TRAVELOG

Melacak Jejak Keluarga Rudolph Louis d’Abo dan Johannes Agustinus Dezentje di Jawa Tengah (3)

Ekspedisi kami berlanjut di Surakarta. Memasuki kota ini, Michael dan Theresia tampak takjub melihat rumah-rumah peninggalan Belanda yang masih bertahan di Jalan Slamet Riyadi.. 

Mereka sangat antusias, dan berharap bisa mengunjungi rumah kuno di sepanjang jalan tersebut. Tidak semua rumah kuno itu bisa dikunjungi, hanya beberapa yang mulai membuka pintu meski dengan aturan. 

Dorothea Boode, Istri Muda Tinus Dezentje

Merujuk catatan keluarga Michael, diketahui jika tuan tanah asal Ampel, Boyolali, yakni Johannes Agustinus Dezentje (Tinus) memiliki sedikitnya enam istri, antara lain Johanna Dorothea Boode (Surakarta) dan Sara Helena (Boyolali).

Johanna Dorothea Boode (Surakarta, 14 Agustus 1799), putri dari Johannes Boode (Surakarta 1762–Surakarta 1798) dan Johanna Margaretha Schultz (Surakarta, 10 Maret 1778–Surakarta, 7 November 1824). Tanggal 14 Agustus 1777, di usia 15 tahun, Johannes Boode terdaftar sebagai tentara di Batalyon Infanteri Surakarta. 

Karier militer pertamanya sebagai drummer marching band. Kemudian tahun 1781, sebagai pembawa bendera panji kesatuan. Pada tahun 1786 dan 1793 naik pangkat sebagai Letnan Grenadier di Batalyon Infanteri Surakarta,di bawah pimpinan Letnan Kolonel George Hendrik Schaeffer. Johanes Boode dan Johanna Margaretha Schultz menikah tahun 1795.

Puncak kariernya tahun 1798, sebagai perwira militer peniup terompet prajurit Keraton Kasunanan Surakarta (era Sunan Pakubuwana II) hingga pensiun tahun 1799. Ia wafat tahun 1801 dan dimakamkan di oud begraafplaats bij de kraton, atau makam Belanda tua dekat keraton (kini Gereja Sangkrah Pasar Kliwon Surakarta).

Johanna Margaretha Schultz adalah putri Johan Andries (Jan) Schultz jr (Jepara 1755) dan Johanna Dorothea Ertsinger (Surakarta 1760–Surakarta, 2 Maret 1802).  J.M. (Jan) Schultz jr lahir dari keluarga militer sekaligus pedagang dari Jepara. Ia putra dari Johan Andries Schultz sr.

“Johan Andries Schultz sr inilah, orang di balik kesuksesan Johannes Boode dinas militer di Jepara dan Surakarta. Ia (J.A. Schultz sr) tercatat prajurit aktif sekaligus rekan August Jan Caspar, orang tua Tinus berasal dari Perancis,” ungkap Michael. 

August Jan Caspar (Jepara, 13 Juni 1765–Surakarta, 2 Desember 1826) beristrikan Johanna Magdalena Kops (Boyolali, 24 Juni 1775–Surakarta, 19 Maret 1852). Tanggal 23 Oktober 1814, Tinus menikah pada usia 18 tahun dengan Johanna Dorothea Boode (15 tahun). 

Umur pernikahan mereka hanya dua tahun, dan dikaruniai dua anak, salah satunya Johanna Dorothea Charlotta Dezentje. Tanggal 20 Januari 1816, J. Dorothea Boode dikabarkan wafat di Ampel dan dimakamkan mendampingi orang tuanya di Gereja Sangkrah Pasar Kliwon

Melacak Jejak Keluarga Rudolph Louis d'Abo dan Johannes Agustinus Dezentje di Jawa Tengah (3)
Potret Sunan Pakubuwana II hingga Sunan Pakubuwana VIII/Ibnu Rustamadji

Sara Helena, Putri Keraton Pujaan Hati Tinus

Sara Helena bernama asli Raden Ayu Tjondrokoesoemo (Surakarta 1805–Surakarta 1890), putri dari Sunan Pakubuwana IV (Surakarta 1768–Surakarta 1820) dan ibu yang belum diketahui namanya. Rangkaian upacara pernikahan Tinus dan Sara Helena digelar secara akbar dan mewah selama tiga hari di Ampel dan Keraton Kasunanan Surakarta tahun 1835.

