TRAVELOG

Mengunjungi Museum Perkebunan Indonesia (Musperin-2) di Medan

Pada liburan Iduladha 2024, aku mewujudkan keinginanku untuk bertandang ke Medan. Ibu kota provinsi Sumatra Utara ini termasuk dalam daftar tempat yang ingin kukunjungi. Dari informasi yang kubaca, area Kesawan merupakan kawasan yang dipenuhi bangunan-bangunan bersejarah di Medan. 

Hari Minggu, 16 Juni 2024, aku berjalan-jalan mengelilingi kawasan Kesawan. Dan benar, di area ini banyak berdiri bangunan peninggalan zaman kolonial. Di hadapanku, terpampang berbagai bangunan kokoh yang membuatku berdecak kagum. Kokoh dan dihiasi ornamen-ornamen detail khas kolonial. Aku menemukan sebuah bangunan megah, yang berada di ujung perempatan jalan. Di mataku, bangunan tersebut terasa menarik. Terdapat sebuah kubah di puncaknya, dan jam dengan ukuran yang tidak terlalu besar.

Aku menghampiri bangunan tersebut. Aku mendongak dan menemukan dua tulisan tahun di dekat kubahnya. Pertama adalah “1918”, dan kedua “1919”. Berikutnya terdapat plang bertuliskan “Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS)”. Aku kemudian beralih ke sebuah pintu masuk, yang di atasnya bertuliskan “Avros Café”. Begitu masuk dan kususuri lorongnya, aku disambut seorang petugas. Ia menyapaku dan memperkenalkan gedung yang sedang kupijak.

Mengunjungi Museum Perkebunan Indonesia (Musperin-2) di Medan
Tampak depan gedung BKS-PPS di Medan/Johar Dwiaji Putra

Museum Sejarah Perkebunan

Rupanya, aku tidak hanya sedang berada di kafe yang bernama Avros ini. Aku sedang memasuki gedung BKS-PPS, yang juga menjadi lokasi Museum Perkebunan Indonesia (Musperin)-2. Wah, aku baru tahu museum yang satu ini. Sang petugas memberiku informasi singkat soal Musperin. Ia memberiku sebuah brosur. Jika aku hendak memasuki museum, ada tiket berbayar.

Baiklah. Aku penasaran dengan museum ini. Setelah membayar, aku dipasangi sebuah gelang kertas sebagai tanda masuk museum. Dari info yang tertera di gelang, harga tiket untuk pengunjung lokal adalah Rp25.000, sedangkan pengunjung mancanegara Rp35.000. Tidak hanya brosur dan gelang tanda masuk. Si petugas juga memberiku sebuah kantung berisi sebungkus teh sebagai suvenir.

Musperin-2 berlokasi di Jalan Pemuda Nomor 2, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Museum ini bertempat di gedung cagar budaya milik BKS-PPS. Museum Perkebunan Indonesia digagas dan didirikan oleh Soedjai Kartasasmita. Beliau adalah tokoh bidang perkebunan di Indonesia. Melalui Yayasan Museum Perkebunan Indonesia, Soedjai ingin menjabarkan dunia perkebunan Indonesia mempunyai sejarah perjalanan yang panjang. Termasuk bagaimana industri perkebunan bertahan dan terus berupaya mengantisipasi berbagai tantangan di setiap zaman.

Musperin-2 diresmikan pada 6 Desember 2018. Museum ini berawal dari pemanfaatan lantai satu gedung BKS-PPS sebagai ruang pamer koleksi. Musperin-2 dikembangkan dengan penataan ulang dan renovasi bangunan BKS-PPS. Termasuk melengkapinya dengan kafe yang berada di lantai satu bagian depan sebelah kiri. Lantai empat yang sebelumnya digunakan sebagai gudang juga dipermak menjadi ruang pameran dan creative space.

Ketika memasuki area pamer museum, aku disambut sebuah media yang memaparkan keunggulan Sumatra Utara dalam bidang perkebunan. Sebagai wilayah perkebunan utama di Indonesia, Sumatra Utara menghasilkan produk-produk unggulan yang masyhur ke seluruh dunia. Di media itu juga menyebut, sebelum Perang Dunia II, Medan dan Bandung tercatat sebagai kota tercantik di Asia.

Dari kiri, searah jarum jam: Lorong akses masuk museum, sejumlah contoh varietas bibit kelapa sawit, dan tembakau deli koleksi museum/Johar Dwiaji Putra

Connecting The Past to The Future

Sesuai judulnya, Musperin-2 menyuguhkan berbagai informasi dan serba-serbi terkait dunia perkebunan di Indonesia. Industri perkebunan memang sudah dimulai di Nusantara semenjak masa kolonial Belanda. Terkhusus di Sumatra Utara, komoditas utama perkebunannya adalah tembakau, kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, teh, gula, dan kakao.

