
Ditetapkan Jadi Cagar Budaya
Pemerintah Kota Cirebon menetapkan pabrik es Saripetojo sebagai cagar budaya melalui Peraturan Wali Kota Nomor 19 Tahun 2001 tentang Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon. Sebagaimana tertera dalam plang resmi yang terpancang di sisi kiri area muka pabrik.
Kalau masih ingat, dulu soal status cagar budaya Saripetojo di Surakarta sempat menimbulkan polemik antara Wali Kota Joko Widodo dengan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo. Persoalan tahun 2011 silam: Bibit maunya bekas bangunan pabrik es Saripetojo dibuat mal, sementara Jokowi pilih cagar budaya. Seketika Saripetojo jadi buah bibir, melambungkan nama Jokowi. Akhirnya Saripetojo diputuskan sebagai cagar budaya, sementara kepala daerahnya melenggang ke Jakarta menjabat DKI 1, kemudian Presiden RI dua periode (2014–2024).
Pemerintah kolonial Belanda membangun Saripetojo di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ketika Jepang masuk Indonesia tahun 1942, mereka merebut manajemen Saripetojo lewat Dai Sehjo Kojo yang berpusat di Jakarta. Tahun 1946–1958, NV Verenigde YS Fabrieken merevitalisasi cabang-cabangnya dalam upaya peningkatan kapasitas produksi es.
Pada 1958, pemerintah RI mengambil alih Saripetojo. Kemudian, melalui Peraturan Perdana Menteri RI tanggal 14 Desember 1964, Saripetojo dikelola oleh Perusahaan Nasional (PN) Parwita Jasa. Tahun 1979–1999, lewat Peraturan Daerah Provinsi DT I Jabar No. 15/PD-DPRD-GR/64 serta perubahannya No. 8 Tahun 1979, disebutkan bentuk usaha Saripetojo sebagai Perusahaan Daerah Makanan Minuman Kerta Sari Jawa Barat (PD Kerta Sari Mamin Jawa Barat).
Tahun 1999 hingga Juni 2002, berdasarkan perda terbaru tahun 1999, PD Kerta Sari Mamin dilebur dengan perusahaan daerah lain menjadi PD Industri Provinsi DT I Jawa Barat. Lalu PD Industri Provinsi DT I Jawa Barat berubah badan hukum menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Agronesia yang berdiri 17 Juni 2002 sampai sekarang, melalui SK Menteri Kehakiman RI.
Hengki menerangkan, PT Agronesia memiliki empat divisi usaha, meliputi industri teknik karet, es, kemasan plastik, dan makanan-minuman. Pabrik Saripetojo dikelola divisi industri es. Terdapat empat lokasi di Jawa Barat: Bandung, Bogor, Sukabumi, dan Cirebon. “Tadinya di Karawang ada, tapi sudah dijual,” bebernya.
Dalam buku Jejak Pengabdian Birokrat, Kiprah Agus Mulyadi Memajukan Kota Cirebon disebutkan, ayah Sekda dan Pj. Wali Kota Cirebon itu sempat berdinas di Saripetojo Karawang, sebelum pensiun sebagai Kepala Saripetojo Cirebon tahun 1970-an.
“Ketika ayahnya tugas di Saripetojo Karawang, Agus lahir pada 17 November 1968. ‘Saya cuma numpang lahir di sana,’ katanya lantas tertawa. (hlm. 2).
Hengki sendiri lama bertugas di divisi industri teknik karet, sebelum pindah ke Saripetojo Sukabumi dan baru akhir 2022 memimpin Saripetojo Cirebon. “Sebelum di Jalan Kasepuhan, dulu Saripetojo Cirebon ada di Jalan Lawanggada,” sebut lelaki asli Magelang itu.

