TRAVELOG

Bermain Ombak di Pantai Kejawanan Cirebon

Angin bergemuruh. Siang berganti sore. Sengat mentari memudar. Waktunya jeburan di pantai. 

Layang-layang kepala elang perkasa menantang langit. Kian tinggi tertiup angin laut. Seorang bocah mengendalikannya: tarik-ulur-panteng. Saat menarik benang kasur di antara jempol dan telunjuk dengan gerakan lengan mengentak, si segi empat menggelepar di udara.

Kami bergegas menempati sebuah gazebo tanpa penghuni. Aturannya: siapa cepat dia dapat. Total ada tiga gazebo. Memanjang dari utara ke selatan. Berjarak lima puluh meter ke bibir pantai. Walau bukan pasir putih, menjejak permukaan menuju pinggiran laut lepas tetap mendatangkan kegembiraan.

Apalagi di luar pagar terlihat pelancong mengantre di gerbang masuk. Mereka buru-buru, takut tak kebagian spot idaman. Menikmati senja, bercengkerama bersama orang tercinta, dan nyedot es kelapa bareng keluarga di bawah naungan pohon api-api (Avicennia). 

  • Bermain Ombak di Pantai Kejawanan Cirebon
  • Bermain Ombak di Pantai Kejawanan Cirebon
  • Bermain Ombak di Pantai Kejawanan Cirebon

Tarif Merakyat

Baru dua tahun terakhir, pantai yang berada di Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon itu menyandang nama Wisata Bahari Kejawanan (WBK). Kehadirannya mengukuhkan pamor wilayah pesisir Cirebon, yang sejak lama dipromosikan sebagai destinasi rekreasi maritim unggulan di Jawa Barat. Berharap antusiasme wisatawan domestik dan mancanegara. 

Prasasti di loket tiket menggoreskan keterangan peresmian objek wisata alam yang dikelola Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), 22 Oktober 2023. Nama Kejawanan lantas viral. Turis lokal, bule Eropa, dan pelancong Asia berdatangan. Mereka merasa belum afdal kalau ke Cirebon sekadar mengganyang nasi jamblang atau empal gentong, tapi tak mampir ke pantainya.

Apalagi tarif masuk WBK relatif terjangkau: Rp5.500 per orang. Sudah termasuk asuransi. Anak dan dewasa sama. Tambahannya kalau datang pakai mobil, di portal depan area pelabuhan petugas meminta Rp6.500. Di lokasi parkir, personel lainnya mengutip Rp5.000. Semua retribusi tersebut resmi berkarcis. Bukan pungutan liar.  

Petugas siaga di pos sederhana (kiri) untuk memantau keselamatan pengunjung yang akan meniti jembatan kayu ke tengah laut/Mochamad Rona Anggie

Sewa Perahu Karet

Sore itu WBK dipadati pelancong keluarga, anak sekolah, civitas kampus, tak ketinggalan generasi muda Tionghoa. Tumben cici dan koko main ke sini, batin saya. Biasanya mereka seliweran di mal. Rupanya WBK jadi magnet baru tempat kongkow nan memesona.

Saya amati, rombongan keluarga memenuhi kawasan hutan mangrove yang sejuk. Sementara sejoli mencari spot menarik untuk foto romantis. Ada juga yang tampilannya ala “sosialita”; busana ngejreng plus kacamata hitam dan topi pantai. Tak sedetik pun melepas kamera gawai mengabadikan diri di setiap sudut WBK. Semisal di instalasi aksara WBK, jembatan kayu, dermaga rindu hingga berlatar laut lepas. 

Jalur lama menuju pantai kini sudah diberi pagar pembatas. Namun, tetap saja jalur lama ini digunakan para pemancing mengakses fondasi batuan pemecah gelombang, guna mengail tangkapan di tengah laut.

Di situ masih berderet perahu tradisional seperti Kejawanan tempo dulu. Nelayan yang mencari tambahan rezeki, ketika armadanya sedang tak melaut, menawari pengunjung WBK untuk berlayar menyapa ombak Laut Jawa. Per orang dikenai ongkos Rp25.000. Sedangkan orang tua sayang anak memilih menyewa perahu karet yang bisa dinaiki dua bocah. Sebuah perahu karet berikut dua dayung disewakan Rp25.000. Banyak yang menjajalnya. Melengkapi keseruan mandi di laut pantai utara Jawa.

Pasang atau Surut, Seru Semua

Mau air laut pasang atau surut, tamasya di Pantai Kejawanan mengasyikkan. Ketika air pasang, yang bungah bos penyewaaan perahu karet. Mereka tak perlu membawa perahu jauh ke tengah laut, cukup sampai ujung jembatan kayu. Air laut meluber, ombak menggoyang. Anak-anak bisa memainkan perahu sepuasnya, mulai dari mendorong perahu bergantian, mendayung bareng, sampai lomba tarik perahu di tengah deburan ombak.

Yang tak kalah seru, di tengah laut Kejawanan ada ayunan! Alamak, nikmat Tuhan mana lagi yang kita ingkari, betapa riang anak-anak bahkan kaum ayah—yang disindir kurang bahagia di masa kecil—saat mengayunkan diri. Para kepala keluarga seolah ingin melupakan sejenak beban cicilan yang tak kunjung usai.

Perhatikan: angin laut menerpa ketika tubuh terayun sambil tangan memegangi kedua tali. Lantas, ujung kaki menyepak lembut air laut yang kemudian menciprat ke segala penjuru. Rambut panjang seorang bocah tergerai dibelai angin. Tawanya lepas saat ayunan menyongsong sang bunda yang kembali mendorong ayunan. “Woaaahhh…!” teriak gadis kecil. 

Ada tiga ayunan ditopang satu rangkaian kayu (bisa lihat foto sampul). Jika air laut surut, area ayunan hamparan pasir belaka. Jilatan ombak tak menyentuhnya. Tapi begitu laut pasang menjelang sore, kedalaman air sekitar ayunan selutut orang dewasa. Mereka yang bawa balita mesti ekstra waspada. Jangan lepaskan buah hati dari pegangan sekejap mata pun.

Mendekati momen mentari pulang ke barat, ibu-ibu muda heboh berpose. Entah karena terbawa suasana pantai atau tak sadar, mereka yang berkerudung dan memakai bawahan panjang, malah mengangkatnya hingga sepinggang. Tampaklah yang seharusnya tertutupi. Mereka saling canda, sambil menyingsingkan rok panjang demi menghindari basah. Sepertinya tak bawa pakaian ganti. Ada-ada saja.

Zona aman berenang dan main air di laut Kejawanan sudah ditandai. Area berbendera merah (tanda bahaya) jangan dilintasi. Karena cakupan lokasi yang diperbolehkan sangat luas, wisatawan sudah terpuaskan jeburan di sekitar situ. Pengeras suara dari pos informasi yang berada persis dekat pantai, akan mengingatkan bila ada yang berenang terlampau jauh.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Mochamad Rona Anggie

Mochamad Rona Anggie tinggal di Kota Cirebon. Mendaki gunung sejak 2001. Tak bosan memanggul carrier. Ayah anak kembar dan tiga adiknya.

Mochamad Rona Anggie

Mochamad Rona Anggie

Mochamad Rona Anggie tinggal di Kota Cirebon. Mendaki gunung sejak 2001. Tak bosan memanggul carrier. Ayah anak kembar dan tiga adiknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Menolak Tua di Kota Tua Cirebon