Aku mulai mengamati berbagai media yang dipamerkan Musperin 2. Musperin mempunyai slogan “Connecting The Past to The Future”. Bagiku, museum ini berusaha menghadirkan proses perjalanan perkebunan di masa lalu. Tujuannya untuk bisa dikenang, kemudian diadopsi nilai-nilai positifnya di masa kini. Adanya perkebunan yang menghasilkan komoditas unggul, tentunya berdampak signifikan terhadap perkembangan Kota Medan khususnya, dan wilayah Sumatra Utara pada umumnya.

Salah satu perkembangan yang kentara adalah pembangunan infrastruktur, contohnya keberadaan Pelabuhan Belawan. Dari hasil pengamatanku atas berbagai materi di Musperin-2, Pelabuhan Belawan telah lama berperan penting dalam arus perpindahan orang dan barang dari Sumatra Utara ke luar daerah, maupun sebaliknya. Aku melihat sebuah miniatur kapal. Setelah kubaca, kapal ini merupakan bagian dari perusahaan pelayaran Rotterdamsche Lloyd. Kapal-kapal Rotterdamsche Lloyd banyak berlayar dari Belawan ke berbagai pelabuhan lainnya di Indonesia maupun luar negeri.

Selanjutnya aku juga melihat sejumlah alat, seperti mesin ketik, timbangan, dan lemari besi. Melihat benda-benda ini, aku sontak membayangkan bagaimana alat-alat ini digunakan pada masa lalu. Aku juga menemukan contoh bibit kelapa sawit dan tembakau, dua komoditas yang membuat Sumatra Utara memegang peranan penting di bidang perkebunan.

Mengunjungi Museum Perkebunan Indonesia (Musperin-2) di Medan
Miniatur kapal perusahaan pelayaran Rotterdamsche Lloyd/Johar Dwiaji Putra

Sejarah Gedung BKS-PPS

Musperin-2 tidak hanya menyajikan berbagai artefak yang menceritakan sejarah perkembangan perkebunan di Sumatra Utara. Aku mencermati informasi yang menjelaskan gedung tempat keberadaan Musperin 2. Gedung ini adalah kantor Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS). Persis seperti plang keterangan yang kulihat di bagian luar gedung.

Gedung BKS-PPS dibangun pada 1918, dan rampung tahun 1919. Tahun inilah yang kemudian diabadikan di fasad bangunan, yang tadi telah kulihat di awal. Kala itu, gedung ini dikenal sebagai gedung AVROS (Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera). AVROS adalah Asosiasi Umum Perkebunan Karet di Pantai Sumatra Timur, yang berdiri sejak 1910.

Gedung ini dibangun untuk memfasilitasi kegiatan perkebunan di kawasan Deli, dan kegiatan AVROS secara khusus. Dirancang oleh G. H. Mulder, yang gaya arsitekturnya dipengaruhi oleh paham rasionalisme yang bangkit pada awal abad ke-20. Selain sebagai kantor pusat aktivitas AVROS, gedung ini juga pernah berfungsi sebagai kantor Konsulat Amerika Serikat di Pulau Sumatra.

Setelah Indonesia merdeka, gedung ini tetap difungsikan sebagai kantor asosiasi perkebunan. Pada tahun 1957–1964, gedung ini menjadi kantor Gabungan Pengusaha Perkebunan Sumatera (Gappersu). Kemudian pada 1965–1967 berubah nama menjadi Gabungan Perusahaan Sejenis Perkebunan (GPS Perkebunan). Mulai tahun 1967 hingga sekarang, gedung ini menjadi kantor BKS-PPS.

Sejumlah koleksi foto dan perabot di Musperin-2/Johar Dwiaji Putra

Alternatif Wisata di Medan

Mayoritas artefak Musperin-2 memang diletakkan di lantai satu gedung BKS-PPS. Namun, aku masih bisa mengeksplorasi gedung ini hingga ke lantai empat. Saat berada di lantai dua dan tiga, para pengunjung dimohon meminimalisasi suara, karena terdapat aktivitas perkantoran para pegawai BKS-PPS. Aku juga sempat menghampiri lantai empat, tetapi keadaannya relatif agak kosong dan belum tertata rapi seperti display di lantai satu.

Aku cukup puas seusai menamatkan kunjunganku ke Musperin-2 kala itu. Bahkan, sebenarnya aku tidak sengaja menemukan museum yang satu ini. Menelusuri Musperin-2 bisa menjadi salah satu wisata alternatif saat bertandang ke Medan. Di sini, kita bisa menekuri sejarah perjalanan perkebunan yang ada di Sumatra Utara.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Johar Dwiaji Putra

PNS yang suka bertualang.

Johar Dwiaji Putra

PNS yang suka bertualang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Istana Gebang, Sebongkah Memori Bung Karno di Blitar