Ratusan tamu kenegaraan hadir memberi penghormatan kepada kedua mempelai. Sunan Pakubuwana IV memberikan hadiah berupa tanah hak milik bebas pajak di Ampel, yang disewa dan didirikan kediaman oleh Jan Caspar kepada Sara Helena dan Tinus.

Selesai upacara pernikahan, mereka menetap di Ampel hingga melahirkan enam anak. Meski begitu, tampaknya mereka lebih memilih bergaya hidup bagai bangsawan Jawa. Kediaman mereka pun seperti bangsawan Surakarta, dilengkapi kebun binatang, dikelilingi tembok benteng dengan bastion di empat penjuru mata angin.

Meski begitu, Sara Helena tidak berpuas diri dan turut memberi pelatihan kerja untuk istri maupun anak buruh perkebunan sesuai kemampuan yang dimiliki. Ia tercatat sering turut mendampingi Tinus, menjalin kerja sama pengelolaan perkebunan dengan tuan tanah lain, seperti Louis d’Abo. 

Sara Helena tercatat aktif sebagai anggota Loji Vrijmetselarij L’Union Frédéric Royale Surakarta pimpinan Van Nispen, hingga ia wafat di Surakarta tahun 1890 dan dimakamkan di Dezentje Familie Begraafplaats naar Ampel (makam keluarga Belanda Dezentje di Ampel) mendampingi Tinus. 

Jejak Keluarga Dezentje di Surakarta

Tujuan pertama kami bekas kediaman Dorothea Boode di Jalan Slamet Riyadi. Raut wajah Michael dan Theresia tampak senang karena mereka menyambangi kediaman leluhurnya. Mereka tidak henti menghela napas, karena kagum dengan apa yang mereka saksikan. 

“Kediamannya sangat indah, saya tidak bisa berkata-kata. Di luar ekspektasi kita,” ungkap Michael. 

Kediaman Dorothea Boode kini menjadi rumah dinas Wali Kota Surakarta, Loji Gandrung, yang artinya rumah besar (gedongan). Ada dugaan digunakan sebagai rumah bersenang, usai desain ulang bergaya seperti sekarang oleh keluarga Nyonya Ch.E. Dezentje tahun 1920.  

Woow, mungkin desain awal seperti kediamannya di Ampel, kemudian disempurnakan?” tanyanya penasaran. 

Sayang, belum ditemukan foto lama atau cetak biru pertama kediaman Dorothea Boode. Yang jelas, kediaman ini milik keluarga Dorothea Boode lalu disempurnakan keluarga Tinus. Adapun Sara Helena menempati keraton kecil bersama Tinus di Ampel. Memasuki Loji Gandrung, kekaguman mereka tak berhenti menikmati keindahan ruang tengah sebagai tempat menjamu tamu kenegaraan.

Melacak Jejak Keluarga Rudolph Louis d'Abo dan Johannes Agustinus Dezentje di Jawa Tengah (3)
Potret Loji Gandrung dari halaman depan/Ibnu Rustamadji

Sekitar 1,5 jam kemudian, kami menyambangi kediaman Kapitan Tionghoa Surakarta Kwik Djin Gwan di timur Loji Gandrung. Kapitan Kwik, Tinus, Sunan Pakubuwana IV, dan Gusti Mangkunegara VI memiliki hubungan kekerabatan, bisnis, dan pernikahan. 

Merujuk dokumen keluarga Michael tahun 1840, ketika Kwik menggelar pesta perayaan ulang tahunnya, ia mengundang ketiga kolega hadir ke kediamannya di barat Sriwedari. Perayaan pesta berlangsung meriah dengan jamuan mewah, diakhiri penandatanganan kerja sama pengelolaan perkebunan dan pengumpulan dana kemanusiaan untuk banjir di Sumatra dengan loterij. 

Tinus mewakili Solosche Landhuurder Vereeniging (perkumpulan tuan tanah Surakarta), memberi sumbangan atas nama Dorothea Boode. Kini, kediaman Kapitan Kwik kembali ke pemilik awalnya, keluarga Doyoatmojo, lalu berubah nama menjadi Ndalem Doyoatmojo. 

Sekitar pukul 11.55, usai makan siang, kami melanjutkan pelacakan dengan menyambangi kediaman Johannes Busselaar (kini Museum Radya Pustaka). Belum ditemukan keterhubungan Tinus dan Johannes Busselaar. Satu hal menarik perhatian kami, yakni porselen keramik berwarna cokelat tua berhias ornamen rumit kuning keemasan gaya Eropa di ruang utama. 

Merujuk informasi salah satu kurator museum, porselen dan orgel music bergaya gotik ini merupakan hadiah dari Napoleon Bonaparte I untuk Sunan Pakubuwana IV atas kelahiran sang putra tahun 1811. Hanya saja, ia belum mengetahui siapa nama anak yang dimaksud. 

