Di atas sebuah truk yang mengangkut mereka menuju desa terakhir, 22 peserta Sekolah TelusuRI Bogor basah kuyup diguyur hujan akhir November. Jalan berbatu yang menanjak membuat truk yang kami tumpangi kewalahan. Kami harus rela berdesak-desakan dengan ransel-ransel raksasa agar bisa muat di bak belakang.
Pak Sukiman, seorang pegawai Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, menghampiri saya begitu kami tiba. Ia lalu menjelaskan sedikit tentang kondisi sekitar, cuaca, dan bahwa hari itu (26/11) telah ada belasan tenda yang didirikan oleh orang-orang yang datang sebelum kami. Usai mendengarkan penjelasan dari Pak Sukiman, kami beramai-ramai melawat ke Bumi Perkemahan Sukamantri, Bogor, untuk mengikuti Sekolah TelusuRI Bogor #1.
Jelang sore acara utama dimulai. Chef Kudo memimpin materi pertama dengan tema Content Writing. Chef Kudo yang merupakan kontributor di rotatingscout.com menjelaskan hal-hal penting dalam membuat konten tulisan: “Ada satu hal yang sering dilupakan banyak orang ketika menulis dan merupakan salah satu kunci dalam SEO, yaitu uniqueness.”
Banyak pertanyaan terlontar dari para peserta, termasuk bagaimana menentukan keywords agar lebih optimal dalam pencarian di Google. Setelah materi disampaikan, murid-murid diberi tugas untuk menulis perjalanan mereka dari Stasiun Bogor sampai ke Bumi Perkemahan Sukamantri. “Karena dengan langsung mempraktikkan apa yang telah dipelajari, meningkatkan pemahaman menjadi lebih optimal,” kata Chef.
Sesi pertama berakhir ketika malam menjelang. Para murid bergegas mengeluarkan kompor dan nesting untuk memasak. Beberapa terlihat sibuk mengantre di kamar mandi untuk bersih-bersih karena seperempat perjalanan dihabiskan untuk mendaki menuju bumi perkemahan.
Setelah istirahat selesai, sesi dilanjutkan dengan materi fotografi oleh Rendy Cipta Mulyawan, seorang fotografer dan videografer yang sudah malang-melintang mengerjakan proyek dari berbagai pihak. Materi yang disampaikan adalah dasar fotografi, bagaimana menciptakan konten dengan kamera yang kita punya, baik kamera DSLR, mirrorless, camdig, ataupun kamera ponsel. “Biar bisa menghasilkan konten yang bagus itu bukan kamera kita apa, tapi kita harus lebih mengenal kamera yang kita punya, fungsi-fungsinya, dan fitur-fiturnya biar bisa optimal hasil yang kita dapet,” jelas Rendy. “Dengan kita mengenal kamera yang kita pakai, semakin mudah kita menggunakan, semakin baik juga konten yang dihasilkan. Saya pakai Canon bisa bagus, tapi kalau disuruh pakai kamera Nikon yang harganya mahal pun hasil foto saya juga bakal gak optimal. Gak puaslah,” tambahnya.
Menjelang tengah malam, sesi sharing berakhir dan satu per satu peserta kembali ke tenda. Namun beberapa orang masih bertahan di sekeliling sisa api unggun yang mulai meredup.
Pagi-pagi buta keesokan harinya para peserta Sekolah telusuRI mulai menyebar sekitar areal bumi perkemahan untuk mencari sudut yang tepat untuk mengambil momen ketika matahari bangun dari tidurnya. Selepas berburu suasana pagi, para peserta kembali menggelar peralatan memasak untuk membuat sarapan. Kemudian tak lama setelah itu sesi ketiga dimulai. Yudhi Fardana, seorang fotografer 360 profesional, menyampaikan bagaimana menciptakan foto 360 dengan berbagai teknik.
Meskipun para murid banyak yang baru tahu proses pembuatannya dari materi yang disampaikan, banyak juga yang antusias untuk melemparkan pertanyaan. “Gimana caranya beberapa foto itu bisa jadi satu bagian foto 360?” tanya Amal, salah satu murid yang berasal dari Jakarta Selatan.
“Proses foto 360 sebenarnya hampir sama dengan foto statis biasanya. Hanya saja yang membedakan adalah pos-produksinya. Jadi harus pakai software tertentu buat nyatuin gambar-gambarnya. Selain itu ada juga yang membedakan, yaitu teknik pengambilan gambar juga penting, harus melihat sekeliling kita udah memenuhi estetika dan etika belum, karena kalau foto 360 ‘kan kanan kiri atas bawah juga keambil gambarnya,” jawab Yudhi.
Mendengar materi yang disampaikan oleh mentor, Febby, salah seorang pejalan yang menjadi peserta Sekolah TelusuRI Bogor, merasa mendapatkan ilmu baru dari kelas yang diikutinya kali ini. “Saya sering jalan-jalan, bawa kamera, tapi belum pernah bisa ambil foto milky way. Kemarin diajarin langsung sama Mas Rendy dan Mas Yudhi sampai tengah malam jadi langsung bisa.”
“Setelah dikasih tugas nulis beberapa paragraf dari berangkat sampai akhirnya di sini, eh ternyata menang. Lumayan dapet jaket outdoor. Nambah postingan di blog juga, soalnya janji ditulis di blog versi lengkapnya,” Kata Pelangi.
Sekolah TelusuRI di Sukamantri kemarin benar-benar membuka semangat baru untuk menciptakan konten, baik menulis maupun foto, sekaligus menemukan sahabat baru dan pengalaman baru belajar sambil berkemah. Maka, teruslah bertualang. Lihat, dengar, dan ceritakan Indonesiamu!
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.