TRAVELOG

Legenda Raden Panji Pulang Jiwo dan Sejarah Kota Kepanjen (1)

Kepanjen, ibu kota Kabupaten Malang yang kini dipadati kantor pemerintahan, sekolah, dan deretan kafe, menyimpan cerita legenda tentang seorang tokoh yang diyakini sebagai pendiri kota ini. Namanya Raden Panji Pulang Jiwo.

Makamnya masih ada sampai sekarang. Tepatnya di belakang kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Jalan Panarukan No. 1, Kepanjen. Saya berkesempatan menziarahinya beberapa waktu lalu (18/11/2025) saat ada acara di Kepanjen. 

Memasuki pelataran kantor, saya melihat ada papan petunjuk bertulis “Makam Raden Panji”. Saya meminta izin ke satpam untuk bertemu dengan juru kunci makam (kuncen) di sana. Petugas berbaik hati mengantarkan saya menuju makam yang lokasinya tersembunyi di belakang gedung. Hanya ada satu makam di sana. Ukurannya sekitar 2,5 meter x 1,5 meter berlapis keramik putih yang dikelilingi dinding dan pintu. 

Satpam lantas mengenalkan saya dengan penjaga makam (kuncen) yang saat itu sedang membersihkan area makam. Namanya Supardi, akrab disapa Pardi. Ia dipercaya menjaga makam menggantikan tugas kakaknya, sesepuh kuncen bernama Suwarno (Mbah No) yang telah wafat. 

Supardi, penjaga makam Raden Panji Pulang Jiwo (kiri) dan kompleks pemakaman orang-orang tercinta Raden Panji di antara motor-motor yang parkir/Laily Nihayati

Beragam Versi Kisah Raden Panji Pulang Jiwo

Setelah mengenalkan diri, Pardi mengajak saya berdoa sejenak di pusara Sang Raden. Lalu ia menunjukkan makam lain yang berada sekitar 20 meter dari makam. Lokasinya di belakang parkiran sepeda motor. Di antara motor dan sepeda terdapat batu penanda makam bertulis nama istri Raden Panji Pulang Jiwo, Probo Retno, lalu Panji Saputro (anak Raden Panji), dan Panji Sosro (kuda Raden Panji).

Posisi makam Probo Retno dan anaknya berdampingan, sedangkan makam Panji Sosro berada di seberangnya. “Konon kuda Raden Panji ini dimakamkan beserta keretanya yang sudah hancur. Di samping makam kuda terdapat batu berlubang yang ditengarai sebagai penutup pintu gua bernama Nini Growah, yang digunakan tempat sembunyi Probo Retno ketika bertanding dengan Raden Panji dalam cerita legenda,” ungkap Pardi. Namun, para sejarawan berpendapat batu tersebut hanyalah lumpang yang biasa digunakan untuk menumbuk padi di zaman Megalitikum. 

Pak Pardi bercerita sosok Raden Panji Pulang Jiwo yang dipercaya sebagai pendiri kota Kepanjen. Menurutnya, ada beberapa versi cerita rakyat (folklor) tentang asal usul kedatangan Raden Panji ke Kadipaten Malang, atau yang dikenal sebagai Kerajaan Sengguruh di masa kekuasaan Majapahit.  

Versi pertama, Raden Panji Pulang Jiwo berasal dari Kerajaan Sumenep, Madura. Ia adalah seorang kesatria sakti, anak dari raja Sumenep. Panji datang ke Kadipaten Malang dan menikah dengan Roro Probo Retno, putri seorang adipati lewat jalur menang sayembara adu digdaya. Legenda ini sudah banyak diketahui masyarakat dan kerap diangkat dalam kisah pewayangan maupun Ludruk Lerok Malang.

Versi kedua, Panji bukan seorang bangsawan, melainkan pedagang. Ia datang ke Kadipaten Malang dengan maksud berdagang, tetapi kemudian terseret dalam konflik politik. Karena kecerdikan dan keberaniannya, ia memperoleh posisi penting di kalangan masyarakat setempat.

Dalam kisah berbeda, dikatakan Raden Panji Pulang Jiwo hanyalah seorang pengungsi yang menyelamatkan diri dari konflik di tempat tinggalnya, Madura. Ia mencari tanah baru untuk menetap. Namun, karena kharismanya, Panji kemudian dipercaya menjadi pemimpin masyarakat setempat.

“Walau berbeda-beda, semua versi menempatkan Panji sebagai sosok penting yang membawa pengaruh besar di Kadipaten Malang,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai staf tata usaha di kantor tersebut.