Kedua hadiah tersimpan baik di ruang utama museum. Michael dan Theresia terdiam melihat porselen hadiah itu, karena mereka mengetahui kedua akar leluhur. Orang tua August Jan Caspar berkebangsaan Perancis bermarga Teissonier, salah satu menantunya merupakan putri Keraton Kasunanan Surakarta. Salah satu putra Napoleon Bonaparte I, Francois Deux, tercatat sebagai menantu dari August Jan Caspar, dan dimakamkan di makam keluarga Belanda Dezentje.

Penelusuran ke Keraton hingga Gereja Sangkrah Pasar Kliwon

Di kediaman Sara Helena, Keraton Kasunanan Surakarta, selama setengah jam kami didampingi abdi dalem untuk mendengar masa lalu keraton dan menikmati halaman depan pendapa di bawah naungan pohon sawo kecik.

Sebelum ke Gereja Sangkrah Pasar Kliwon, kami mampir ke gedung sebelah baratnya, Verzorgingsgesticht, sekolah asrama untuk anak pegawai perkebunan yang diinisiasi Tinus dan perkumpulan pengusaha perkebunan Surakarta. Tujuannya memberikan kesejahteraan hidup keluarga elit pegawai perkebunan di seluruh wilayah Karesidenan Surakarta. 

Mereka di sini tidak hanya diberi pendidikan, tetapi juga dirawat hingga orang tuanya selesai bekerja dan datang menjemput. Sumber dananya dari loterij, sumbangan anggota perkumpulan tuan tanah, dan sumbangan sukarela orang tua. Tinus membantu mensubsidi melalui dana pribadi, atas nama Dorothea Boode.

Saat ini, gedung beralih fungsi menjadi kantor pengurus veteran Surakarta, sebagian disewa restoran es krim. Namun, konstruksi masih utuh, tampak seperti foto lama yang dibawa Michael.

  • Melacak Jejak Keluarga Rudolph Louis d'Abo dan Johannes Agustinus Dezentje di Jawa Tengah (3)
  • Melacak Jejak Keluarga Rudolph Louis d'Abo dan Johannes Agustinus Dezentje di Jawa Tengah (3)
  • Melacak Jejak Keluarga Rudolph Louis d'Abo dan Johannes Agustinus Dezentje di Jawa Tengah (3)
  • Melacak Jejak Keluarga Rudolph Louis d'Abo dan Johannes Agustinus Dezentje di Jawa Tengah (3)
  • Melacak Jejak Keluarga Rudolph Louis d'Abo dan Johannes Agustinus Dezentje di Jawa Tengah (3)

Di Gereja Sangkrah Pasar Kliwon, sayangnya, makam Belanda tersebut kini telah hilang sepenuhnya. Jajaran batu nisan berbagai bentuk dan cita rasa tinggi, pun kompleks makam keluarga Dorothea Boode, sudah tidak lagi ditemukan.

Gereja Sangkrah Pasar Kliwon terhitung bangunan modern, tidak mewakili gaya gereja di abad ke-18 ketika kawasan tersebut menjadi pemakaman. Hal yang sama terjadi pada makam Belanda di Jebres. Tidak meninggalkan bekas sebagai kompleks makam Belanda, dan kini menjadi permukiman padat penduduk. 

Sebagai gantinya, kami mengunjungi kampung Eropa Belanda di timur Benteng Vastenburg. Setidaknya tiga bangunaan peninggalan Belanda masih kami jumpai: gedung bioskop (warung Sate Kambing Pak Wawan), rumah percetakan foto Toko Gebroeder Haije, dan Gereja Pantekosta. Lalu, kami menyigi Pura Mangkunegaran karena mengetahui hubungan kekerabatannya dengan keluarga Sara Helena dan Sunan Pakubuwana IV.

Puas berkeliling, sekitar pukul 18.40 kami kembali ke Royal Heritage Palace untuk beristirahat dan makan malam. Kami mempersiapkan rencana ekspedisi untuk keesokan harinya di Boyolali.

(Bersambung)

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Ibnu Rustamadji

Biasa dipanggil Benu. Asli anak gunung Merapi Merbabu. Sering nulis, lebih banyak jalan-jalannya. Mungkin pengin lebih tahu? Silakan kontak di Instagram saya @benu_fossil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Melacak Jejak Keluarga Rudolph Louis d’Abo dan Johannes Agustinus Dezentje di Jawa Tengah (2)