Tidak jauh dari Kota Surabaya, sekitar 1,5 jam perjalanan, terdapat objek wisata Pantai Tlangoh yang terletak di Desa Tlangoh, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan. Dari pusat kota Bangkalan, jaraknya sekitar 50 km atau kurang lebih satu jam berkendara.

Dulunya Pantai Tlangoh sepi. Bahkan hanya dikunjungi oleh orang-orang yang ingin berendam menyembuhkan berbagai penyakit. Sebelum dibuka untuk umum pada bulan Mei 2020, pantai ini kotor—banyak sampah berserakan dan tidak terawat. Belum adanya pengelolaan yang jelas juga menjadi salah satu alasan. 

Siapa sangka, kini Pantai Tlangoh seperti terlahir kembali, menjadi destinasi wisata yang ramai dan layak dikunjungi. Saya bersama teman-teman pun penasaran dan segera mengunjunginya saat akhir pekan.

Pantai Tlangoh Bangkalan: Mengubah Mitos dengan Pariwisata Berbasis Masyarakat
Anak-anak asyik bermain air di Pantai Tlangoh yang ombaknya relatif tenang/Annisa Fatkhiyah Sukarno

Dari Obat Penyakit sampai Penambangan Pasir

Dahulu, masyarakat setempat pernah meyakini bahwa Pantai Tlangoh memiliki kekuatan tersendiri. Perairan pantai ini dipercaya serupa obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit, seperti penyakit kulit—kadas dan kurap—hingga stroke dengan cara berendam dengan harapan besar bisa sembuh.

Bahkan jika ingin lebih maksimal, orang yang menderita penyakit tersebut bisa berendam mulai dari dini hari hingga sore menjelang matahari terbenam. Tidak hanya itu, warga sekitar juga meyakini, orang yang telah berendam di pantai tidak boleh membilas tubuhnya menggunakan air tawar jika tubuhnya belum kering.

“Mereka baru boleh mandi air tawar setelah air hasil berendam menguap tuntas atau bersih,” ungkap Kudrotul Hidayat, Kepala Desa Tlangoh, seperti dikutip Detik.com pada 30 November 2024.

Di sisi lain, Pantai Tlangoh juga menjadi lokasi penambangan pasir putih liar. Hasilnya dijual keluar desa. Oleh sebab itu, yang tersisa di pantai ini hanya karangnya. Pasir putih yang dulunya melimpah, kini telah berubah.

Untuk sekian lama, keberadaan Pantai Tlangoh memang belum memberi manfaat yang berdampak langsung pada ekonomi warga yang tinggal di sekitar pantai. Sebab, pengunjung yang datang dan ingin mandi air laut untuk menyembuhkan penyakit kerap tidak dipungut biaya alias gratis. Ditambah lagi lingkungan yang kurang resik. 

Pantai Tlangoh Bangkalan: Mengubah Mitos dengan Pariwisata Berbasis Masyarakat
Kios-kios warga mengapit pintu masuk menuju Pantai Tlangoh/Annisa Fatkhiyah Sukarno

Perlahan Bangkit Mengubah Citra

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia di kuartal pertama 2020 justru menjadi titik balik bagi Pantai Tlangoh. Sepinya kunjungan karena kebijakan pembatasan perjalanan oleh pemerintah dimanfaatkan untuk mengubah citra pantai. Tatkala pengelolaan sudah mulai tertata, Pantai Tlangoh akhirnya dibuka kembali untuk umum pada Mei 2020.

Secara bertahap, stigma pantai sebagai penyembuh penyakit dan tak terurus akibat sampah dan penambangan pasir ilegal mulai terkikis. Transformasi pun terjadi. Saat ini Pantai Tlangoh bisa dinikmati banyak orang untuk berekreasi melepas penat sembari menikmati berbagai kuliner lezat.

Perubahan yang signifikan tersebut ternyata berkat dukungan Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dan program tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR). Pertamina bekerja sama dengan perangkat desa yang dipimpin Kudrotul Hidayat, kepala desa yang masih menjabat sampai sekarang.

Kedua pihak juga berkolaborasi dengan anak-anak muda desa yang tergabung dalam kelompok sadar wisata (pokdarwis) maupun pemangku kepentingan lainnya untuk mengubah citra pantai. Salah satu upaya pengembangan wisata Pantai Tlangoh melalui program ini antara lain membuat jalan untuk kemudahan akses transportasi menuju pantai. Tujuannya agar masyarakat bisa dengan mudah mengunjungi tanpa alasan jalanan rusak. 