Legenda Raden Pulang Jiwo dan Sejarah Kota Kepanjen (1)
Makam Raden Panji Pulang Jiwo yang masih terawat/Laily Nihayati

Cinta, Sayembara, dan Adu Kesaktian

Selaras dengan Supardi, pemerhati sejarah Kepanjen sekaligus penulis sejumlah buku tentang sejarah Malang Raya, Agung Wibowo Cahyono, juga melihat keterkaitan berbagai versi cerita rakyat yang beredar di masyarakat. Ditemui di museum pribadinya di Jalan Welirang, Kepanjen, Agung mengungkapkan bahwa nama asli Raden Panji Pulang Jiwo adalah Raden Mas Panji Sulung atau dikenal sebagai Pangeran Sepuh. Ia diutus ayahnya menjalin aliansi dengan Kerajaan Sengguruh untuk menghadapi ekspansi Kesultanan Mataram dan mengatasi krisis bahan pangan akibat konflik yang terjadi di Pulau Maduretno (Madura).

Dalam menjalankan misinya tersebut, Panji Sulung yang ditemani Patih Rakmaduloh menyamar sebagai pedagang. “Mereka menyamar sebagai pedagang untuk menghindari pengawasan tentara Mataram, terutama di wilayah-wilayah yang bergejolak akibat konflik kekuasaan,” jelas ketua Java Cultura ini.  

Sementara itu di Kerajaan Sengguruh, yang telah berganti nama menjadi Kadipaten Malang pasca ditaklukkan Kesultanan Mataram, sedang berbenah diri memperkuat pertahanan dan perekonomian untuk mengembalikan kejayaan Sengguruh. 

Menurut Babad Malang, kedatangan Raden Panji di Kadipaten Malang bertepatan dengan era kepimpinan Adipati Ronggo Tohjiwo. Ia memiliki seorang putri yang bernama Roro Probo Retno yang terkenal dengan kecantikannya. Tidak hanya itu, Probo Retno juga piawai bermain cundrik (sejenis keris).

Legenda Raden Pulang Jiwo dan Sejarah Kota Kepanjen (1)
Agung Cahyo Wibowo dan koleksi-koleksi di museum pribadinya/Laily Nihayati

Meskipun seorang perempuan, semenjak kecil Probo Retno sudah dilatih ilmu bela diri dan kanuragan. Bersama dengan para panji, Probo Retno giat berlatih di Padepokan Argo Seto, di kaki Gunung Kendeng. Dalam buku Putri Ayu Proboretno & Raden Panji Pulang Jiwo, disebutkan bahwa sang guru, Kyai Cokrowarsiso melihat Probo Retno sebagai sosok murid yang cerdas, lincah, kuat, tangkas, dan bijaksana. Tatkala Probo Retno beranjak dewasa, Kyai Cokrowarsiso menganugerahinya ilmu pamungkas berupa “Cendhe Sutra dan Tongkat”, sebuah ajian langka yang hanya diwariskan kepada murid terpilih. Menyadari bahwa Probo Retno telah mencapai fase ilmu kanuragan yang mumpuni, Kyai merestuinya kembali ke kadipaten untuk menunaikan baktinya pada rakyat Malang. 

Kembalinya Probo Retno ke Kadipaten disambut gembira oleh ayahanda, ibu, keluarga, dan segenap rakyat Malang. Di saat yang sama, Adipati Ronggo Tohjiwo sedang mencari seorang senopati patih untuk membantunya melindungi Kadipaten Malang dari ancaman luar.

Ia berharap menemukan sosok tersebut di diri calon suami putrinya. Probo Retno menyetujui permintaan ayahnya untuk menikah, dengan syarat pria yang mendampinginya kelak adalah seorang yang bijak, digdaya, tulus dan berjiwa pemimpin. 

Demi menemukan sosok tersebut, Adipati beserta para penasehatnya membuat sayembara. “Barang siapa, lelaki yang mampu mengalahkan putri Probo Retno dalam adu tanding atau kesaktian, dia akan menjadi suaminya.”

Seluruh kesatria dari berbagai penjuru negeri berdatangan guna mengikuti sayembara bergengsi ini. Raden Panji juga tertarik berpartisipasi, terlebih hatinya sudah terpikat melihat kecantikan dan kehebatan Probo Retno ketika tanpa sengaja bertemu di kaki Gunung Kendeng.

