Realita Pembangunan Kawasan Gunung

Kawasan gunung seperti Puncak, Bogor, sudah tak asing di telinga. Salah satunya karena menjadi tujuan wisata bagi warga ibu kota. Nyatanya tidak hanya

Ada lebih dari 400 gunung yang membentang dari Sabang sampai Merauke, 100-an diantaranya masih aktif. Selain banyak gunung-gunung tinggi untuk didaki, ada juga kawasan gunung seperti Puncak, Bogor, sudah tak asing di telinga—dan menjadi kawasan tujuan wisata. Tidak hanya Puncak saja, banyak kawasan gunung lainnya yang kini menjadi tujuan wisata.

Lalu, apa yang terjadi ketika kawasan gunung dijadikan kawasan wisata? Bagaimana dengan dampaknya?

Gunung Bromo-Unsplash-Azkiya Alfaini
Gunung Bromo via Unsplash/Azkiya Alfaini

Manfaat Kawasan Gunung

Menurut KBBI, gunung merupakan bukit yang sangat besar serta tinggi, bahkan tingginya lebih dari 600 meter. Keberadaan gunung di kehidupan manusia menduduki beberapa peran, yakni penyedia pangan, penyedia bermacam sumber daya, rumah bagi masyarakat adat, sebagai daerah konservasi, serta tentunya untuk tujuan pariwisata.

Beberapa bahan makanan tertentu hanya bisa ditanam di dataran tinggi. Hal itu berarti gunung berfungsi untuk menjaga ketersediaan bahan pangan. Tidak hanya untuk wilayah sekitar, tetapi juga wilayah lain, termasuk daerah urban. Misalnya teh, kopi, sayur mayur, beragam jenis buah-buahan, dan sebagainya. Terkadang bukan tidak bisa ditanam di dataran rendah, tetapi bahan pangan tertentu lebih bermutu dan berkualitas bila ditanam di kawasan gunung. Bahkan, terdapat survei yang menunjukkan bahwa 30% jenis tanaman yang merupakan bahan pangan dunia berasal dari daerah dataran tinggi.

Gunung memasok 60-80 persen air tawar dunia. Sehingga, gunung adalah harapan bagi miliaran penduduk bumi. Sejumlah negara yang membutuhkan air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air mengandalkan air dari pegunungan. Hal ini juga memunculkan anggapan bahwa lebih dari setengah populasi dunia bergantung pada ketersediaan air di kawasan gunung.

Tak sedikit masyarakat yang tinggal di kawasan gunung. Oleh karena itu, gunung pun menjadi rumah bagi masyarakat. Sebagian besar masyarakat ini juga menggantungkan hidup dengan bercocok tanam. Meskipun, kaum muda biasanya memilih pergi ke kota dengan angan kehidupan lebih baik. Di samping itu, komunitas masyarakat adat juga seringkali dijumpai di kawasan gunung. Merekalah yang berjasa melestarikan tradisi, budaya, maupun alam pegunungan. 

Beberapa gunung di dunia telah menjadi wilayah konservasi keanekaragaman hayati. Bahkan, gunung-gunung tersebut ada yang sudah dijadikan Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Gunung memiliki hutan yang merupakan tempat bagi 25% hayati dunia. Selain itu, hutan tersebut juga menjadi tempat bagi beragam makhluk hidup yang tidak bisa bertahan bila ditempatkan di lokasi lain. Pohon-pohon di hutan yang ada di pegunungan itu krusial untuk mengatur keseimbangan kehidupan. Misalnya menyerap air hujan maupun mencegah erosi.

Kawasan gunung menjadi destinasi wisata bagi masyarakat di sekitar. Pegunungan menarik 15-20% dari pariwisata dunia. Gunung yang dijadikan tujuan wisata pun mampu mendongkrak perekonomian masyarakat pegunungan. Besarnya kunjungan wisatawan dari dataran rendah menuju dataran tinggi menjadikannya primadona. Sehingga, peluang modernisasi kawasan gunung cukup tinggi. Pembangunan demi menunjang kebermanfaatan gunung untuk pariwisata tak bisa dihindarkan.

