Itinerary

Berwisata sembari Bermain di Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari

Di Desa Kebonsari, bambu memiliki peran yang tidak kaleng-kaleng. Bukan hanya untuk bahan perabot rumah, melainkan juga sudah dijadikan sebagai pendamping hidup. Bambu bertumbuh lebat dan hijau, selalu ada di setiap sendi kehidupan masyarakat. Bambu menikah, dimakan, menari, bermain, menulis, bersuara, dan sebagai bambu sumber kehidupan. Begitu banyaknya makna bambu yang tumbuh di lingkungan Kebonsari, Kecamatan Borobudur, Magelang.

Ada banyak jenis bambu yang tumbuh lebat di Kebonsari. Seluruh bagian bambu dimanfaatkan masyarakat, seperti daun untuk membungkus makanan, batang dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan, rebung atau tunasnya menghasilkan hidangan lezat, dan akarnya berfungsi menahan erosi tanah.

Dari banyak kegunaan bambu tersebut, ada satu sorotan yang hanya akan kita temukan di Kebonsari, yaitu bambu menari dan bambu bermain. Kita akan diajak menari dan bermain bersama bambu atau pring, juga dimanjakan dengan berbagai permainan (dolanan) yang dihasilkan dari bilah-bilah bambu. Bambu adalah dolanan yang menggembirakan di Desa Kebonsari. Tidak kalah pamor dengan game di gawai.

Berwisata sembari Bermain di Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari
Lomba permainan anak-anak dengan alat-alat bambu di Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari/Afifa Lestari

Keragaman dolanan membentuk citra atau ciri khas, yang membedakan Kebonsari dengan desa-desa lain di kawasan Borobudur. Jika desa lain menonjol karena kerajinan dan peninggalan bangunan bersejarah, Kebonsari melejit sebagai “Kampoeng Dolanan Pring”. Kebonsari menjadi desa wisata edukasi permainan tradisional bambu yang menawarkan pengalaman lain saat berwisata.

Kampoeng Dolanan Pring memiliki sebuah sanggar dolanan yang dibangun secara gotong royong oleh masyarakat. Sanggar ini berbentuk joglo terbuka dengan bambu sebagai struktur utama bangunannya. Masyarakat sukarela menyumbang bambu agar sanggar dapat berdiri dengan kokoh.

Terdapat sekitar 70 buah replika dolanan sebagai pengisi pajangan sanggar yang dibuat oleh masyarakat, yang sepertinya sudah digariskan sebagai perajin bambu sejak dini. Dolanan yang dibuat antara lain wayang siladan, layangan, bedil, panahan, angklung, blenderan, long bumbung, plintengan, blengkeran, egrang, plencungan, sontokan, sempritan, kumbangan, kitiran, gepyek bontosan, angkrek, pentongan, kecrek bambu, suling, tulup, getek, kendang, motor mabur, barongan, oncor, pedang, pecut, glindingan, tukmul, gangsingan, dan masih banyak lagi. Dari beberapa dolanan, ada dua jenis dolanan yang menjadi unggulan di Kebonsari, yaitu wayang siladan dan layang-layang.

Berwisata sembari Bermain di Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari
Bentuk wayang siladan/Afifa Lestari

Dolanan Wayang Siladan

Wayang siladan menjadi dolanan pertama yang menarik perhatian, karena ini adalah wayang khas Kampoeng Dolanan Pring. Berbeda dari kebanyakan wayang lain yang berukuran lumayan besar, ukuran wayang ini lebih mungil, hanya sekitar 20 cm.

Wayang siladan berbahan dasar bambu jawa. Bambu jawa dipilih karena teksturnya yang lebih lentur dan mudah dibentuk, atau biasa disebut dengan gebes. Siladan sendiri istilah eratan bambu yang berbentuk bilah-bilah tipis, yang biasa digunakan untuk menganyam eblek, irik, dan tedo yang juga merupakan kerajinan khas Desa Kebonsari. 

Dalam perkembangannya, wayang siladan hanya mempunyai dua karakter, yaitu perempuan dan laki-laki. Perempuan disimbolkan dengan bentuk bulat di atas kepala, sedangkan laki-laki berbentuk segitiga. Untuk membuat wayang siladan ada dua versi. Pertama, wayang sederhana hanya menggunakan dua bilah siladan. Kedua, bentuk wayang yang agak rumit dengan menggunakan 4–5 siladan.

Cerita-cerita tua ikut andil dalam memperelok makna dari wayang mungil tersebut. Orang tua zaman dahulu, khususnya di Dusun Gunung Mijil, hampir semuanya adalah pengrajin eblek. Eblek adalah wadah berbentuk bulat sebagai tempat untuk bumbu dapur atau beras. Setiap harinya, apabila tidak pergi ke sawah atau kebun, masyarakat akan pergi ke pengirasan—tempat seperti gubuk untuk membuat eblek yang bisa dipakai 6–15 orang).

Dari keseharian itu, untuk menenangkan anak-anak agar tidak menangis dan mengganggu pekerjaan ketika di pengirasan, orang tua membuat wayang dari siladan bambu sebagai orang-orangan untuk bermain anak. Mereka juga menggunakan wayang siladan untuk menidurkan anak, lalu menyanyikan lagu Lelo Ledung sampai anak tertidur pulas. Para orang tua juga sering mengajak anak dan cucunya pergi ke sawah sekaligus bermain wayang siladan, menceritakan dongeng-dongeng penuh petuah sembari mengawasi padi mereka dari burung-burung yang usil.