Namun, niat Panji dihalangi Sumolewo. Sosok Aris (jabatan pemerintahan yang membawahi beberapa desa) di daerah Japanan yang juga mengincar kecantikan Probo Retno dan berambisi menjadi senopati patih di Kadipaten Malang. Ia bahkan melanggar larangan gurunya, Ki Japar Sodik (Ki Sidik Wacana) untuk menikahi Probo Retno. Ki Japar Sodik meramalkan Sumolewo bakal mati di tangan seorang kesatria sakti mandraguna dari Madura jika bersikeras dengan ambisinya. Ki Japar menyebutkan ciri-ciri kesatria muda tersebut memiliki rambut panjang sebahu, berkumis, dan mengenakan anting di telinganya. 

Demi mewujudkan keinginannya dan menghindari ramalan buruk itu, Sumolewo mengatur siasat licik. Ia mencegat dan membunuh setiap kesatria yang akan masuk ke Kadipaten Malang melalui pintu utara, terutama yang memiliki ciri-ciri yang disebutkan oleh gurunya. Sekarang, wilayah ini dinamakan Lawang (pintu dalam bahasa Jawa). Setelah membunuhnya, jasad para kesatria dilempar ke sebuah sungai yang kini dinamakan Kali Getih atau Kali Sorak di wilayah Kecamatan Lawang.

Legenda Raden Pulang Jiwo dan Sejarah Kota Kepanjen (1)
Batu Nini Growah di makam Probo Retno yang dipercaya sebagai penutup gua persembunyian/Laily Nihayati

Raden Panji tidak kehabisan akal. Dengan kecerdikannya, ia masuk melalui pintu timur yang merupakan tempat memelihara hewan-hewan atau disebut Kedungkandang. Sekarang daerah ini menjadi nama salah satu kecamatan di Kota Malang. 

Singkat cerita, Panji berhasil mengalahkan seluruh kesatria termasuk Sumolewo di babak akhir pertandingan yang berpusat di Pakis Harjo, ibu kota Kadipaten Malang. Sesuai peraturan sayembara, Panji Pulang Jiwo harus adu kekuatan dengan Probo Retno.

Raden Panji berhasil mengungguli Probo Retno. Sang Putri yang merasa terdesak, lari dan bersembunyi di gua tepi Sungai Brantas. Gua ini ditutup dengan batu yang bernama Nini Growah, yang digunakan untuk bersembunyi sewaktu perang melawan pasukan Mataram.

Raden Panji menunggangi kuda kesayangannya yang bernama Sosro Bahu atau Panji Sosro untuk mengejar Probo Retno. Berkat keteguhan hati dan kesaktiannya, Raden Panji akhirnya mampu menembus batu Nini Growah. Maka, sesuai janji sayembara, Probo Retno menjadi istri Panji Pulang Jiwo.

(Bersambung)


Referensi: 

Erwin, M. (2019, 24 Maret). Asal-usul Nama Desa Kepanjen, Malang, Berawal dari Nama Raden Panji Pulang Jiwo asal Sumenep. Surya Malang, diakses pada 18 Oktober 2025 dari https://suryamalang.tribunnews.com/2019/03/24/asal-usul-nama-desa-kepanjen-malang-berawal-dari-nama-raden-panji-pulang-jiwo-asal-sumenep.
Malik, A. (2022, 6 September). Sejarah Kepanjen. KlikTimes, diakses pada 20 November 2025 dari https://www.kliktimes.com/sastra-budaya/pr-7294810851/sejarah-kepanjen.
Mustopo, Habib, dkk (Tim Hari Jadi Kabupaten Malang). (1984). Dari Pura Kanjuruhan Menuju Kabupaten Malang (Tinjauan Sejarah Hari Jadi Kabupaten Malang). Malang: Pemda Dati II Kabupaten Malang.
Olthof, W. L. (2014). Babad Tanah Jawi: Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647. Yogyakarta: Narasi.
Sulistyo, W. D., Nafi’ah, U., Agung, D. A. G., & Cahyono, M. D. (2020). Jejak Sejarah Malang Raya. Malang: Penerbit Bintang Sejahtera.
Wibowo, A. C. (2025). Putri Ayu Proboretno & Raden Panji Pulang Jiwo, Jejak Cinta, Politik, dan Kebudayaan dalam Ekspansi Islam ke Sengguruh. Banyumas: Penerbit Arta Media Nusantara.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Laily Nihayati

Mantan jurnalis yang masih suka nulis dan healing tipis-tipis .

Mantan jurnalis yang masih suka nulis dan healing tipis-tipis .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Petualangan di Taman Nasional Ujung Kulon