Panorama Gunung-Unsplash-Hamzah Hanafi
Panorama Gunung via Unsplash/Hamzah Hanafi

Pembangunan Masif dan Dampak Lingkungan

Demi menyokong sektor pariwisata, infrastruktur memadai sangatlah diperlukan. Hal tersebut agar wisatawan yang datang merasa nyaman. Pembangunan masif pun dijalankan. Mulai dari perbaikan sarana prasarana yang ada, sampai penyediaan sarana prasarana baru. Misalnya pembangunan penginapan, restoran, serta daerah wisata alam.

Namun dalam pembangunannya, dampak lingkungan sering dilupakan. Para pihak berpendapat bahwa pembangunan acap kali mengabaikan aspek kelestarian lingkungan, hanya mengejar tercapainya pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat dari kesalahan dalam AMDAL yang disusun. Di samping polemik AMDAL, pembangunan di kawasan gunung kerap menyebabkan alih fungsi lahan.

Pertama, kawasan hutan dipugar. Rusaknya kawasan ini dapat memicu bencana alam yang merugikan. Contoh saja erosi atau tanah longsor. Selain itu, hutan adalah tempat tinggal bagi tumbuhan maupun satwa. Hilangnya hutan berarti hilangnya tempat tinggal mereka. Satwa liar bisa saja masuk ke pemukiman warga.

Kedua, pohon yang ditebang untuk pembukaan lahan menyebabkan berkurangnya daerah resapan air. Banjir pun lebih mudah terjadi. Tata air tanah rusak, sehingga menyebabkan krisis air sebagai dampak terburuknya. Di samping itu, berkurangnya pohon berarti juga kualitas udara turun. Karbon dioksida tidak bisa diserap dengan baik. Kenaikan suhu udara mungkin terjadi. Perlu dicatat, pencemaran udara terus-menerus dapat mengancam kehidupan manusia.

Ketiga, lahan pertanian berkurang. Jika lahan pertanian berkurang, ketersediaan pangan pun turun. Tentunya akan merugikan masyarakat serta negara. Dampak terburuknya bisa saja negara sampai mengimpor bahan pangan yang seharusnya sudah tercukupi dari dalam negeri.

Pembangunan wisata terjadi di kawasan gunung, salah satunya Gunung Galunggung. Pembangunan guna pengembangan pariwisata di sana perlu dikaji baik-baik. Kalau tidak, alih fungsi lahan yang terjadi akan berakibat fatal. Hal tersebut karena kawasan wisata berada pada daerah aliran lahar dari Gunung Galunggung. Oleh karena itu, pengembangan wisata di Gunung Galunggung harus tetap menjaga kelestarian hutan dan mata air.

Restoran Konsep Tradisional-Unsplash-Mufid Majnun
Restoran dengan konsep tradisional via Unsplash/Mufid Majnun

Minimalisasi Degradasi Lingkungan

Pembangunan infrastruktur seharusnya berbasis lingkungan dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan. Pembangunan ini harus dipikirkan dengan cermat untuk mengembangkan potensi wilayah secara optimal. Beragam cara perlu diusahakan demi kelestarian alam. Namun, hal itu tentu harus disertai dengan kesadaran masyarakat.

Salah satu cara jitunya adalah dengan mengembangkan pariwisata berbasis ekologi di kawasan gunung. Ekowisata atau ekoturisme merupakan kegiatan pariwisata berwawasan lingkungan yang mengutamakan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat lokal, serta pendidikan. Munculnya ekowisata ini diawali dari adanya kerusakan alam akibat pariwisata konvensional. Mulanya ekowisata ini dilakukan dengan membawa wisatawan ke objek wisata dengan cara ramah lingkungan.

