Rencana awal mengunjungi Bapak Uda di Malaysia untuk Natal berubah total menjadi petualangan tak terduga di BXSea, Tangerang Selatan. Setelah mengurus paspor di Unit Layanan Paspor (ULP) Bintaro yang membuat saya mirip tahanan yang baru ditangkap—dengan foto seadanya dan berkas tersusun rapi—perjalanan singkat itu membawa saya ke wahana yang menawarkan pertunjukan mencengangkan dari kehidupan bawah laut.
Tiket seharga Rp150.000 dan gelang kuning di tangan—yang membuat saya merasa seperti pasien VVIP—mengantarkan saya memasuki dunia fantastis. Ruangan pertama langsung memukau dengan permainan cahaya spektakuler, mirip kaleidoskop raksasa. Biru, ungu, merah, merah muda, dan hijau berpadu menciptakan atmosfer magis, seolah saya tenggelam dalam mimpi berwarna-warni.
Lampion hiu seakan berenang di udara, menggantung dengan elegan di antara cahaya berkilauan. Di sekelilingnya, kerang-kerang seperti menari, bergoyang lembut dalam simfoni cahaya yang memukau. Setiap detail dirancang untuk menciptakan ilusi dunia bawah laut yang hidup dan bernapas.
Panggung Misterius Alam
Setiap ruangan di BXSea menyimpan kejutan yang membuat mata tak bisa berkedip. Area hutan menjadi panggung pertama dalam pertunjukan misterius ini. Suara-suara alamiah—gonggongan anjing dan kicauan burung—mengalir dari pengeras suara tersembunyi, menciptakan soundscape yang begitu nyata. Saya berkali-kali menoleh, memastikan tidak ada anjing sungguhan yang mengintai.
Di antara pepohonan buatan, patung macan tutul bertengger dengan anggun di cabang tertinggi. Posisinya mirip boss level dalam game, mengawasi pengunjung dengan tatapan tajam yang seolah berkata, “Foto saja, tapi jangan lama-lama.” Di dahan pohon yang lain tampak patung ular berwarna kuning melilit dahan—tempat para pengunjung berlalu lalang. Sedikit mengerikan jika ular itu nyata dan jatuh menimpa pengunjung. Detail ekspresi dan postur patung begitu sempurna, hampir membuatku lupa ini adalah replika—bukan macan tutul hidup yang siap melompat.
Di habitat buatan mereka, berang-berang berkeliaran seperti pelaku aksi ekstrem. Mereka berenang dengan gerakan gemulai, melompat dengan presisi, dan bermain dengan energi tak terbatas. Setiap gerakan terlihat spontan namun terkontrol—seperti koreografer berbakat yang tak pernah lelah.
Melihat mereka, saya jadi teringat program “weekend warrior gym”-ku yang selama ini cuma jadi wacana. Kontras sekali dengan makhluk mungil ini yang memamerkan kemampuan fisik tanpa ragu, tanpa lelah, dengan kegembiraan murni yang menular ke setiap pengunjung.
Pertunjukan Bawah Laut
Lorong akuarium melengkung sepanjang sepuluh meter ini adalah puncak petualangan, sebuah teater bawah laut hidup yang membuat waktu seolah berhenti. Di bawah konstruksi kaca melengkung, penyelam bergerak dengan gerakan apung yang memesona, memberi makan ikan dan membersihkan karang—menciptakan reality show bawah laut yang tak terduga.
Ikan-ikan berenang di atas kepala dengan elegansi seorang bintang film. Gerakan mereka begitu sempurna, seakan setiap ekor dan sirip telah diatur sutradara profesional. Sesekali, mereka tampak sengaja berpose, memperlihatkan sisi terbaik untuk kamera pengunjung—memainkan peran antara penonton dan yang dipertontonkan.
Terlihat juga petugas yang menyelam untuk membersihkan terumbu dan memberi makan ikan. Dengan gerakan lambat dan terkontrol, dia menurunkan ember berisi makanan ke dalam air. Ikan-ikan langsung berkerumun. Aku seperti menonton pertunjukan makan malam eksklusif. Setiap gerakan tampak penuh perhitungan—layaknya seniman yang sedang menyelesaikan karya mahakaryanya.
Panggung Ubur-ubur
Berjalan lebih jauh dari lorong akuarium, ruangan ubur-ubur membuka panggung pertunjukan tersendiri. Belasan akuarium tabung menjulang tinggi, berisi ubur-ubur transparan yang bergerak dengan gerakan paling puitis yang pernah saya lihat.
Ubur-ubur menari lambat, seolah tengah mempertunjukkan koreografi bawah laut yang rumit. Cahaya berubah-ubah menciptakan efek hipnotis—merah menyala berganti ungu, hijau lembut bertransisi ke biru elektrik.
Setiap pergerakan ubur-ubur terlihat tanpa usaha, mengalir begitu saja seperti seniman yang telah menguasai seni gerak bertahun-tahun. Tubuh transparan mereka menyerap dan memantulkan cahaya, menciptakan pertunjukan visual yang nyaris tak terpikirkan sebelumnya. Di ruangan ini, waktu seolah berhenti. Pengunjung terpaku menyaksikan tarian hipnotis makhluk laut yang tampak begitu rapuh, tetapi tak terbantahkan keindahannya.
Nostalgia dan Misteri
Semua nuansa nostalgia dan mistis berpadu dalam ruangan berikutnya. Di hadapan pintu masuk, sebuah pondok sederhana beratap rumbia menyambut pengunjung—mengingatkan pada rumah nenek di kampung, minus hantu yang biasa nongkrong di pojok. Di sebelahnya, berdiri anggun ukiran kayu berbentuk tabung dengan detail yang memukau; bagian atasnya lebih ramping dari alasnya, seperti jam pasir raksasa yang memutuskan untuk pensiun dan berkarier sebagai karya seni.
Pemandangan makin misterius dengan kehadiran pohon tanpa daun di sampingnya. Rantingnya mencuat ke berbagai arah seolah sedang menunjuk-nunjuk pengunjung yang lewat. Sementara di sisi kanan, batu-batu hitam besar berjajar bagai Penjaga Silent yang setia. Keseluruhan ruangan ini sukses menciptakan ilusi sebuah situs peninggalan sejarah—membuat saya sempat lupa kalau dompet masih berisi uang zaman sekarang, bukan kepingan emas kuno.
BXSea bukan sekadar wahana akuarium, melainkan teater kehidupan laut yang dikemas dengan sentuhan seni dan teknologi. Setiap sudut menawarkan kejutan dan pembelajaran, menghadirkan pelarian singkat dari rutinitas kota ke dunia bawah laut yang menenangkan.
Satu tiket membuka akses ke seluruh wahana, memberi kebebasan untuk mengeksplorasi setiap detail tanpa terburu-buru—kecuali saat aku sempat masuk ke toilet disabilitas tadi. Saat keluar dari BXSea, aku membawa pulang lebih dari sekadar foto-foto dan tiket bekas.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.