Berwisata sembari Bermain di Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari
Pementasan wayang siladan oleh dalang/Afifa Lestari

Layang-layang Bambu

Dolanan kedua ini memiliki bentuk yang bermacam-macam. Ada yang seperti hewan, tumbuhan, hingga tokoh-tokoh dalam sejumlah dongeng. Kita mengenalnya sebagai layang-layang atau layangan

Layangan di Kebonsari memiliki bentuk yang bermacam-macam. Biasanya dimainkan di Bukit Kukusan Kebonsari, pematang sawah, maupun sepanjang irigasi desa. Selain bentuknya yang beragam, keunikan layangan di desa ini adalah jampi-jampi yang dipakai untuk menerbangkan layangan. Anak-anak memiliki mantra-mantra ajaib atau sering disebut jampi-jampi, agar layangan tersebut dapat terbang tinggi.

Aneka jenis layangan di Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari/Afifa Lestari

Jampi-jampi sudah ada sejak zaman dahulu. Ini bukan bermaksud memercayai suatu hal selain Tuhan, melainkan hanya sebagai pancingan untuk mengundang angin, hujan, dan unsur zat alam lainnya. Selain itu, jampi-jampi juga digunakan untuk menghibur anak-anak—misalnya yang jatuh saat bermain—agar menambah seru suasana, sebagai pelipur lara dan penyemangat saat bermain. Desa Kebonsari juga memiliki banyak jampi-jampi ikonis, salah satunya seperti ini:

Jejempa-jejempe undangno barat gede,
jejempa-jejempo undangno barat dawa
Jejempa-jejempe undangkan angin besar,
jejempa-jejempo undangkan angin yang panjang atau lama

Mantra ini dipakai untuk memanggil angin saat bermain layangan. Saat kata-kata tersebut diucapkan, tangan diangkat ke atas untuk mengetahui arah angin yang datang. Pada zaman dahulu, anak-anak yang mendendangkan mantra akan merasa bahwa angin muncul secara tiba-tiba dan layangan dapat terbang dengan tinggi. Entah benar atau tidak, nyatanya jampi-jampi menjadi andalan setiap bermain. Seolah-olah alam memberikan restu dengan mendatangkan angin dan menjemput sang layang-layang. Layangan memiliki tempat tersendiri di hati warga Kebonsari. Tidak hanya menjadi primadona ketika musim kemarau, tetapi juga dimainkan setiap pagi atau sore hari hari libur tiba.

Layang-layang mengandung nilai-nilai filosofis. Menurut para orang tua di Kebonsari, layangan yang diterbangkan harus memiliki keseimbangan. Ibaratnya, hubungan manusia juga harus seimbang dalam kehidupan di dunia dan dengan Sang Pencipta. Ekor layangan yang dekat dengan badan saat diterbangkan, akan diam atau hanya sedikit bergerak, sedangkan yang jauh akan terus bergerak. Jika manusia dekat dengan Sang Pencipta maka akan selamat hidupnya. Begitu pun sebaliknya, yang akan mudah tersesat jika menjauh.

Ketika menerbangkan layang-layang, cara yang digunakan adalah menarik ulur layangan supaya bisa terbang tinggi. Ulur berarti jika kita ingin maju, maka kita harus menggantungkan impian kita. Begitulah ujaran sesepuh desa Kebonsari.

Berwisata sembari Bermain di Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari
Anak-anak bermain layang-layang dan wayang siladan di Bukit Kukusan/Afifa Lestari

Ragam Wisata Lainnya

Selain memainkan wayang siladan dan layang-layang, ada pula paket wisata dalam bentuk travel pattern dengan tema dolanan di setiap posnya. Pos pertama biasanya dinamakan Pos Apus. Di pos ini kita akan belajar membuat kerajinan dari siladan bambu menjadi wayang siladan, anyaman berbentuk persegi untuk dilukis, dan terakhir lomba eblek dan egrang.

Pos kedua adalah Pos Petung. Di sini kita akan bermain berbagai dolanan yang menguji ketangkasan, kecepatan, dan kekompakan, seperti panahan, gepyak bontosan, bedilan, dan bakiak. Semua dolanan ini dibuat seseru mungkin dengan panduan dari masyarakat lokal.

Pos ketiga bernama Pos Ampel. Di sini kita akan menari dan menyanyikan lagu-lagu dolanan tradisional dengan menggunakan alat musik dari bambu, seperti angklung, suling, pentongan, dan kendang.

  • Berwisata sembari Bermain di Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari
  • Berwisata sembari Bermain di Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari
  • Berwisata sembari Bermain di Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari

Nama-nama unik pos tersebut berdasarkan jenis bambu yang digunakan sebagai bahan dasar membuat dolanan di setiap posnya. Apabila ingin memainkan layangan, kita bisa meminta tambahan waktu untuk menerbangkannya di Bukit Kukusan, sembari menikmati pemandangan hamparan persawahan kawasan Borobudur.

Mari berwisata ke Kampoeng Dolanan Pring Kebonsari. Berwisata sembari bermain, menyanyi, menari, dan meraih bekal pitutur yang penuh dengan petuah hidup. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Afifa Lestari

Asli Sukoharjo tapi sedang kuliah di Semarang. Menyukai kegiatan sosial yang berhubungan dengan lingkungan.

Asli Sukoharjo tapi sedang kuliah di Semarang. Menyukai kegiatan sosial yang berhubungan dengan lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Menelusuri Jejak Bosscha di Bandung