Menurut The International Ecotourism Society, ada enam prinsip ekowisata. Pertama, ekowisata meminimalisasi dampak wisata massal terhadap lingkungan. Kedua, pengembangan ekowisata membangun kepedulian masyarakat atas lingkungan. Ketiga, ekowisata mampu memberikan pengalaman positif bagi wisatawan serta warga lokal. Keempat, ekowisata menunjang finansial untuk konservasi. Kelima, pengembangan ekowisata memberdayakan warga lokal. Terakhir, ekowisata meningkatkan sensitivitas terhadap iklim politik, sosial, maupun lingkungan pada negara tuan rumah.

Kaitannya dengan manfaat konservasi, penerapan ekowisata terbukti berkorelasi positif terhadap konservasi. Sehingga, efektif dalam melestarikan maupun melindungi warisan alam di bumi. Untuk tujuan ekonominya, ekoturisme dimaksudkan membuka lapangan kerja serta memberdayakan masyarakat lokal guna mengurangi angka kemiskinan. Dalam aspek pendidikan, ekowisata memperkaya ilmu alam serta meningkatkan kesadaran atas lingkungan. Kegiatan ekoturisme ini disertai pemahaman dan penghargaan untuk alam maupun masyarakat.

Contoh pengembangan ekowisata yang ada di Indonesia terjadi di Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Luas wilayahnya mencapai 7.003 hektare dengan jumlah penduduk 45.663 jiwa tahun 2018. Tawangmangu memang memiliki sejuta pesona, apalagi lokasi ini merupakan kawasan Gunung Lawu. Berdasarkan penelitian, terdapat beberapa daerah wisata yang dikembangkan jadi ekowisata, missal Grojogan Pringgodani, Puncak Lawu, Perkemahan Sekipan, Grojogan Sewu, hingga Sendang Cemplung.

Meskipun banyak destinasi wisata yang mengklaim diri sebagai ekowisata, tidak semua memenuhi ketentuan. Oleh karena itu, perlu usaha lebih demi mendukung pariwisata berbasis ekologi dengan pertimbangan aspek keberlanjutan untuk tetap melestarikan alam.

Kawasan gunung memang punya pesona tersendiri di mata masyarakat. Kunjungan wisata ke gunung pun mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi. Namun, bukan berarti pariwisata tersebut hanya semata-mata bertujuan komersial. Pelestarian alam di kawasan gunung dan kesejahteraan masyarakat lokal harus diperhatikan. Seyogyanya, pariwisata alam berjalan sejajar dengan upaya pelestarian alam. Pariwisata tumbuh, alam sembuh!


Gloria. (2018, Mei 25). Pelaksana Pembangunan Harus Perhatikan Dampak Lingkungan. Diakses dari https://ugm.ac.id/id/berita/16280-pelaksana-pembangunan-harus-perhatikan-dampak-lingkungan-hidup

Mardatila, Ani. (2021, Maret 12). 6 Manfaat Gunung bagi Kehidupan Manusia dan Lingkungan yang Jarang Diketahui. Diakses dari https://m.merdeka.com/sumut/manfaat-gunung-bagi-kehidupan-manusia-dan-lingkungan-yang-jarang-diketahui-kln.html

Mukhsin, Dadan. (2014). STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PARIWISATA GUNUNG GALUNGGUNG. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 14(1), 1-11 https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/planologi/article/view/2549

Rachmanto, E. & Aliyah, I. (2018). PARIWISATA DI DAERAH PEGUNUNGAN: PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN LINDUNG BERDASARKAN KEMAMPUAN LAHAN. Cakra Wisata, 19(1), 26-38 <https://jurnal.uns.ac.id/cakra-wisata/article/view/34116>Weisse, M. & Goldman, E. (2019, April 25).

Dunia Kehilangan Hutan Primer Seluas Belgia di Tahun 2018. Diakses dari https://wri-indonesia.org/id/blog/dunia-kehilangan-hutan-primer-seluas-belgia-di-tahun-2018


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

Tinggalkan Komentar