Kabut merubungi kebun teh Tambi, Wonosobo. Kami buka jendela mobil, menikmati udara dingin. Usai empat jam perjalanan, lewat tengah malam kami tiba di Dieng. Kawasan dataran tinggi yang menyambut dalam keheningan. Dua sahabat merayakan kenangan petualangan yang dirintis sejak 2001.
Oleh: Mochamad Rona Anggie


Di sekitar titik nol berserak penginapan. Warga lokal merangkap tukang ojek yang menawarkan pilihan tempat bermalam. Berselimut sarung, mereka menyapa pengunjung yang baru datang. Siap mengantar ke rumah singgah.

Tujuan kami adalah base camp Gunung Prau via Dwarawati. Arah ke sana tidak jauh dari titik nol, melewati deretan penginapan, kios sewa jaket yang buka 24 jam, toko serba ada, dan restoran.

Jalur ke base camp menanjak. Melintasi rumah penduduk, membelah hamparan kebun kentang di perbukitan. Mendekati base camp, tanjakan curam mengadang. Petugas base camp sigap membantu mendorong city car yang kami tumpangi menuju titik parkir.

Yanganto (42), sahabat saya asal Indramayu, memasak sarapan sebelum memulai pendakian ke puncak Prau. Kami pertama kali bertemu tahun 2001 di SMAN 3 Kota Cirebon. Sejak saat itu kerap mendaki bareng ke Gunung Ciremai, Gede-Pangrango, Lawu, Merbabu, Sindoro, Sumbing, dan Semeru.

Tidak terasa, sudah 25 tahun persahabatan ini. Menorehkan kesan mendalam, membentuk folder kenangan tersendiri di kepala. Walau sudah berkeluarga, kami tetap bertualang berdua. Beberapa kali kemah bersama, lantas menapaki medan terjal penuh arti di lintasan Gunung Prau via Dwarawati. Sehat selalu, sahabatku!
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Mochamad Rona Anggie tinggal di Kota Cirebon. Mendaki gunung sejak 2001. Tak bosan memanggul carrier. Ayah anak kembar dan tiga adiknya.