Kompetitor Bermunculan, Persaingan Ketat
Saat ini Saripetojo memasuki usia ke-92 tahun. Tantangan bisnis menghampiri. Pabrik es serupa bermunculan di Cirebon dan Indramayu. Harga jual otomatis bersaing. Belum lagi, tim pemasaran masing-masing pabrik terjun langsung ke konsumen. “Sekarang ada sekitar 11 pabrik es di Cirebon. Persaingannya ketat,” kata Hengki.
Berdiri di atas lahan seluas 800 meter persegi, lanjut dia, tiap bulan Saripetojo mampu memproduksi ratusan ton es balok (block ice). Ini adalah produk unggulan primadona pelanggan. Per balok dijual kisaran Rp20.000 dengan berat bersih 50 kg. Konsumen utama es balok Saripetojo berasal dari Cirebon, Kuningan, dan Majalengka. Permintaan es juga datang dari daerah Kluwut, Brebes, Jawa Tengah.
“Tapi sekarang pesanan es untuk nelayan di Kluwut cenderung menurun. Karena sudah banyak kapal besar yang memiliki ruang pendingin. Jadi, tak perlu banyak es lagi,” ucap Hengki.
Menurutnya, ada alasan para pelanggan setia pada produk es balok Saripetojo. Dari testimoni mereka terungkap bila kualitas susut atau proses mencairnya cukup lama. Tampilan es balok juga bening, menunjukkan penggunaan sumber air bersih terpercaya.
Saripetojo menawarkan pula tube ice; es bentuk kotak-kotak kecil, yang biasa diserok pelayan restoran untuk mendinginkan segelas minuman. Tube ice dijual per canvil (plastik besar setara 30 kg). Ada juga crusher ice, es hasil serutan yang sering kita dapati saat menikmati es campur. Model es ini banyak dipesan pengusaha tambak udang dari daerah Gebang dan Bungko (Cirebon Timur). Crusher ice adalah “nyawa” jaminan keawetan udang untuk pasar ekspor maupun lokal.
Di bagian depan Saripetojo ada dua mesin screw conveyor. Berguna untuk mencacah es balok menjadi potongan kecil. Pelanggan yang ingin mendapatkan serpihan es balok, mesti mengeluarkan biaya ekstra. “Yang membutuhkan potongan kecil biasanya pengusaha udang dan rajungan. Termasuk nelayan dari Gebang dan Bondet,” tambah Hengki.
Maraknya bisnis rumah potong unggas dan penjualan daging ayam eceran di banyak titik belakangan ini—tidak terpusat di pasar atau supermarket lagi—menambah permintaan es di Saripetojo. Tak terkecuali industri pengolahan ikan, yang menggantungkan kesegaran produk pada ketersediaan es batu.
Selain untuk mengawetkan makanan, es balok Saripetojo berjasa pula mendukung proyek pembangunan PLTU Kanci di Cirebon Timur dan Bendungan Jatigede di Sumedang. “Es balok dari Saripetojo dimanfaatkan untuk pengerasan campuran bahan material,” terang Hengki. Bila memakai air biasa pengerasan dirasa lamban, akhirnya air hasil pencairan es balok Saripetojo jadi pilihan. Saripetojo sempat rutin mengirim tiga truk es ke PLTU Kanci dalam sehari. Tiap truk memuat 120 es balok.

Pembekuan Es Balok 24 Jam
Hengki menjelaskan, proses pembuatan es balok berlangsung 24 jam. Produksi dilakukan setiap hari. Siang, tabung-tabung pencetak es diisi air bersumber dari Perumda Tirta Giri Nata Kota Cirebon. Malamnya, es dipanen. “Aktivitas pembelian ramai mulai jam sepuluh malam sampai subuh,” ujarnya.
Guna melayani pembeli siang hari, malam hari sebagian tabung ada yang diisi air lagi untuk mencetak es. Seperti yang penulis lihat, pagi itu pukul 10.00 ada es balok baru jadi yang bisa dibeli. Proses akhir “kelahiran” es melalui perendaman di kolam air. Bertujuan memudahkan pelepasan es yang membeku dari tabungnya.
Dua petugas siaga. Setelah menunggu sekian menit, sebuah tombol dipencet untuk mengangkat tabung-tabung yang kemudian digulingkan ke lantai. Es balok meluncur keluar ruang pembuatan es, melewati lorong menuju area jual beli. Ada 19 balok es ditumpahkan deretan tabung pencetak yang disebut ray (bahasa Belanda). “Di sini per ray memuat 19 es balok. Pabrik lain ada yang hanya 13 balok,” terang Hengki.


Pengisian air ledeng untuk pembuatan es balok (kiri) dan es-es balok yang telah “lahir”/Mochamad Rona Anggie
Petugas yang membawa besi pengait (gancu), lantas “membacok” sisi samping es balok dan menariknya ke dekat konsumen. “Dari zaman Belanda pembuatan es, ya, seperti itu,” ucap Hengki yang menemani saya mendokumentasikan “persalinan” es. Saripetojo masih memakai tenaga manusia dalam proses pembuatan dan pelepasan es balok, karena memang belum memiliki mesin berteknologi mutakhir yang serba otomatis. “Kalau di pabrik es negara lain, robot yang mengoperasikan mesinnya,” imbuh lelaki 52 tahun itu.
Setelah tabung pencetak menumpahkan es balok, tabung yang kosong diisi kembali dengan air ledeng dari kran-kran yang terpasang memanjang. Ada tuas untuk buka-tutup kran. Kemudian sebuah tombol ditekan, deretan tabung bergerak menjauh ke ujung bangunan. Selanjutnya proses kimiawi pembekuan air menjadi es balok dilakukan dalam rendaman air garam.
Menurut Hengki, walau persaingan bisnis es balok sekarang sangat ketat, Saripetojo tak mau ikutan membanting harga. Pihaknya berkomitmen menjalankan bisnis secara sportif sesuai mekanisme pasar. “Kami menjaga kepercayaan pelanggan dengan mempertahankan kualitas dan membangun relasi yang baik,” pungkasnya.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.