Pendirian dan pendampingan kelembagaan pokdarwis yang solid juga turut digagas oleh PHE WMO. Berbagai fasilitas untuk pengunjung kini sudah lengkap, seperti toilet umum, gazebo, payung pantai, dan warung-warung milik warga yang berjejer. Uniknya, bangunan di area pantai mayoritas menggunakan bambu yang dinilai lebih ramah lingkungan. 

Retribusi wisata pantai ini bisa dibilang cukup terjangkau. Tiket masuk pantai hanya Rp5.000 per orang, sedangkan biaya parkir motor Rp5.000 dan mobil Rp10.000. 

  • Pantai Tlangoh Bangkalan: Mengubah Mitos dengan Pariwisata Berbasis Masyarakat
  • Pantai Tlangoh Bangkalan: Mengubah Mitos dengan Pariwisata Berbasis Masyarakat

Kolaborasi Antarpihak untuk Menjaga Eksistensi Pantai

Penerapan mekanisme partisipasi yang melibatkan berbagai pihak bisa menciptakan kemandirian dan keberlanjutan dalam mengembangkan wisata Pantai Tlangoh. Di samping itu, PHE WMO juga berkolaborasi dengan sejumlah perangkat daerah di Kabupaten Bangkalan.

Kerja sama yang terjalin di antaranya dengan dinas lingkungan hidup untuk mendukung program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs). Pada dasarnya program tersebut berfokus pada pengembangan pariwisata yang berada di daerah pesisir utara Bangkalan. Hal ini untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui pengembangan sumber daya alam yang telah dimiliki. Selain itu, PHE WMO juga mengajak dinas kebudayaan dan pariwisata untuk membantu pokdarwis Desa Tlangoh dalam mengembangkan keterampilan pemasaran digital. 

Langkah-langkah taktis tersebut membuat Pantai Tlangoh mulai bisa memberikan dampak bagi warga sekitar. Termasuk melakukan sejumlah pendampingan agar mereka bisa membuka usaha dan berjualan di area pantai. Sebab, saat pandemi melanda, banyak warga desa yang menjadi pekerja migran di Jepang terpaksa dipulangkan. Pendampingan dari pemerintah dan perusahaan tentu sangat membantu masyarakat untuk terus menghidupi keluarganya dengan berdagang di area wisata. 

Berdasarkan data pokdarwis, selama periode Juli–September 2020 terdapat 9.500 pengunjung yang mengunjungi Pantai Tlangoh. Total pendapatan dari tiket masuk dan parkir mencapai Rp40.000.000 saat itu. 

Mendengar capaian positif saat berkunjung ke Pantai Tlangoh membuat kami sadar. Pantai dengan segala mitos dan tantangan yang dihadapi semasa dulu, bisa menjadi inspirasi bagi pantai lain di Indonesia yang mungkin masih sepi pengunjung. Kolaborasi berbagai pihak menjadi kunci perubahan signifikan pada objek wisata pantai ini.

Kami pun betah di sini berjam-jam. Sebab, udara di sini tidak terlalu panas menyengat seperti pantai-pantai di Sumenep. Ombaknya tidak besar. Kuliner pun beragam, seperti rujak madura, nasi goreng, soto, bebek goreng, dan aneka gorengan. Kami menikmati sore sembari bersantai dengan minum kopi dan duduk di gazebo pinggir pantai.

Pantai Tlangoh tidak hanya sekadar destinasi pantai yang hanya menawarkan keindahan semata. Lebih dari itu, warga dan pengelolanya pun turut andil membangun pantai secara berkelanjutan, sehingga bisa membantu meningkatkan perekonomian keluarga. 


Referensi:

Amin, S. dan Wispandono, R. M. M. (2023). Peran Karyawan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia Di Era-Digital  Pada Pokdarwis Pantai Tlangoh Bangkalan. Journal of Business Finance and Economic (JBFE), Volume 4, Nomor 2, Desember 2023. https://doi.org/10.32585/jbfe.v4i2.4674.
Yasmine, F. (2020, 7 Desember). Menilik Buah Manis Konservasi Ekosistem Pantai di Kabupaten Bangkalan. National Geographic Indonesia. https://nationalgeographic.grid.id/read/132459876/menilik-buah-manis-konservasi-ekosistem-pantai-di-kabupaten-bangkalan?page=3, diakses pada 9 November 2024.
PHE Pertamina. (2020). Menebar Inspirasi di Tengah Pandemi. Media-National Geographic – Area Konservasi Mangrove PHE WMO, Tahun 2020. https://phe.pertamina.com/uploads/Kehati/Upload/File/e4420a58-c822-4f80-b54f-98e752527df2MediaNationalGeographicAreaKonservasiMangrovePHEWMOTahun2020.pdf, diakses pada 9 November 2024.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar